China Gemar Reverse Engineering Persenjataan Rusia - Radar Militer

21 Februari 2020

China Gemar Reverse Engineering Persenjataan Rusia

Rusia adalah satu di antara kekuatan militer besar di dunia. Selama ini, China yang tercatat sebagai konsumen terbesar produk militer negeri pecahan Soviet itu. Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Rusia adalah penyuplai terbesar persenjataan impor China sepanjang 2014-2018.
Shenyang J-15 tiruan Su-33 Rusia
Shenyang J-15 tiruan Su-33 Rusia 
Sepanjang periode itu sebanyak 70 persen impor senjata China dari Rusia. Termasuk di antaranya Rusia menjual 24 jet tempur Sukhoi Su-35 dan enam perangkat sistem senjata anti serangan udara S-400 ke China senilai total US$ 5 miliar pada 2015 lalu.
Hubungan dagang dan kedekatan kedua negara sempat terusik pada akhir 2019 lalu. Saat itu industri pertahanan Rusia, Rostec, menuduh China telah menjiplak secara ilegal banyak persenjataan dan perangkat keras militer Rusia lainnya.
"Mencontek perangkat militer kami adalah sebuah masalah besar. Sudah ada 500 kasusnya selama 17 tahun," kata Yevgeny Livadny, pimpinan proyek properti intelektual di Rostec.
Menurut Livadny, China telah meng-kopi jet tempur Sukhoi mulai dari badan, mesin sampai ke kokpitnya. China juga didituding melakukannya di sistem pertahanan udara dan rudal pertahanan udara maupun rudal jarak menengah darat ke udara.
China, misalnya, membeli jet tempur Sukhoi Su-27 dan sistem rudal S-300 tapi kemudian menggunakannya sebagai template untuk pengembangan jet tempur bikinannya sendiri, J-11, dan rudal darat ke udara HQ-9.
Teknik rekayasa dengan cara mengurai dari produk yang sudah ada itu sangat gamblang dan sempat meresahkan industri pertahanan Rusia. Mereka, seperti yang dituturkan Direktur Asian Security Project Vadim Kozyulin, mendorong Moscow menekan aksi yang disebut pencurian teknologi itu.
Rusia lalu menerapkan beberapa kebijakan, seperti memaksa China, dalam impornya, membeli satu paket persenjataan ketimbang hanya beberapa perangkat untuk mencegah reverse engineering ala China. Rusia juga meminta jaminan tak ada pencurian hak cipta dalam kontrak jual belinya.
Kozyulin menilai kebijakan itu tak banyak membantu, dan belakangan pun Rusia tak lagi mempermasalahkannya. Reverse engineering ala China itu dianggap ongkos yang tak bisa dihindari dari transaksi yang sudah dilakukan.
Vasily Kashin, peneliti senior di Institute of Far Eastern Studies di Russian Academy of Sciences, menambahkan kalau pemerintahan Moscow tak lagi menilai kemampuan China dalam menjiplak sebagai ancaman. Rusia diyakini masih tetap unggul dan inovasinya lebih di depan China.
"Tidak mungkin untuk menjiplak sejumlah teknologi dalam waktu singkat," katanya sambil menambahkan, menyalin teknologi lama itu butuh waktu yang sama dengan mengembangkan yang baru. "Jadi terima saja uang sari China lalu gunakan untuk mengembangkan teknologi kita yang lebih baru, dan biarkan China melakukan apa saja yang dia mau."

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)