Din Minimi |
Mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang telah meletakkan senjata, Din Minimi, mengancam akan kembali memberontak jika harus menjalani proses hukum sebelum mendapatkan amnesti atau pengampunan.
“Kembalikan lagi senjata saya. Biar kita perang lagi. Jangan main-main. Kita udah baik-baik, jangan dibuat masalah. Kalau ingin masalah, kita perang lagi,” ungkap Din kepada wartawan Saiful Juned di Aceh, Selasa (05/01).
Din Minimi menyatakan hal itu menanggapi Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan menyebut rencana pemberian amnesti kepada Din, harus dipelajari terlebih dahulu.
“Kan itu tidak seperti membalik (telapak) tangan, kita tunggu saja,” kata Luhut kepada wartawan di Jakarta, Senin (04/01).
Menurut Din, amnesti yang diketahuinya, “tanpa proses hukum”.
“Amnesti yang sudah dulu-dulu (GAM), siapa yang tanggung jawab? Ada proses hukum? Jangan dibuat masalah. Saya sudah selesai buat masalah, jangan lagi dibuat masalah.”
Diminta bersabar
Sebelum proses “penyerahan diri" pada Selasa (29/12), terdapat sejumlah tuntutan yang diminta kelompok Din Minimi.
Tuntutan tersebut antara lain pengampunan terhadap para anggotanya yang diduga terlibat kasus-kasus kekerasan, kesejahteraan bagi para mantan kombatan, dan pembangunan rumah untuk yatim piatu korban konflik.
Amnesti disambut baik oleh salah satu anggota kelompok itu, Jalifnir alias Tengku Plang, yang ditahan di lembaga pemasyarakatan Lhoksukon, Aceh Utara, sejak 2015 lalu.
“Bahagia, nanti bisa jumpa sama kawan-kawan, jumpa anak-istri. Akhirnya ada yang menjadi penengah,” ujar Tengku Plang, Selasa (05/01).
Namun, karena menilai amnesti “belum diketahui persis” penerapannya, Din meminta rekan-rekannya di tahanan, yang jumlahnya disebut Din mencapai 12 orang, untuk bersabar.
“Ini memang harus membutuhkan proses juga. Lihat saja yang kita perjuangkan dulu. Belum ada senjata, kita perjuangkan senjata. Tidak ada beras, kita cari beras. Butuh waktu. Kalau harapan saya, jangan proses-proses hukum lagi.”
Proses hukum terhadap Din
Pengamat radikalisme yang berbasis di Aceh, Al Chaidar, menilai perlu dilaksanakan proses hukum terhadap Din Minimi dan anggotanya yang tidak ditahan, sebelum diberikan amnesti.
“Ini supaya tidak terjadi pembangkangan terhadap hukum,” ujar Al Chaidar kepada wartawan Saiful Juned, Selasa (05/01).
Image caption Pengamat radikalisme, Al Chaidar, menilai perlu Din diproses hukum terlebih dahulu sebelum mendapat amnesty.
Image caption Pengamat radikalisme, Al Chaidar, menilai perlu Din diproses hukum terlebih dahulu sebelum mendapat amnesty.
“Tanpa pengadilan, akan gelap semua tentang apa yang dituduhkan terhadap Din, meskipun dia sudah membantah atas keterlibatannya terhadap sejumlah kasus kekerasan di Aceh.”
“Tanpa ada aduan pun, ini sebenarnya harus diselesaikan secara hukum. Harus dibawa ke pengadilan. Kalau tak ditangani polisi, tetapi langsung intelijen, negara ini akan menjadi negara intelijen, bukan negara hukum.”
Sebelumnya, beberapa waktu setelah “penyerahan diri” kelompok pimpinan Din Selasa (29/12), Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyatakan, sebagai “kompensasi,” Din dan anggotanya akan diberi amnesti.
“Itulah yang disebut penyelesaian damai. Tapi tetap diproses hukum. Begitu amnesti turun, dia akan bebas,” kata Sutiyoso kepada wartawan BBC Indonesia, Rizki Washarti, Selasa (29/12).
Jokowi Janji Akan Berikan Amnesti Din Minimi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan memberikan amnesti kepada kelompok bersenjata di Aceh, pimpinan Nurdin bin Ismail alias Din Minimi. Pemerintah menggunakan pendekatan lunak dan keras dalam menghadapi kelompok teroris atau radikal di Tanah Air.
"Kita bisa menggunakan pendekatan keamanan, pendekatan hukum yang tegas tetapi kita juga menggunakan, mengedepankan pendekatan dialogis, dan termasuk menghadapi kelompok-kelompok bersenjata baik di Aceh, Papua, dan Poso," ujar Jokowi dalam rapat kabinet terbatas mengenai masalah keamanan dan Hak Asasi Manusia di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan rasa terima kasih atas kerja keras Badan Intelijen Negara (BIN), TNI dan Polri dalam menyelesaikan persoalan Din Minimi.
Dia pun berharap, apa yang telah dilakukan kelompok Din Minimi bisa ditiru oleh kelompok bersenjata lain di Papua maupun di Poso.
"Dan saya minta Menko Polhukam pimpin koordinasi ini, dan terus akan memutuskan apa yang harus dikerjakan, proses pemberian amnesti sejak awal juga ke Kepala BIN, akan kita berikan, tapi juga kita lihat rasa HAM dan produk hukum yang ada, tapi intinya akan diberikan amnesti," pungkas Jokowi.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, pemberian amnesti itu akan melalui koridor hukum yang berlaku. "Presiden meminta Menkumham untuk mengkaji, mempelajari. Selama tidak ada tindak pidana, pemerintah akan mengajukan pertimbangan pada DPR, karena aturan untuk amnesti umum atau abolisi memang meminta pertimbangan DPR, mekanisme akan ditempuh," jelas Pramono usai rapat kabinet terbatas.
Lebih lanjut, kata dia, jika tidak ada tindak pidana sesuai pada Keppres Nomor 22 Tahun 2005, diatur secara jelas bahwa kelompok GAM yang tidak melakukan tindak pidana, pengeboman dan lain-lain, akan diberikan amnesti. "Pemerintah ingin mengedepankan soft approach," katanya.
Presiden Jokowi, kata dia, juga meminta Menkumham Yasonna Laoly dan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti untuk menyajikan data-data terkait kelompok Din Minimi. "Karena memang sebelumnya ada kelompok mereka yang ditangkap Polri," pungkasnya.
Diketahui, kelompok Din Minimi telah menyerahkan diri setelah berdialog dengan Kepala BIN Sutiyoso beberapa hari lalu. Namun, kelompok itu mengajukan permintaan ke pemerintah, sebelum menyerahkan diri. Salah satunya meminta amnesti.
Sumber : http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/01/160105_indonesia_din_amnesty_berontak