Dari FNSS PARS Menjadi Deftech Gempita di Malaysia - Radar Militer

06 Juli 2016

Dari FNSS PARS Menjadi Deftech Gempita di Malaysia

 FNSS PARS Menjadi Deftech Gempita
 FNSS PARS Menjadi Deftech Gempita

Kalau disuruh memilih, rasa-rasanya pembaca akan lebih setuju penamaan PARS (Leopard Anatolia) versi FNSS dibandingkan dengan (gegap) gempitanya AV8 milik Deftech. PARS memang besar, gagah, dan ganas layaknya seekor singa.
Kecenderungan tren desain ranpur memang semakin membesar dimensinya karena beberapa tuntutan yang semakin berkembang. Pertama, meningkatnya ancaman dalam bentuk senjata antitank dan munisi kaliber besar menuntut penambahan lapisan proteksi yang tentunya memperbesar dimensi. 
Kedua, kebutuhan ruang internal didalam kabin untuk baterai, sistem komputer, dan desain yang aman untuk awak, lagi-lagi juga menyumbang penambahan ukuran kendaraan. Tak heran, generasi keempat ranpur menghadirkan sosok kendaraan yang semakin gambot karena volume internal dan tebalnya lapisan perlindungan.
PARS/ Gempita juga tidak terhindar dari nasib yang serupa. Tinggi kendaraannya saja sudah mencapai 2,4 meter sendiri, belum termasuk kubah bila dipasang. Panjang kendaraannya 8 meter untuk varian 8×8, tetapi radius putarnya bisa kurang dari 8 meter, tidak lebih besar dari radius putar kendaraan 4×4 macam Humvee
Hal ini disebabkan karena PARS sudah menerapkan model all wheel drive dan seluruh as rodanya bisa dikendalikan. Jadi misalkan hendak berbelok ke kanan, maka as roda depan dibelokkan ke kanan, sementara as roda paling belakang dibelokkan ke arah kiri, sehingga diameter radius putar dapat ditekan. Ini jelas sangat membantu pada saat bermanuver di jalanan perkotaan yang sempit dan diapit gedung atau bangunan.
Keunggulan sistem pengemudian PARS tidak hanya berhenti di situ, karena sistem suspensi independennya bisa diatur ketinggiannya. Pada titik tertinggi, PARS memiliki ground clearance 500mm dari permukaan tanah, berturut-turut kemudian 400mm, 300mm, dan yang terendah adalah 120mm. Kemampuan penyesuaian jarak sumbu roda ke tanah ini membantu kemampuan offroadnya dan memiliki keunggulan taktis: pada saat bertugas mengintai, profil siluet PARS dapat ditekan serendah mungkin sehingga sukar terdeteksi oleh lawan.
Kedelapan roda PARS juga terhubung dengan sistem CTIS (Central Tire Inflation System) yang bisa diatur oleh pengemudi, sehingga kekerasan ban dapat disesuaikan dengan kontur medan yang dilalui. Andaikan kenyamanan penumpang masih dirasakan kurang dengan sistem suspensi independen, FNSS siap menyediakan opsi suspensi pneumatik yang tentunya semakin empuk dan stabil, walau biaya perawatannya tentu lebih besar. 
Seluruh ban PARS dilengkapi dengan fitur run flat dengan steel insert, sehingga awaknya tak perlu kuatir apabila roda PARS terkena hantaman munisi besar atau pecahan artileri. Mobility kill yang amat ditakutkan dapat dihindari, dimana PARS dapat dikemudikan keluar dari medan tempur sebelum seluruh bannya benar-benar habis.
Berbeda dengan GPV Colonel yang masih menggunakan mesin Caterpillar C7, FNSS memilih mesin Deutz buatan Jerman yang sudah berstandar Euro 3. Mesin ini adalah mesin yang juga digunakan pada varian internasional BTR-4M yang juga dibeli Indonesia. Mesin Deutz sendiri menawarkan daya yang besar, mencapai 550hp. Tak heran, PARS dapat diajak bermanuver di jalan raya sampai kecepatan 100km/ jam. 
