![]() |
S-500 Prometheus |
Walau mendapat tekanan dan ancaman sanksi dari Amerika Serikat (AS) atas pembelian sistem pertahanan udara (sishanud) S-400 Triumf dari Rusia, Turki tetap teguh pada pendiriannya untuk memiliki persenjataan penggebuk sasaran udara jarak jauh ini.
Bahkan berita terbaru menyebut, Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan kembali menyebut keinginannya untuk membeli sishanud yang lebih canggih lagi yakni S-500 Prometey (Prometheus). Keinginan ini pernah dikatakan tahun lalu.
Dilaporkan TASS, pernyataan Erdogan disampaikan saat diwawancarai oleh stasiun televisi Turki, 24 TV pada Rabu (6/3/2019).
“Kontrak pembelian S-400 dari Rusia sudah selesai. Kami tidak akan menolaknya dengan alasan dan kondisi apapun. Kami sudah mencapai kesekapatan dengan Rusia. Dan, kemungkinan akan ada produksi bersama. Kami juga mempertimbangkan opsi-opsi pembelian S-500 setelah S-400 ini,” ungkap Erdogan.
Ia menambahkan, pada Juli tahun lalu dirinya telah menyampaikan saran kepada Presiden Vladimir Putin untuk memproduksi S-500 bersama dengan Turki. Namun, Erdogan tidak merinci tanggapan dari Presiden Rusia itu.
S-500 dirancang sebagai penerus S-400. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu sebelumnya mengatakan bahwa sishanud dengan kemampuan jarak tembak sasaran udara hingga 600 km akan mulai dioperasikan oleh Angkatan Bersenjata Rusia tahun 2020.
Sementara itu dari pihak AS, Wakil Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Robert Palladino pada awal pekan ini mengatakan, AS akan melakukan penilaian ulang atas partisipasi Ankara dalam program jet tempur F-35. AS juga kemungkinan besar akan memberlakukan pembatalan pengiriman persenjataan masa depan kepada Turki.
Pembelian S-400 oleh Turki telah memancing diberlakukannya sanksi hukum federal Countering America;s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Sanksi yang sama mengintai India yang juga telah melakukan pembelian S-400 dari Rusia pada Oktober tahun lalu. (Roni Sontani)
Ankara bukan budak Amerika Serikat di mana Washington memutuskan sistem senjata mana yang dapat dibeli Turki. Hal itu ditegaskan Presiden Turki, Recep Tayyep Erdogan, sembari menekankan penyebaran sistem pertahanan udara S-400 Rusia akan berjalan sesuai rencana.
Erdogan menegaskan Ankara akan tetap mempertahankan kesepakatan pembelian S-400 Rusia dari tekanan AS. Ia menekankan bahwa Turki adalah negara berdaulat yang memiliki hak untuk memilih mitra dagang dan pemasok senjata.
"Selesai. Tidak akan pernah ada jalan untuk kembali. Ini tidak etis, itu tidak bermoral. Tidak ada yang harus meminta kami untuk menjilat apa yang kami ludahkan,” kata Erdogan kepada Kanal 24.
"Kami adalah negara merdeka, bukan budak," tegasnya seperti dikutip dari RT, Kamis (7/3/2019).
Lebih jauh Erdogan mengatakan kekhawatiran atas kesepakatan Rusia sekarang bahkan memaksa Turki untuk mempertimbangkan peningkatan ke generasi berikutnya dari sistem pertahanan udara Rusia yaitu S-500, setelah memasuki layanan militer Rusia sekitar tahun 2020.
Mengklaim perlunya melindungi interoperabilitas NATO dan menyembunyikan karakteristik teknis perangkat keras AS dari Rusia, dan secara khusus jet tempur F-35, Washington telah memaksa Ankara untuk membatalkan kesepakatan pembelian sistem pertahanan udara S-400.
AS bersikeras Turki seharusnya membelanjakan USD3,5 miliar untuk rudal Patriot AS, sebuah tawaran yang telah berulang kali ditolak Ankara.
"S-400 tetap menjadi masalah bagi semua pesawat kami, tetapi khususnya F-35," Jenderal Curtis Scaparrotti mengatakan kepada Komite Dinas Bersenjata Senat, alasan bahwa AS harus menghentikan transfer pesawat tempur siluman itu ke Turki dan kehilangan penjualan teknologi militer lainnya kepada sekutu NATO-nya, jika Ankara menyebarkan persenjataan pertahanan buatan Rusia yang diharapkan dilakukan pada Juli mendatang.
Awal pekan ini seorang juru bicara Pentagon memperingatkan "konsekuensi serius" dan "implikasi yang lebih luas" kecuali Turki membatalkan pembelian itu.(Berlianto)
Sumber : sindonews.com www.angkasareview.com