![]() |
Misi Terbang Malam |
Sebagian dari Anda tentu pernah memainkan game simulator pesawat tempur, baik di PC atau smartphone. Dan salah satu tantangan yang ‘dihadapi’ adalah disorientasi saat memasuki moda misi terbang malam hari, dimana gamers kerap kesulitan menentukan batas cakrawala dan ketinggian terbang dari permukaan. Belum lagi tingkat kesulitan akan bertambah saat menjalankan misi tempur, baik berupa pemboman hingga dog fight di kegelapan malam.
Terkait dengan hal di atas, kapada Indomiliter.com, Letnan Kolonel Pnb. Bambang Apriyanto sebagai penerbang senior F-16 Fighting Falcon menyebutkan, bahwa pada realitasnya terbang siang dan terbang malam prinsipnya sama persis, hanya tentu ada perbedaan pada environment-nya. “Semua jenis latihan terbang yang dilaksanakan pada siang hari, maka dapat juga dilaksanakan pada malam hari,” ujar Bambang Apriyanto yang saat ini menjabat sebagai Komandan Skadron Udara 16 Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
Meski begitu, apa yang dialami para gamers simulator jet tempur di PC juga menjadi tantangan di dunia nyata, sebut saja bioritme manusia yang biasanya siang untuk aktivitas dan malam untuk istirahat, kemudian keterbatasan pandangan (night vision). Umumnya pada malam hari tubuh manusia memiliki beberapa keterbatasan, seperti mata yang mudah mengalami disorientasi.
Dengan adanya sejumlah keterbatasan tersebut, maka tiada hal lain untuk tetap menjaga tingkat kesiapan tempur, yaitu dengan secara kontinyu melakukan latihan terbang malam secara terpadu. Dari sisi pilot, kesehatan prima untuk operasi malam hari jelas tak bisa ditawar, selain itu penguasaan perangkat navigasi pada penerbangan malam hari juga menjadi suatu keharusan.
Pada penerbangan di malam hari, penerbang jet tempur umumnya pure mengandalkan mata telanjang, namun bisa juga menggunakan perangkat Night Vision Goggles (NVG), dan saat ini penerbang F-16 TNI AU sudah dibekali NVG.
Bambang Apriyanto yang mempunyai callsign “Bramble” menjelaskan, siklus latihan terbang malam juga disesuaikan dengan latihan siang hari. Sebagai contoh, pada bulan ini (Februari 2019 - red), sudah dilaksanakan latihan air to air intercept pada siang hari, maka akan dilanjutkan dengan latihan air to air intercept pada malam hari. “Demikian seterusnya, sehingga kemampuan operasi siang dan malam hari selalu terjaga,” kata Bambang.
Disorientasi Pandangan
Disorientasi memang menjadi tantangan tersendiri pada misi terbang malam hari, terutama saat langit gelap dan banyak awan. Maka sang pilot tempur harus percaya betul dengan instrument, bukan dengan perasaan atau insting.
Pada prinsipnya ada dua mode navigasi untuk penerbangan malam hari, yaitu mode Instrument Flight Rules (IFR) dan mode Visual Flight Rules (VFR). Seperti pada proses pendaratan pesawat, saat kondisi cuaca buruk atau jarak pandang terbatas di landasan, maka kondisi yang dihadapi adalah Instrument Meteorological Conditions (IMC), dan jika IMC yang dihadapi maka pra sarana di landasan harus mendukung, seperti tersedianya perangkat Instrument Landing System (ILS).
Jika dalam kondisi landasan di lanud tujuan tidak tersedia ILS, dimana harus dilakukan pendaratan dengan kondisi IMC, maka pilot dapat memutuskan divert ke lanud atau bandara lain yang memiliki fasilitas ILS. Tentu tak melulu jet tempur seperti F-16 harus mendarat di landasan ber-ILS pada malam hari, bila cuaca malam hari bersahabat atau dalam Visual Meteorological Conditions, maka pilot tempur dapat menggunakan mode VFR, sepanjang jarak pandang dan beberapa parameter untuk pendaratan dapat ‘dilihat’ dengan baik.
Dalam misi latihan terbang malam, bukan hanya pilot yang ditingkatkan kemampuannya, melainkan ground crew yang menangani pesawat dan penyiapan alutsista juga menjadi elemen penting yang harus dipastikan tingkat kesiapannya. (Haryo Adjie)
Sumber : https://www.indomiliter.com