![]() |
Latihan Penggunaan Mortir |
Penemuan lebih dari 100 mortir aktif di salah satu rumah milik warga di kawasan Dago, Kota Bandung, Selasa 5 Maret 2019 mengejutkan banyak pihak.
Berawal dari para pekerja bangunan yang sedang melakukan renovasi di rumah itu, tanpa diduga ditemukan 5 mortir yang kemudian jumlahnya bertambah hingga mencapai lebih dari 100 setelah dilakukan penyisiran oleh kepolisian.
Mortir yang ditemukan diperkirakan merupakan sisa Perang Dunia II dan telah terkubur cukup lama. Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah daya ledaknya yang tinggi bahkan memiliki jangkauan mencapai 30 meter. Sehingga, ketika keberadaan mortir itu diketahui, kepolisian langsung memasang garis polisi dan meminta warga untuk tidak mendekati lokasi yang dikhawatirkan dapat membahayakan.
Jika dibandingkan dengan senjata-senjata yang lain, bagi orang awam, mortir tentunya kalah familiar dari granat ataupun meriam yang acapkali digunakan dalam perang.
Mortir merupakan salah satu amunisi senjata yang memiliki daya ledak serta daya jangkau bermacam-macam. Namun kebanyakan memiliki jangkauan yang tidak terlalu jauh.
Kalau sering menonton film-film yang bertema Perang Dunia I atau II seperti Saving Private Ryan, Dunkirk, ataupun Hacksaw Ridge, terdapat adegan ketika para tentara saling menembak dalam jarak dekat.
Lalu ada beberapa tentara yang berlindung di balik bebatuan atau parit bersama peluncur berbentuk silinder sedangkan satu orang bertugas memasukan mortir ke dalam peluncur tersebut.
Mortir secara garis besar merupakan senjata artileri yang diisi dari depan dan menembakkan peluru dengan kecepatan rendah. Jarak jangkauannya relatif dekat dan dengan lintasan peluru yang lengkung parabolnya tinggi.
Mortir dan berbagai jenis kalibernya
Penggunaannya di Indonesia diperkirakan sudah berlangsung selama puluhan tahun dan menjadi bagian penting dalam perkembangan militer di Indonesia.
Saat ini, hampir semua satuan TNI sudah dibekali mortir. Indomiliter.com menyebut, mortir yang kerap digunakan di Indonesia adalah kaliber 81 mm, 60 mm, dan 40 mm.
Selain ketiga jenis kaliber itu, terdapat jenis kaliber lain seperti 120 mm, 160 mm, bahkan hingga 240 mm.
Hal yang menjadi pembeda dari masing-masing jenis kaliber itu adalah jarak tembakn, hulu ledak, dan bobot dari senjata tersebut. Tentu saja banyaknya jenis kaliber membuat para tentara bisa memilih sesuai kegunaan dan kebutuhan medan pertempuran.
Meski mengalami perkembangan desain dari waktu ke waktu, pada umumnya desain mortir terdiri atas lima komponen utama yaitu silinder peluncur, landasan penahan (baseplate), sistem bidik, bipod, dan yang terakhir dan paling utama adalah proyektil dan sumbunya.
Cara menggunakan
Dalam penggunaannya, mortir harus dioperasikan oleh satu regu yang memiliki peran-peran berbeda. Dalam regu itu terdapat pemimpin regu yang bertugas mengawasi pengendalian mortir saat ditembakkan sehingga arah serta sasarannya sesuai.
Ada penembak yang memiliki tugas melakukan bidikan serta menghitung elevasi atau ketinggian yang ingin dicapai. Penembak dibantu asisten penembak yang berdiri di sebelah kanannya, asisten ini bertugas memasukkan proyektil sesuai dengan arahan penembak. Dia juga diharuskan membersihkan laras setelah dilakukan penembakkan sebanyak 10 kali.
Lalu, ada pembawa amunisi pertama. Dia akan berdiri di kanan belakang mortir. Tugasnya mempersiapkan proyektil mulai dari menyetel sumbu hingga memasang charge. Setelah itu, mortir diserahkan kepada asisten penembak.
Yang terakhir, ada pembawa amunisi kedua dengan tugas mencatat semua proyektil yang ditembakkan dalam buku catatan serta memantau situasi dan posisi untuk bersiaga dari serangan musuh.***(Abdul Muhaemin)
Sumber : https://www.pikiran-rakyat.com