Sukhoi Su-27/Su-30 TNI AU |
Duo Sukhoi Su-27/Su-30 Skadron Udara 11 kini bisa disebut sebagai varian jet tempur TNI AU yang paling lengkap ornamen persenjataannya. Meski pengadaan beragam rudalnya tertunda hingga tujuh tahun, namun Sukhoi Su-27/Su-30 TNI AU relatif mumpuni dengan bekal rudal udara ke udara jarak pendek dan menengah, plus sederet nama rudal udara ke permukaan, dan yang paling gress rudal anti kapal Kh-59ME.
Meski tampil sangar dan jadi jet tempur dengan efek deteren tertinggi untuk TNI AU, duo Sukhoi TNI AU tak bisa dilepaskan dari perannya sebagai CAS (Close Air Support), karena basis Sukhoi Su-27/Su-30 adalah multirole fighter. Nah, mendukung elemen BTU (Bantuan Tembakan Udara) bisa banyak racikan senjata yang bisa ditawarkan ke sasaran. Untuk sasaran yang sifatnya low hingga medium priority, maka kombinasi tembakan dari kanon, roket, dan bom konvensional (dumb bomb) bisa jadi pilihan yang efektif dan efisien dari segi ongkos operasi.
Lebih detai, untuk kanon Su-27/Su-30 menggunakan tipe GSh-30-1 kaliber 30 mm, dan bom yang dipilih TNI AU adalah jenis P-100L, bom buatan produksi dalam negeri. Kedua elemen senjata diatas telah dikupas tuntas pada artikel terdahulu.
Dan kini yang menarik bahasan adalah sosok roket S-8 buata Rusia. Roket ini belum lama telah diuji tembak dalam Operasi Serangan Udara Strategis (OSUS) di kawasan Air Weapon Range (AWR) Pandanwangi, Lumajang, Jawa Timur. Pada hari “H” dilaksanakan OSUS (4/12/2015), diawali dengan serangan udara oleh satu flight Sukhoi Su-27/Su-30 menggunakan roket S-8 Kom mm. Sebanyak 160 roket ditembakkan, serangan ini bertujuan untuk melemahkan sistem pertahanan udara musuh.
Roket S-80 3,1 inchi kaliber 80 mm prinsip kerjanya serupa dengan roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket) 2,75 inchi kaliber 70 mm yang masif digunakan TNI AD dan TNI AU. Jenis roket ini memang dirancang awal untuk dilepaskan dari wahana udara, dan punya rancangan berupa sirip lipat yang akan mengembang saat ditembakkan. Tentang roket FFAR 2,75 inchi lebih detail telah kami kupas di artikel terdahulu.
Roket S-80 dirancang sejak era Uni Soviet, khususnya untuk memenuhi kebutuhan angkatan udara. Pengembangan awal dilakukan pada tahun 1970. Seperti halnya roket FFAR, di udara S-80 juga dirancang untuk dapat dilepaskan dari pesawat tempur dan helikopter. S-8 resmi mulai memasuki masa produksi pada tahun 1984 dengan berbagai tipe hulu ledak. Diantara hulu ledak yang ditawarkan mencakup jenis HEAT anti armor,high-explosive fragmentation, smoke, dan incendiary (pembakar). Bahkan S-8 juga dikembangkan hingga tipe hulu ledak penghancur landasan (S-8BM) dan hulu ledak thermobaric (S-8DM). Yang terakhir disebut menjadi momok menakutkan dalam Perang Afghanistan, pasalnya thermobaric akan semakin berkobar efek ledaknya saat terkena udara bebas.
Dimensi S-8 bergantung pada penggunaan jenis hulu ledak dan pemicunya. Panjangnya ada di pilihan 1,5 meter dan 1,7 meter, sementara bobotnya ada di pilihan 11,3 kg dan 15,2 kg. Bagaimana dengan jangkauan tembaknya? S-8 disebut-sebut mampu melesat sejauh 2 - 4 km. Sebagai perbandingan roket FFAR buatan PT Dirgantara Indonesia punya daya tembak sejauh 6 km. Salah satu yang digunakan TNI AU dan TNI AD adalah jenis S-80 Kom. Roket ini punya kecepatan luncur 610 meter per detik. Tak ingin kalah jangkauan tembak dari FFAR, terakhir Rusia mengembangkan varian S-8OFP, punya panjang 1,4 meter da berat kurang dari 17 kg, serta punya jangkauan tembak hingga 6 km.
Dalam aplikasinya, roket S-8 dipasang pada pod peluncur jenis B-8 untuk jet tempur Sukhoi. Sementara untuk dipasang pada helikopter menggunakan pod peluncur jenis B8V20-A, seperti yang dipasang pada helikopter tempur M-35P Puspenerbad TNI AD. Kedua jenis peluncur sama-sama dapat dimuati hingga 20 roket, perbedaannya lebih kepada desain, dimana B-8 untuk jet tempur dirancang streamline. (Gilang Perdana)
Sumber : TSM