Kapal Perang Filipina |
Pengadilan Arbitrase Internasional yang berbasis di Den Haag, Belanda, Selasa (12/7/2016), memutuskan, China telah melanggar kedautalan Filipina di Laut China Selatan.
"China telah melanggar hak kedaulatan Filipina di zona ekonomi eksklusifnya dengan cara melakukan penangkapan ikan dan eksplorasi minyak, membangun pulau buatan dan tidak melarang para nelayan China bekerja di zona tersebut," demikian pernyataan Pengadilan Arbitrase Internasional.
Filipina sebelumnya membawa masalah sengketa wilayah Laut China Selatan ke pengadilan internasional. Pemerintah Filipina menentang apa yang disebut China sebagai "sembilan garis batas" yang intinya mengklaim semua kawasan Laut China Selatan sebagai wilayah China.
Sengketa antara Filipina dan China itu terfous pada perairan yang diperkirakan menjadi jalur perdagangan internasional yang bernilai 5 triliun dolar AS setiap tahunnya.
Perairan sengketa itu juga memiliki kekayaan ikan melimpah dan diperkirakan mengandung cadangan minyak dan gas alam serta hasil bumi lainnya.
Pemerintah Filipina juga meminta pengadilan arbitrase untuk memperjelas gugusan karang atau kepulauan di perairan itu yang masuk ke dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.
Pengadilan memutuskan, meski para pelaut dan nelayan China, secara historis pernah menggunakan berbagai pulau di Laut China Selatan, tak terdapat bukti kuat bahwa secara historis China pernah menguasi perairan tersebut atau sumber alamnya.
"Pengadilan memutuskan bahwa tak ada dasar hukum apapun bagi China untuk mengklaim hak historis terkait sumber daya alam di lautan yang disebut masuk ke dalam 'sembilan garis batas'," demikian pernyataan pengadilan.
Hakim panel pengadilan arbitasi menambahkan, hak-hak historis yang dimiliki China, jika ada, secara otomatis hilang jika hal tersebut tak sesuai dengan penetapan kawasan zona ekonomi eksklusif yang disepakati dalam perjanjian PBB.
Kementerian Luar Negeri Filipina menyambut baik keputusan ini yang disebut sebagai sebuah keputusan yang bersejarah.
"Pemerintah Filipina menegaskan komitmennya untuk mencari resolusi damai dan pengelolaan sengketa sambil tetap mempromosikan dan menegakkan perdamaian serta stabilitas kawasan," kata Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay dalam jumpa pers di Manila.
China, yang memboikot kasus ini, beberapa hari lalu menggelar latihan militer di kawasan yang disengketakan itu.
Bahkan, kantor berita Xinhua mengabarkan, sebuah pesawat terbang sipil China berhasil melakukan tes kalibrasi di dua bandara baru di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.
Xinhua menyebut, kedua bandara baru itu berada di pulau karang Mischief dan Subi. Kedua fasilitas itu memungkinkan adanya pemindahan personel di Kepulauan Spratly.
Indonesia Patut Apresiasi Putusan Pengadilan Internasional Terkait LCS
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menuturkan bahwa Indonesia patut untuk mengapresiasi putusan pengadilan internasional terkait sengketa Laut China Selatan (LCS). Pada sengketa tersebut pengadilan telah memenangkan Filipina.
Pada hari ini, Selasa (12/7/2016), pengadilan Permanent Court of Arbitration (PCA) di Den Haag, Belanda telah memberikan keputusan terkait gugatan Filipina vs China mengenai LCS.
Di keputusan tersebut, PCA mematahkan klaim dari Negeri Tirai Bambu yang menggunakan sisi historis sebagai justifikasi sembilan garis putus di wilayah LCS, di mana pada wilayah itu China menjadikannya sebagai wilayah Zona Ekonomi Eksklusif mereka.
“Salah satu yang penting (dari putusan PCA) adalah dinyatakannya tidak sah klaim China atas 9 Dash Line (sembilan garis putus),” ujar Hikmahanto.
Selain itu, Hikmahanto juga menegaskan perlunya pemerintah membuat pernyataan yang berisi, semua negara harus menghormati putusan arbitrase, China menahan diri untuk tidak meningkatkan ketegangan, serta perlunya diadakan dialog agar China tidak merasa dipojokkan.
China Tolak Keputusan Pengadilan Internasional Terkait Sengketa LCS
Setelah pengadilan arbitrase internasional mengeluarkan keputusan bahwa Laut China Selatan (LCS) menjadi hak milik Filipina, China langsung mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak mengakui keputusan tersebut.
Informasi itu berdasarkan laporan dari media pemerintah China yang menyatakan China “tidak mengakui ataupun menerima keputusan pengadilan arbitrase internasional terkait sengketa LCS”. Bahkan, China menyebut keputusan itu telah melanggar hukum internasional.
"Keputusan ini adalah batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar Kementrian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir Xinhua, Selasa (12/7/2016).
Bahkan, China juga menegaskan bahwa hak maritim dan kedaulatan China di LCS tidak akan terganggu dan terpengaruh dengan dikeluarkannya keputusan pengadilan internasional yang mengabulkan gugatan Pemerintah Filipina .
Bahkan, China secara tegas menyebutkan bahwa mereka tidak akan pernah menerima klaim atau tindakan apa pun berdasarkan keputusan pengadilan tersebut.
Sumber : http://internasional.kompas.com/read/2016/07/12/17095071/mahkamah.arbitrase.internasional.china.tak.berhak.klaim.seluruh.laut.china.selatan