H-1, Indonesia Tetap Emoh Bayar Tebusan ke Abu Sayyaf - Radar Militer

08 April 2016

H-1, Indonesia Tetap Emoh Bayar Tebusan ke Abu Sayyaf

Pasukan Sniper Indonesia
Pasukan Sniper Indonesia

Satu hari jelang batas akhir pembayaran tebusan bagi warga negara Indonesia yang disandera di Filipina, Pemerintah menegaskan tidak akan membayar tebusan kepada para penyandera.
Menteri Pertahanan Ryamrizard Ryacudu mengatakan pemerintah tidak akan membayar tebusan demi untuk membebaskan WNI. "Kalau negara tidak boleh, nanti ditekan. Negara kita tidak boleh ditekan. Ya, tidak tahu lah (siapa yang bayar). Tapi yang jelas bukan negara," kata Ryamrizard di Kompleks Istana, Kamis, 7 April 2016.
Kepala Kepolisian Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan pemerintah tidak akan turut campur dalam masalah tebusan. Menurut dia, tebusan diserahkan sepenuhnya pada perusahaan. Badrodin mengatakan pemerintah hanya bertanggung jawab untuk menyelamatkan WNI. "Pemerintah bertanggung jawab atas keselamatan saja," katanya.
Badrodin mengatakan pemerintah juga sudah mengirim tim untuk mengawasi kondisi sandera di Filipina. Menurut dia, pemerintah Indonesia dan pemerintah Filipina terus berkoordinasi untuk membebaskan sandera di Filipina.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charlian menyatakan Polri tengah menunggu keputusan otoritas Filipina terkait dengan pembebasan sepuluh warga negara Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf. Pemerintah Indonesia diminta menunggu hingga 8 April 2016 untuk bernegosiasi mengenai penyanderaan awak kapal Brahma 12 ini.

Indonesia Masih Terus Negosiasi Pembebasan Sandera

Kelompok Abu Sayyaf memberi batas waktu hingga 8 April 2016 agar pemilik kapal membayar tebusan untuk membabebaskan 10 anak buah kapal warga negara Indonesia. Satu hari menjelang tenggat itu pemerintah Indonesia masih terus bernegosiasi agar para sandera dibebaskan.
Menteri Pertahanan Ryamrizard Ryacudu mengatakan operasi militer menjadi opsi akhir karena akan memicu korban.
"Diplomasi kemudian nego, kami harapkan nego ini selesai. Kalau operasi militer pasti ada korban. Kalau korban teroris tidak apa-apa, kalau rakyat kan susah," kata Ryamrizard di Kompleks Istana, Kamis, 7 April 2016.
Mengenai batas akhir penyerahan tebusan, Ryamrizard mengatakan batas akhir masih bisa diundur, tergantung dari hasil negosiasi. Indonesia, kata dia, juga belum bisa memutuskan sampai kapan negosiasi berlangsung. "Kita lihat hari ini," katanya.
Ryamrizard berharap negosiasi tidak buntu. Ia berharap negosiasi justru memperpanjang waktu untuk membebaskan para sandera. "Ya namanya nego kan bisa tambah waktu, selesai apa yang diharapkan," katanya.
Hingga saat ini, Ryamrizard mengatakan belum ada permintaan bantuan dari Filipina ke Indonesia. Meski pasukan Indonesia sudah siap, kata dia, Indonesia tidak akan bisa masuk karena aturan tidak memperbolehkan hal tersebut.
Kepala Kepolisian Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan Indonesia tidak akan bisa membantu melakukan operasi militer karena terkendala oleh konstitusi Filipina. Menurut dia, konstitusi Filipina melarang pasukan asing masuk ke wilayahnya untuk melakukan tindakan militer. "Itu kendala yang jelas," katanya.
Menurut dia, kebijakan pemerintah Indonesia adalah bagaimana menjamin keselamatan para sandera. Jika tidak bisa masuk ke wilayah Filipina, kata dia, maka pemerintah mengirim tim untuk memonitor situasi di sana. "Segala tindakan dilakukan aparat setempat," katanya.