Pada versi AV8 Gempita, Deftech awalnya diberitakan mempertimbangkan mesin Mercedes Benz, sebelum akhirnya Deftech menjatuhkan pilihan pada mesin Deutz BFM 2015. Khusus untuk varian AV8, seluruh kelengkapan untuk arung permukaan air dipasang lengkap, mulai dari trim vane sebagai pemecah ombak, sistem propulsi waterjet sampai dengan bilge pump untuk membuang air yang masuk dalam kendaraan. Pengemudi dapat menyalakan pompa tersebut langsung dari kokpitnya.
Selesai membahas sistem penggerak, PARS menggunakan desain hull yang seluruhnya terbuat dari baja. Konstruksi kendaraan sudah mengadopsi model V-hull untuk mengantisipasi impak detonasi ranjau darat atau IED. Ditambah dengan tinggi kendaraan yang bisa diatur, PARS memiliki keandalan yang sama dengan kendaraan MRAP yang didesain khusus untuk anti ranjau. 
Kelebihannya dibanding MRAP yang berbasis truk, PARS sudah didesain dengan room for growth yang besar, dimana PARS siap dipasangi dengan applique armor berbasis alumunium dan material anti peluru. Dengan hull dasar tanpa proteksi tambahan, PARS mudah menahan impak peluru 7,62x51mm NATO. Dipasangi applique, PARS bisa menahan hantaman peluru 14,5mm dan bahkan 20mm pada bagian frontal.
Selain itu, perlindungan untuk kru juga dipikirkan dengan matang oleh FNSS. Setiap kursi penumpang didesain dengan kursi individual yang mampu menahan impak ledakan ranjau, dan dipasang tergantung dari atap kendaraan. Dengan desain yang tidak menyentuh lantai kendaraan, setiap gelombang kejut yang dihasilkan tidak akan mencapai kru yang duduk, sehingga menekan kemungkinan cedera tulang belakang. Titik gantung kursi ini juga didesain modular, dengan opsi rak senjata sebagai alternatif. 
Apabila dikonfigurasi dengan kursi individual, kabin PARS dapat dimuati delapan kursi, dengan tujuh berhadapan dan satu kursi menghadap ke kompartemen mesin. Apabila dikonfigurasi dengan kursi model jaring, daya angkutnya naik, dapat memuat sebelas orang di kabinnya. Tersedia pula empat palka di atap kendaraan andaikan pasukan ingin keluar dari sisi atas. 
Di luar perlindungan tersebut, versi AV8 Gempita juga dilengkapi dengan spall liner sebagai pertahanan terakhir dari serpihan-serpihan logam dan peluru apabila kulit Gempita sampai tertembus peluru kaliber besar atau pecahan hululedak roket antitank. Deftech memilih Dyneema BT10 yang terbuat dari serat UHMWPE (Ultra High Molecular Weight Polyethylene) yang ringan tetapi ditenum dengan sangat kuat, menawarkan proteksi yang lebih dibandingkan dengan Kevlar.
Untuk akses keluar-masuk pasukan, PARS menggunakan model pintu buka ke atas dan bawah untuk akses utama dari arah belakang, walaupun sebenarnya GPV Colonel sebagai inspirasinya menyediakan tujuh konfigurasi pintu belakang. 
AV8 Gempita sendiri memilih model pintu rampa hidrolik yang membuka ke arah bawah, dan dilengkapi dengan pintu ayun kecil. Ini adalah konfigurasi serupa yang digunakan pada ACV-300 Adnan, sehingga diharapkan perajurit Malaysia tidak mengalami kesulitan pada saat penyesuaian. Ada juga pintu kecil di sisi kanan tepat di samping kompartemen mesin, ala pintu keluar pada ranpur Rusia BTR untuk akses keluar pasukan secara cepat.
