F-35 dan Su-35 |
Menteri Pertahanan (menhan) baru Australia Christopher Pyne tak terima jet tempur F-35 yang baru dibeli dikritik kalah cepat oleh jet tempur Su-35 Rusia. Pyne mengatakan, dia memiliki 100 persen keyakinan bahwa jet tempur kebanggan NATO itu merupakan senjata paling mematikan di dunia.
Komentar menteri itu sebagai tanggapan atas kritik dari jurnalis bisnis veteran Robert Gottliebsen, dan mantan pilot pesawat Angkatan Udara Australia (RAAF) Peter Goon.
Australia membayar sekitar 17 miliar dolar untuk memperoleh 72 unit pesawat tempur produksi Lockheed Martin Amerika Serikat (AS) tersebut.
Goon mengatakan, dia telah melakukan simulasi yang menunjukkan jet tempur baru Rusia yang dibeli China bisa overfly dan melesat lebih cepat dari jet tempur Australia. Menurut Goon, jet tempur buatan Rusia bisa digunakan untuk meluncurkan serangan pengeboman di Darwin atau pangkalan Tindal di Northern Territory.
Sedangkan Gottliebsen pada pekan ini meluncurkan kritik pedas terhadap pertahanan Australia yang dia sebut melakukan penyembunyian besar-besaran tentang jet tempurnya. Menurutnya, jet tempur Australia telah usang oleh pesawat baru Rusia dan China yang bisa terbang lebih cepat dan lebih tinggi.
Pyne membantah keras klaim tersebut.
"Setiap saran yang saya terima, setiap briefing, dari kepala Angkatan Udara ke penerbang yang menerbangkan F-35A telah disepakati bahwa platform ini adalah yang paling mematikan dan dapat dioperasikan dengan platform lain di ruang pertempuran yang sama di dunia," katanya.
Pyne mengatakan, kritik tersebut tidak memiliki akses ke semua informasi yang tersedia untuk pemerintah.
"Saya tentu saja tidak bermaksud untuk memberikan saran di bawah pendapat orang-orang yang tidak mengetahui rahasia tingkat pembagian intelijen yang sama dengan pemimpin yang memberi nasihat kepada pemerintah Australia," ujarnya, seperti dikutip dari The Australian, Rabu (5/9/2018).
Goon, yang bertugas di RAAF selama 15 tahun, mengajukan diagram yang menunjukkan apa yang dia yakini akan terjadi jika jet tempur Sukhoi Su-35 yang baru-baru ini diakuisisi oleh China diadu dengan aset udara utama Australia, termasuk pesawat tempur F-35 dalam pertempuran di Laut Timor.
Skenario ini melibatkan F-35 dan F/A18 Hornet Australia yang dikerahkan dalam peran defensif, dan didukung oleh pesawat peringatan dini Wedgetail dan pesawat tanker pengisian bahan bakar sebagai bagian dari kekuatan untuk menggagalkan serangan oleh jet tempur Sukhoi Su-35 Flanker-E.
Goon mengatakan Flanker akan "supercruise" di sekitar Mach 1,8 tanpa menggunakan afterburner mereka dan pada ketinggian sekitar 55.000 kaki (16.700 m) jauh di atas F-35 dan F/A-18 Hornet yang harus berada sekitar 30.000-35.000 kaki (10.670m).
"F-35 mungkin bisa menembakkan rudal ke Flanker, tetapi mereka (pilot Flanker) hanya akan bersendawa di afterburner mereka dan berlari lebih cepat dari rudal, yang akan semakin lambat saat mereka naik ke ketinggian Flanker," kata Goon.
Goon mengatakan Flanker kemudian akan menembakkan rudal mereka terhadap pesawat Australia. "Kenyataannya adalah mereka dapat menembakkan rudal dari tingkat tinggi, yang berarti mereka melemparkan tombak mereka dari puncak punggungan ke lembah sementara kami mencoba untuk menembak dari lembah ke punggungan," katanya.
Goon menambahkan, setelah jet Rusia berhasil melewati F-35, mereka bisa mengambil pesawat tanker pengisian bahan bakar
Seorang juru bicara Lockheed Martin mengatakan F-35 adalah kekuatan multiplier yang menyediakan kesadaran situasional lengkap untuk pilot dan di seluruh pasukan operasi yang secara signifikan meningkatkan kemampuan platform berbasis udara dan darat.
Menurutnya, sistem sensor dan komunikasi canggih dan sangat terintegrasi memberi pilot keunggulan perang yang unggul atas musuh. (Muhaimin)
Sumber : https://www.sindonews.com/