Menhan Sebut Abu Sayyaf Kering di Balik Sandera 10 WNI

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memastikan kalau Abu Sayyaf di balik operasi penculikan dan penyanderaan 10 Warga Negara Indonesia di Filipina. "Iya (mereka Kelompok Abu Sayyaf). Lagipula, Kelompok Abu Sayyaf kan bukan cuma satu," kata Ryamizard di depan kantor Menteri Sekretariat Negara, Kamis, 7 April 2016.
Sebelumnya, Ketua DPR Ade Komarudin menyebutkan bahwa penyanderaan 10 warga negara Indonesia tidak dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf. "Ini saya dengar dari pemerintah bahwa bukan kelompok Abu Sayyaf sebagaimana diberitakan," ucap Ade Komarudin di DPR kemarin.
Ryamizard melanjutkan bahwa Kelompok Abu Sayyaf di Filipina hanyalah kelompok kecil atau yang ia sebut kelompok kering. Alasannya, mereka hanyalah kelompok yang berusaha memenuhi kebutuhan pribadi, bukan kegiatan terorisme. "Kelompok yang kering, yang kurang makan, itu kan masalah perut," ujarnya mengakhiri.
Saat ini, Kelompok Abu Sayyaf yang menyandera WNI tengah menunggu pengiriman tebusan dari pihak pemerintah Indonesia. Sementara itu, pemerintah Indonesia tengah mengupayakan upaya diplomatik dengan Philipina untuk menyelamatkan sepuluh WNI itu.

Bebaskan Sandera Abu Sayyaf, RI Tak Minta Bantuan Umar Patek

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa hingga saat ini pemerintah Indonesia belum memastikan rencana meminta bantuan terpidana terorisme Umar Patek untuk menyelamatkan 10 Warga Negara Indonesia yang disandera Kelompok Abu Sayyaf.
"Ya, kami belum memonitor (soal permintaan bantuan kepada Umar Patek)," ujar Ryamizard saat dicegat awak media di dekat kantor Menteri Sekretaris Negara, Kamis, 7 April 2016.
Sebelumnya, media lokal Australia, The Australian, mengabarkan bahwa perwakilan pemerintah Indonesia beberapa kali mendatangi sel Umar Patek di Sulawesi. Tujuannya, untuk meminta bantuan dia terkait penyelematan WNI yang menjadi sandera Kelompok Abu Sayyaf.
Kelompok Abu Sayyaf meminta tebusan Rp15 miliar yang harus diserahkan paling lambat pada tanggal 8 April. Hingga saat ini, Indonesia masih mengupayakan berbagai langkah lain seperti meminta bantuan ke pemerintah Philipina, tempat penyanderaan terjadi.
Dikutip dari The Australian, Umar Patek setuju membantu dengan syarat. Salah satunya, remisi terhadap hukuman 20 tahun penjara yang ia hadapi.
Salah satu alasan Patek dimintai bantuan karena dia memiliki hubungan dengan jaringan Abu Sayyaf. Selain itu, memahami kebijakan dan bahasa yang digunakan kelompok tersebut.

Menteri Luar Negeri: 10 WNI Sandera Abu Sayyaf Baik-baik Saja

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan sepuluh warga negara Indonesia yang menjadi sandera kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina saat ini baik-baik saja.
"Berdasarkan info yang saya peroleh, keadaan sepuluh WNI masih baik. Semua pergerakan dan perkembangan termonitor dengan baik," ujar Retno seusai rapat paripurna pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016 di Istana Kepresidenan, Kamis, 7 April 2016.
Sebagaimana diketahui, sepuluh WNI disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Kelompok tersebut berjanji akan membebaskan mereka apabila pemerintah Indonesia bersedia memberi uang tebusan sebesar Rp 15 miliar. Batas penyerahan uang tebusan adalah Jumat besok.
Retno mengakui bahwa tidak mudah membebaskan sepuluh WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal tersebut. Namun ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia terus mengupayakan segala langkah terbaik untuk menyelamatkan mereka.
Menurut Retno, pemerintah terus berkoordinasi dengan Filipina. Langkah diplomatik menjadi prioritas utama. "Terakhir, saya berkoordinasi dengan mereka kemarin. Info yang saya peroleh, berdasarkan kondisi di lapangan, di pusat, di Manila, semuanya dalam keadaan baik," ucapnya.
Secara terpisah, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menuturkan masih ada waktu untuk mencari cara menyelamatkan para sandera. Apalagi proses negosiasi masih berjalan. Menurut dia, negosiasi memungkinkan waktu pemberian tebusan diperpanjang.
"Kalau pakai pendekatan militer, akan ada dampak militernya. Kalau yang meninggal mereka (teroris), enggak masalah. Kalau yang mati rakyat kita, sangat disayangkan," kata Ryamizard, yang juga menegaskan bahwa penyandera benar bagian dari jaringan Abu Sayyaf.

Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/04/07/078760702/h-1-indonesia-tetap-emoh-bayar-tebusan-ke-abu-sayyaf

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb