Tank Buatan Jerman |
Pemerintah Jerman terus mengeluarkan izin ekspor senjata kepada industri peralatan perang di negara ini. Media Jerman melaporkan, tahun 2016 dikeluarkan 6.400 izin ekspor senjata, mayoritasnya ke negara-negara mitra NATO dan negara Eropa lainnya. Statistik menunjukkan, dalam enam bulan terakhir, industri persenjataan Jerman meraup omset sedikitnya 4 milyar Euro dari ekspor peralatan perang, baik yang baru maupun bekas.
Tahun 2015 lalu, pendapatan yang diraup industri peralatan perang Jerman dari ekspor mencapai sekitar 7,9 milyar Euro atau meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2014. Yang terutama disoroti pihak oposisi dan pembela hak asasi bukan volume ekspornya, melainkan jalinan bisnis senjata dengan negara yang dikategorikan "tidak demokratis" atau "secara politis bermasalah".
Misalnya saja pembelian kapal perang pemburu oleh Aljazair senilai satu milyar Euro. Atau izin penjualan 48 kapal petroli kepada Arab Saudi. Juga Mesir akan mendapat pasokan kapal selam berikut 32 unit torpedo. Kuwait sedang menjajagi pembelian panser unttut transport pasukan jenis "Fuchs 2" dan Oman mengincar panser gunung type "Wisent 2". Kedua negara Teluk itu kini sedang menjajal masing-masing satu unit panser yang diincar.
Sementara ekspor senjata berat naik, ekspor senapan ringan pada tahun lalu dilaporkan mengalami penurunan kecil, sekitar 11,6 juta Euro. Pembeli terbesar senapan ringan buatan Jerman yang bukan anggota NATO dan mitra Eropa adalah kaum Kurdi di Irak.
Politik ekspor senjata maju-mundur
Kebijakan ekspor persenjataan itu, bagi pemerintah koalisi di Berlin jadi masalah pelik. Secara politis, ekspor senjata itu kontroversial. Menteri ekonomi yang juga menjabat wakil kanselir, Sigmar Gabriel sebelumnya menjanjikan akan mengurangi volume ekspor alat perang. Tapi realitanya, di awal tahun 2016 pemerintah Jerman justru mengeluarkan izin ekspor dengan nilai jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Kritik antara lain dilontarkan Dewan Gereja Protestan di Jerman (EKD). Petugas urusan perdamaian EKD, Renke Brahms terutama menyoroti dengan kritis penjualan senjata ke negara-negara di kawasan Teluk, khususnya Arab Saudi dan Qatar. "Situsai hak asasi di negara-negara ini amat buruk. Arab Saudi dengan politiknya bahkan memicu berlanjutnya konflik di kawasan Teluk", ujar tokoh gereja Protestan Jerman itu.
Juga kelompok oposisi mengecam politik maju-mundur dan menyalahkan pemerintahan sebelumnya dari pemerintahan koalisi di Berlin saat ini. Mantan menetri kehakiman, Sabine Leutheusser-Schnarrenberger menudin, inilah manuver kasar yang dilakukan pemerintahan Jerman saat ini, dengan menyalahkan pemerintahan sebelumnya terkait kebijakan ekspor senjata. "Padahal terlihat jelas, menteri ekonomi Gabriel justru mengizinkan bisnis senjata dengan volume lebih besar", tudingnya.
Sumber : http://www.dw.com/id/ekspor-senjata-jerman-terus-meningkat/a-19385345
Tahun 2015 lalu, pendapatan yang diraup industri peralatan perang Jerman dari ekspor mencapai sekitar 7,9 milyar Euro atau meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2014. Yang terutama disoroti pihak oposisi dan pembela hak asasi bukan volume ekspornya, melainkan jalinan bisnis senjata dengan negara yang dikategorikan "tidak demokratis" atau "secara politis bermasalah".
Misalnya saja pembelian kapal perang pemburu oleh Aljazair senilai satu milyar Euro. Atau izin penjualan 48 kapal petroli kepada Arab Saudi. Juga Mesir akan mendapat pasokan kapal selam berikut 32 unit torpedo. Kuwait sedang menjajagi pembelian panser unttut transport pasukan jenis "Fuchs 2" dan Oman mengincar panser gunung type "Wisent 2". Kedua negara Teluk itu kini sedang menjajal masing-masing satu unit panser yang diincar.
Sementara ekspor senjata berat naik, ekspor senapan ringan pada tahun lalu dilaporkan mengalami penurunan kecil, sekitar 11,6 juta Euro. Pembeli terbesar senapan ringan buatan Jerman yang bukan anggota NATO dan mitra Eropa adalah kaum Kurdi di Irak.
Politik ekspor senjata maju-mundur
Kebijakan ekspor persenjataan itu, bagi pemerintah koalisi di Berlin jadi masalah pelik. Secara politis, ekspor senjata itu kontroversial. Menteri ekonomi yang juga menjabat wakil kanselir, Sigmar Gabriel sebelumnya menjanjikan akan mengurangi volume ekspor alat perang. Tapi realitanya, di awal tahun 2016 pemerintah Jerman justru mengeluarkan izin ekspor dengan nilai jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Kritik antara lain dilontarkan Dewan Gereja Protestan di Jerman (EKD). Petugas urusan perdamaian EKD, Renke Brahms terutama menyoroti dengan kritis penjualan senjata ke negara-negara di kawasan Teluk, khususnya Arab Saudi dan Qatar. "Situsai hak asasi di negara-negara ini amat buruk. Arab Saudi dengan politiknya bahkan memicu berlanjutnya konflik di kawasan Teluk", ujar tokoh gereja Protestan Jerman itu.
Juga kelompok oposisi mengecam politik maju-mundur dan menyalahkan pemerintahan sebelumnya dari pemerintahan koalisi di Berlin saat ini. Mantan menetri kehakiman, Sabine Leutheusser-Schnarrenberger menudin, inilah manuver kasar yang dilakukan pemerintahan Jerman saat ini, dengan menyalahkan pemerintahan sebelumnya terkait kebijakan ekspor senjata. "Padahal terlihat jelas, menteri ekonomi Gabriel justru mengizinkan bisnis senjata dengan volume lebih besar", tudingnya.
Sumber : http://www.dw.com/id/ekspor-senjata-jerman-terus-meningkat/a-19385345