KRI Bima Samudera |
Meski punya identitas kapal perang TNI AL (KRI), tapi Bima Samudera tak diberi label nomer lambung. Padahal tugas yang diemban mencakup patroli wilayah pesisir, angkut pasukan, dan pengamanan obyek vital lepas pantai. Bahkan Bima Samudera sempat dipasangi kanon Bofors 40 mm. Hebatnya inilah kapal patroli tercepat yang pernah dipunyai TNI AL, Bima Samudera sanggup melesat hingga 80 km per jam!
Dengan kecepatan yang dimiliki, idealnya secara segmen Bima Samudera masuk ke Satkat (Satuan Kapal Cepat), dan dipandang dari penugasannya, kapal jetfoil ini juga pas dimasukkan ke Satrol (Satuan Kapal Patroli) TNI AL. Tapi dalam beberapa literatur, tak disebutkan identitas lambung yang dapat mengklasifikasikan segmen Bima Samudera dalam armada TNI AL.
Dari segi tampilan kapal ini memang tambun, namun siapa duga manuver kapal ini begitu gesit dan mampu berputar 360 derajat hanya dalam tampo satu menit. Bahkan diklaim sanggup menghindar dari kejaran torpedo konvensional. Inilah kapal patroli cepat Bima Samudera Class yang menjadi etalase TNI AL pada era 1980-an.
Kapal jenis hydrofoil atau akrab disebut jetfoil buatan Boeing Marine Systems ini sejatinya adalah kapal penumpang berkecepatan tinggi, dikenal dengan label resmi Boeing 929 Jetfoil. Namun di Indonesia, perannya diubah menjadi kapal patroli pertahanan pesisir, pengawasan operasi minyak lepas pantai, kontrol sumber daya laut, serta digunakan untuk pengangkut pasukan.
Order kapal patroli dengan kecepatan jelajah 80 km per jam (43 knots) ini diteken pada tahun 1981 di Renton, Washington. Tak main-main, Indonesia lewat PT PAL berencana untuk mendapatkan 47 kapal jenis ini. Jetfoil pertama diberi nama Bima Samudera I yang tiba di Tanah Air pada Januari 1982, dan mulai dioperasikan dua bulan kemudian. Harga yang dipatok untuk satu unit kapal adalah US$13,7 juta. Biaya tersebut akan meningkat seiring tambahan berbagai perlengkapan yang disesuaikan untuk kebutuhan militer.
Karena rencana pembelian dalam jumlah besar, maka ada skema ToT (Transfer of Technology) yang diterima Indonesia. Rencananya kapal Bima Samudera keenam akan dibangun sepenuhnya di galangan kapal PT PAL Surabaya. Namun untuk sistem kritikal seperti sturt, foil, dan kontrol otomatis masih akan tetap dipasok oleh Boeing.
Sayangnya, dalam perjalanan proyek ini mengalami masalah pendanaan. Faktanya antara tahun 1984 – 1985, Boeing hanya mengirimkan empat kapal dalam kondisin terurai, yang kemudian dirakit di galangan PT PAL. Dari keempat kapal, hanya dua unit yang berhasil dirampungkan yakni Bima Samudera II dan Bima Samudera III. Perannya untuk dijadikan kapal patroli bersenjata pun urung terpenuhi, hanya Bima Samudera I yang sempat dipasangi kanon mulitperan 40mm bagian haluan.
Sebagai wahana laut yang melaju dengan kecepatan bak mobil sport, konstruksi badan kapal dirancang seringan mungkin dengan menggunakan material alumunium dengan ketebalan sekitar 2 – 8 mm. Dengan mesin turbin gas yang relatif ringan dan masing-masing beratnya sekitar 1/20 dari berat mesin diesel dengan daya yang sama. Di bagian bawah lambung dilengkapi sirip strut dan foil yang menghasilkan gaya angkat layaknya pesawat terbang. Badan kapal akan melayang di atas permukaan air hingga ketinggian 2,4 meter.
Rakus BBM
Sebagai kapal yang hebat dan canggih pada masanya. Dalam perannya sebagai troopship, Bima Samudera bisa menyeberangkan 100 pasukan bersenjata lengkap sejauh 1.080 km. Dengan bobot 110 ton, kapal pun hanya oleng sekitar lima derajat saat dihajar gelombang setinggi enam meter. Dengan kata lain dalam posisi ini kapal masih bisa menembakkan senjatanya secara efektif.
Meski hebat disana sini, jetfoil ini punya kerentanan, terutama pada sirip alumuniumnya yang gampang rusak atau sobek bila tersandung sampah balok atau batang kayu saat berlayar kencang. Dari sisi perawatan, jetfoil juga lebih mirip pesawat jet yang butuh pemeliharaan terjadwal di setiap beberapa jam operasi.
Belum lagi dengan mesin turbin gas yang dinilai kurang bersahabat dengan udara lembab khatulistiwa, sehingga kinerjanya tak semaksimal yang diharapkan dan konsumsi bahan bakarnya juga boros. Mesin yang menyokong Bima Samudera adalah 2 x Allison 501-KF turbine engines dengan 2 x Rocketdyne PJ-20 waterjet pumps. Pemakaian BBM Bima Samudera pada kecepatan jelajah ekonomis mencapai 1.890 liter per jam. Sebagai contoh untuk menempuh rute Jakarta menuju Pelabuhan Panjang di Lampung, pulang pergi menghabiskan bahan bakar 11.500 liter.
Karena dipandang kurang efisien dari aspek operasional plus ada kerusakan pada mesin turbin gasnya, pada Januari 2001 TNI AL resmi mempurnatugaskan Bima Samudera I. Kabarnya mesin yang masih bisa digunakan dijual ke Kawasaki Heavy Industries, perusahaan Jepang ini memperoleh lisensi dari Boeing untuk membuat kapal sejenis. Sementara Bima Samudera II masih tetap beroperasi, namun berubah peran sebagai kapal cepat angkut penumpang sipil yang dioperasikan PT Pelni hingga masa purnaktinya. Saat ini kedua kapal tersebut dapat ditemui di fasilitas PT PAL.
Boeing meluncurkan proyek kapal penumpang jetfoil ini pada April 1974. Di luar AS, Boeing 929 melayani transportasi di Hong Kong dan Makau, Jepang, Inggris, Kepulauan Canary, Arab Saudi, dan Indonesia. Debut Boeing 929 tak lama lantaran biaya operasional dan perawatannya yang kelewat tinggi. Boeing total hanya memproduksi 28 unit, ditambah 15 unit dibuat Kawasaki, dan dua unit diproduksi Shanghai Simmo Marine.
Di periode pengembangan Boeing 929 Jetfoil, Boeing juga merancang PHM (Patrol Hydrofoil Missileship) Pegasus Class, karena kapal perdana diberi nama USS Pegasus (PHM-1). Kapal ini dilengkapi kanon reaksi cepat OTO Melara 76 mm dan rudal anti kapal AGM-84 Harpoon. Pada tahun 1975, USS Pegasus berhasil menjelajah dari Seattle ke San Diego sejauh 1.971 km, perjalan ditempuh selama 34 jam dengan satu kali pengisian bahan bakar. Selain USS Pegasus, Boeing merilis lima kapal sejenis, yakni USS Hercules, USS Taurus, USS Aquila, USS Aries, dan USS Gemini. (Danu Pras/diolah dari berbagai sumber)
Sumber : TSM