Sementara untuk pengemudi, desainnya juga tidak banyak berubah dibandingkan dengan GPV Colonel, masih menawarkan model kokpit dengan tujuh periskop yang menawarkan sudut pandang panoramik lebih dari 180o, memaksimalkan situational awareness dari awaknya. Pengemudi pun masih memiliki akses berupa dua layar LCD 15” yang mampu menghadirkan beragam informasi, termasuk tampilan dari kamera thermal. 
Di luar LCD, masih ada panel indikator manual model jarum untuk kecepatan, rpm, dan suhu mesin yang diletakkan di antara dua LCD. Pengemudi juga duduk bersisian dengan komandan. Uniknya, sistem pengemudian pada PARS dilengkapi dengan sistem slide. Artinya seluruh blok kemudi termasuk pedal rem dan gas dapat digeser ke sisi kiri atau kanan dengan mudah.
Hal ini tentu saja menghilangkan rasa kagok mengenai posisi pengemudian ranpur dengan kebiasaan suatu Negara pengguna dalam menerapkan sistem lajur di jalan raya. Biaya modifikasi dapat ditekan, dan tentu saja apabila pengemudi tertembak, maka komandan dapat segera mengambil alih kendali. Tersedia kursi di baris kedua di belakang kursi pengemudi/ komandan untuk satu prajurit, tepat di depan blok mesin. Pengemudi dan komandan dapat keluar melalui pintu palka besar di sisi atas, atau melalui gang kecil di sebelah blok mesin.
Di luar panel dan konsol kemudi, ‘kokpit’ PARS dihuni oleh sistem radio dan navigasi/ BMS Vsys. Bedanya lagi dengan GPV Colonel, panel kondisi kendaraan berbasis lampu indikator sudah digantikan dengan mini LCD, sehingga memberikan tampilan yang minimalis. 
Jika Indonesia masih sampai pada tahap belum jelas untuk menentukan sistem komunikasi dan manajemen pertempuran, Malaysia sudah memilih STE alias Sapura Thales sebagai integrator untuk sistem manajemen pertempurannya. Sapura Thales yang merupakan anak perusahaan Thales Jerman mendirikan pabrik di Malaysia dan ditugasi untuk membangun arsitektur terbuka yang memampukan pertukaran informasi dalam bentuk suara, data, dan video antar kendaraan dan markas.
Sistem yang disediakan STE juga harus mampu menganalisa komponen kendaraan melalui Platform Management System (PMS) yang memudahkan penyediaan logistik, serta tentu saja sistem penjejak kawan-lawan (blue/red force tracker) yang dapat diupgrade apabila terdapat kebutuhan tersebut. Selain BMS, STE juga memasang sistem penjejak termal Catherine XP yang merupakan sistem penjejak termal generasi ketiga, yang insensitif terhadap cahaya terang. Awalnya dikembangkan untuk proyek MBT, pemasangan sistem Catherine sebagai standar untuk seluruh varian AV8 merupakan satu preseden baru dalam pengembangan ranpur. Maklum, jarak jangkaunya dengan pembesaran dalam cuaca cerah mampu mencapai 15km, sehingga lawan sukar bersembunyi dari cakupannya.
Sistem kesenjataan
