Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Jenderal (Purn) TNI, Wiranto mengatakan perwakilan tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan pertemuan dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB António Guterres di New York, Amerika Serikat pada Selasa 10 September 2019 lalu. Pertemuan itu membahas situasi terakhir Papua dan status Papua dari sudut pandang PBB.
![]() |
Papua NKRI |
"Hasilnya, PBB dukung kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia dan isu kedaulatan bukan suatu pertanyaan bagi PBB," katanya di Gedung Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta Pusat, Jumat (13/9).
1. Tidak ada lagi istilah referendum bagi Papua
Wiranto melanjutkan, berdasarkan New York Agreement 1962 tentang The Act of Free Choice alias Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 dan resolusi PBB 2524 tahun 1969, status Papua sudah sangat final.
"Tidak ada lagi istilahnya referendum atau kemerdekaaan Papua, sudah tidak ada lagi. Karena sudah final. Itu sudah referendum yang disetujui oleh sebagian anggota sidang umum waktu itu,'' ungkap Wiranto.
2. PBB minta aparat kepolisian tidak berlaku anarkis
PBB, lanjut Wiranto, sudah melihat kesungguhan pembangunan yang dilakukan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo untuk Papua dan Papua Barat. PBB juga memahami ada kelompok separatis yang terus menerus membuat berita hoaks, demo anarkis dan tindak kekerasan.
Untuk itu, pihaknya mengingatkan agar aparat kepolisian tetap menahan diri agar tidak menimbulkan dampak termasuk tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
"Dan ini sudah kita lakukan. Presiden, Kapolri, Panglima TNI saya sendiri sudah mengatakan jangan represif. Aparat keamanan TNI dan Polisi jangan represif. (Harus) Persuasif, edukatif, kompromis," jelas Wiranto.
3. Wiranto minta demonstran Papua hentikan tindakan anarkis terhadap aparat
Wiranto menerangkan, kerap kali aparat kepolisian maupun TNI menjadi korban pada aksi demonstrasi yang berujung rusuh. Ia pun meminta, agar para demonstran menghentikan tindakan-tindakan yang hanya memancing kerusuhan.
"Saya kira sekarang saatnya kita menghentikan itu semua. Kita masuk dalam suasana damai, suasana dialog, bagaimana membangun Papua yang lebih baik yang lebih sejahtera," terangnya. (Axel Joshua Harianja)
Dubes Indonesia untuk PBB Tegaskan Status Referendum Papua Sudah Final
Duta Besar/Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Jenewa, Hasan Kleib, menegaskan posisi pemerintah terkait referendum Papua. Kleib menggarisbawahi bahwa status Papua sebagai bagian dari Indonesia sudah tidak bisa diganggu gugat.
Ia menyampaikan ini ketika menghadiri acara "Human Rights Council Elections 2019: Discussions of Candidate States' Visions for Membership" atau uji/debat publik negara calon anggota Dewan HAM di Jenewa pada 11 September 2019.
1. Hasil referendum di Papua sudah final
Dalam acara tersebut, Indonesia menerima sejumlah pertanyaan tentang penegakan HAM dari audiens yang hadir maupun netizen melalui Twitter. Salah satunya secara spesifik menanyakan tentang referendum Papua. Berdasarkan rilis pers PTRI Jenewa yang diterima IDN Times, Kleib menyebut hasil referendum "sudah final".
"Terkait isu aspirasi referendum, ditegaskan oleh Dubes Kleib bahwa referendum telah dilaksanakan tahun 1969 dan disahkan hasilnya melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 2504/1969 yang sifatnya final. Sesuai hukum internasional, referendum telah sah dilaksanakan dan final, dan karenanya tidak akan pernah mungkin di mana pun dilakukan ulang."
2. Indonesia sedang berusaha menjadi anggota Dewan HAM PBB 2020-2022
Sejak awal tahun 2019, Indonesia sudah mengumumkan keinginan untuk menjadi anggota Dewan HAM PBB untuk periode 2020-2022. Berbagai kampanye pun dijalankan termasuk dengan menghadiri tanya-jawab publik di sejumlah forum.
Pengambilan suara sendiri akan dilangsungkan pada 16 Oktober mendatang dalam Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat. Jika terpilih, ini akan menjadi kelima kalinya bagi Indonesia untuk duduk dalam salah satu badan PBB tersebut.
Sebelumnya, Indonesia pernah menjadi anggota Dewan HAM PBB selama setahun pada 2006 ketika baru terbentuk. Setelahnya, Indonesia dipilih lagi untuk periode 2007-2010, 2011-2014, dan 2015-2017. (Rosa Folia)
Sumber : https://idntimes.com