Dari Perang Teluk, Yaman, hingga Suriah menjadi medan pembuktian keperkasaan jet tempur F-15E Strike Eagle.
Sejak penerbangannya di 1972, McDonell Douglas sebagai pabrikan pertama yang memproduksi F-15 telah melahirkan setidaknya enam varian yang berbeda untuk keperluan negara pembelinya. Apa saja mereka?
F-15E Strike Eagle |
F-15QA
Bisa dibilang, Qatar adalah negala yang paling muda dalam mengoperasikan F-15. Mereka baru mulai mendapat persetujuan pembelian F-15 tahun 2016 lalu.
Tak tanggung-tanggung, pemerintah Qatar menggelontorkan 21,2 miliar dolar AS untuk memboyong 72 unit F-15QA bersama sistem persenjataan, suku cadang, serta paket pelatihan.
F-15K
Varian ini dibuat khusus untuk Korea Selatan. Uniknya, bagian badan dan sayap pesawat dibuat langsung di Korea Selatan lewat kontrak offset.
Berkah untuk Korea Selatan karena mereka berhak untuk memproduksi 40% dan merakit 25% bagian F-15K. Bahkan mesinnya juga dibuat oleh Samsung dengan lisensi dari Pratt & Whitney.
Untuk mendapatkan keuntungan sebesar itu, Korea Selatan harus menebus 40 unit F-15 yang mulai diterima tahun 2005. Puas dengan performa F-15K pesanannya, Korea Selatan mulai memborong kembali 21 unit tambahan.
Hingga akhir 2018, Korea Selatan telah mengoperasikan 59 unit F-15K. Rencananya, AU Korea Selatan bakal menerbangkan pesawat ini hingga tahun 2060.
F-15I
Varian yang satu ini khusus dibuat untuk kompatriot terdekat AS, yaitu Israel. Menggunakan mesin Pratt & Whitney F100-PW-229, F-15I di Israel memiliki kode nama Ra'am, yang berarti Guntur.
Varian ini sebenarnya tak jauh beda dengan F-15E milik AS. Tapi seperti pesawat buatan AS lainnya yang dipesan Israel, F-15I juga sudah dimodifikasi dengan fitur yang khusus, terutama di bagian avioniknya.
Selain itu, Israel juga menginginkan agar F-15 miliknya dilengkapi taget pod untuk sharpshooter. Di kemudian hari, Israel menggantinya dengan teknologi LANTRIN.
Saat ini Israel masih aktif menerbangkan 29 unit F-15K.
F-15S/SA
Arab Saudi sebenarnya sudah melirik F-15 sejak awal 1990-an, namun saat itu Kongres AS masih enggan melepas penjualan F-15 ke tanah Arab.
Baru pada pertengahan dekade '90-an Arab Saudi berhasil membawa pulang 72 unit F-15E yang kemudian diberi kode F-15E. Tahun 2007, 65 unit di antaranya menjalani program penggantian mesin dari Pratt & Whitney menjadi mesin General Electric tipe GE F110.
Setelah itu, di awal 2000-an Arab Saudi kembali memesan F-15 dengan seri F-15SA. Seri ini memiliki kendali fly-by-wire yang lebih mutakhir dengan menggunakan radar APG-63(V)3 AESA, sistem perang elektronik digital (DEWS), dan sistem pencarian inframerah.
Saat ini F-15 masih menjadi tulang punggung utama Angkatan Udara Arab Saudi dengan total 60 unit aktif. Satu di antaranya jatuh di Yaman tahun lalu.
F-15SG
Setelah mengkaji selama 7 tahun, akhirnya pada tahun 2005 Singapura menjatuhkan pilihan kepada F-15. Pesawat itu awalnya diberi nama F-15T yang berarti Temasek, namun kemudian berubah menjadi F-15SG.
Tidak hanya membeli pesawat ompong, Singapura memilih untuk memborong sepaket senjata pelengkapnya, seperti AIM-120C, AIM-9X, AGM-154, GBU-38 JDAM, hingga perangkat pengindera malam untuk para penerbangnya.
Berbeda dengan Israel dan Korea Selatan, Singapura lebih memilih menggunakan mesin buatan General Electric F110.
Saat ini Singapura memiliki 40 unit F-15SG. Ini menjadikan F-15 sebagai pesawat tempur terbanyak setelah F-16 sebanyak 60 unit.
F-15SE
Silent Eagle adalah kode nama untuk proyek masa depan F-15 yang digadang-gadang bakal menjadi pesawat Generasi kelima. Boeing sebagai pabrikan Boeing, sejak 2009 lalu sudah mulai mendesain F-15SE dengan bahan yang menyerap radiasi radar.
Fitur siluman juga dibuktikan lewat penempatan seluruh senjata di dalam sayap dan badannya. Namun sayang, hingga saat ini belum jelas kelanjutan proyek prestisius ini. (Remigius Septian)
Sumber : https://angkasa.news/