Apabila difungsikan sebagai kendaraan tempur, FNSS menawarkan integrasi sistem secara maksimal kepada pembeli PARS. Artinya, kubah apapun yang akan dipilih akan dengan mudah dipasangkan ke hull PARS. Hal ini kelihatan benar bila kita memperhatikan pola pembelian Deftech. Alih-alih menggunakan satu tipe kubah untuk fungsi yang berbeda-beda, Deftech memilih beberapa tipe kubah untuk AV8 Gempita. Yang jelas, untuk varian AV8 Gempita yang didesain untuk bertempur, seluruh kanon yang dipilih dapat menaklukkan seluruh jenis kendaraan angkut pasukan dan ranpur yang dimiliki oleh Indonesia, Singapura, dan Thailand.
Awalnya pertempuran untuk pemilihan kubah berlangsung dengan amat seru, dimana pada 2011 OTO Melara kelihatan unggul dengan sistem kubah dua awak Hitfistnya. Namun setelah deal ditandatangani, Deftech rupanya lebih memilih sistem kubah Sharpshooter buatan FNSS sendiri untuk versi IFV25. Dengan konfigurasi kanon M242 Bushmaster kaliber 25mm yang sudah combat proven di berbagai belahan dunia, Gempita IFV25 menjadi salah satu ranpur dengan senjata kanon tembak cepat terbaik di Asia Tenggara. 
Sebagai catatan, untuk ranpur beroda hanya Thailand yang menggunakan kanon tembak cepat 30mm pada BTR-3E, sementara Singapura dengan Terrex hanya menggunakan M2HB/ FN MAG pada Rs300 RCWS. Commonality nampaknya menjadi pertimbangan, karena Sharpshooter sudah digunakan pada 200an ACV-300 Adnan yang dibeli oleh Malaysia dan telah dirakit oleh Deftech.
Untuk varian AFV, Deftech memilih sistem kubah LCT30 bersenjatakan kanon GI30 buatan Denel Afrika Selatan. Seakan tak cukup, untuk varian ranpur antitank Deftech juga membeli LCT30-ATGW (Anti Tank Guided Weapon), yang merupakan kubah LCT30 yang dilengkapi dengan peluncur rudal ZTE-3 Ingwe yang memiliki jarak efektif sampai dengan 5.000m. ZTE-3 Ingwe sendiri merupakan rudal antitank yang sudah battle proven, mampu menaklukkan tank sekelas T-54/55 dalam sekali pukul. Deftech membeli 69 kubah LCT30 dan 54 unit kubah LCT30-ATGW plus 216 unit rudal ZTE-3. 
Sementara untuk varian-varian bersenjata ringan, Malaysia memilih sistem kubah dengan remote MCT dan Rogue, lagi-lagi buatan Denel. MCT mampu membopong senapan mesin berat M2HB, sementara Rogue cukup sampai FN MAG 7,62mm. Deftech membeli 54 unit MCT dan 54 Rogue. Inilah paduan yang harus dicermati oleh kekuatan di sekitarnya, terutama Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia. (Aryo Nugroho)
Spesifikasi FNSS PARS/AV8 Gempita IFV
A. Teknis
  • Awak: 2 orang + 1 juru tembak; 8 penumpang
  • Mesin: diesel berdaya 550hp, EURO 3 standard
  • Bobot kosong: 22,5 ton
  • Bobot penuh: 30 ton
  • Dimensi: 8 x 3 x 2,4m
  • G. clearance: 0,2-0,5m
  • Transmisi: otomatis 6 percepatan dan 1 mundur
  • PWR: 20hp/ton
  • Sumbu roda: 4, 8×8 all wheel drive
  • Transfer case: 2 speed
  • Suspensi: semi otomatik, pneumatic controlled & adjustable
  • Rem: air/ hidrolik dengan ABS pada tiap sisi
  • Sistem elektrik: MIL STD 1275, MIL STD 464
  • Ban: Heavy Duty 1600 R20

B. Kinerja
  • Kecepatan: 100km/ jam maks
  • Arung air: 3km/ jam (dengan ban); 8km/ jam dengan waterjet
  • Jarak tempuh: 700km
  • Sudut landai: >50o
  • Sudut tanjak: 60o
  • Kemiringan: 30o
  • Rintangan: 0,7m
  • Parit: 2m
  • Radius putar: <8m (kerb) Transportasi: A400/ C17/ C-130J (hanya varian 6x6)

Sumber : http://indomil.com/panser-turki-sukses-di-rantau-dari-fnss-pars-jadi-deftech-gempita/
← kembali lanjut baca →

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb