Su-34 Fullback |
Lahir dari dinasti Su-27 yang sudah terbukti ketangguhannya, Su-34 termasuk varian yang bisa dibilang paling nyeleneh. Jika dibandingkan dengan saudara-saudaranya macam Su-27/30/35 yang diposisikan sebagai fighter, Su-34 sejak awal sudah dirancang untuk memenuhi kebutuhan AU dan AL Rusia akan pesawat serang/ pembom strategis. Hal ini sesuai dengan doktrin perang dingin Soviet yang menekankan pada penghancuran armada laut AS sebelum dapat mencapai perairan Soviet, mengingat AS memang melengkapi dirinya dengan puluhan kapal induk dan kapal perang yang mampu meluncurkan rudal jelajah jarak jauh.
Sayangnya, 2 bomber Rusia era perang dingin yaitu Tu-22 Backfire dan Su-24 Fencer dianggap kurang mampu menjalankan misi tersebut. Tu-22 dihinggapi berbagai macam masalah struktur dan kelahirannya dipenuhi skandal, sementara Su-24 tidak memiliki jarak efektif yang memadai untuk melakukan misi anti kapal.
Selain itu, baik Tu-22 dan Su-24 tidak bisa lepas landas dari kapal induk. Masalah bertambah kompleks ketika pada waktu yang bersamaan AL Soviet justru berencana untuk membuat kapal induk baru kelas Admiral Kusnetzov. Jelas sudah bahwa AL Soviet memerlukan sebuah pesawat baru yang dapat lepas landas dari kapal induk, namun memiliki durasi terbang yang cukup lama untuk melakukan misi CAP (Combat Air Patrol) maupun misi search and destroy terhadap armada musuh.
Jawaban atas kesulitan ini secara tidak sengaja muncul dari tangan dingin Viktor Pugachev, pilot uji Sukhoi yang legendaris. Diserahi tugas untuk menemukan teknik yang paling pas untuk pendaratan pesawat pada kapal induk, Viktor mendesak Sukhoi untuk membuat pesawat yang sesuai dengan spesifikasi darinya.
Biro Sukhoi sendiri kemudian setuju, karena melihat prospek bahwa produk baru ini dapat memenuhi spesifikasi yang diinginkan oleh AL Soviet. Tepat pada tanggal 13 April 1990, prototype pertama yang disebut T-10V1 melakukan uji terbang perdana dengan Viktor Pugachev sendiri duduk di kursi pilot. Basis yang dipakai tetap Su-27, namun konfigurasi kokpit dirombak habis.
Berbeda dengan varian Su-27 kursi ganda lainnya, posisi pilot dan kopilot/ weapons officer pada T-10V1 dibuat tandem side by side, dimana pilot duduk di kanan dan kopilot di sebelah kiri. Dengan konfigurasi ini, instruktur akan dengan mudah mengawasi sikap dan tindakan trainee, terutama dalam pendaratan di kapal induk yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
Untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pilot, kursi lontar zero-zero Zvezda K-36DM yang dilengkapi fitur pemijat dan pemanas terpasang sebagai standar. Sementara ruang di belakang pilot yang tersisa diperbesar ukurannya, sehingga dapat diisi dengan toilet, pemanas makanan dan satu kasur tempat beristirahat pilot. Fasilitas ini dianggap penting, karena Su-32 nantinya akan dikirim dalam misi patroli yang memakan waktu cukup lama. Di belakang ruang tersebut, terletak sel bahan bakar tambahan sehingga T-10V1 dapat terbang lebih lama.
Hidung pesawat sendiri turut dipermak, dimana kini berbentuk pipih melebar seperti paruh bebek. Bentuk seperti ini dipercaya meminimalisasi radar cross section yang berdampak kepada kemampuan stealth Su-32 yang meningkat.
Sementara, untuk mendukung pengoperasian dari bandara minim fasilitas, T-10V1 dilengkapi tangga internal yang dapat diakses melalui ruang roda depan (nosewheel bay). Ketika pilot sudah berada di kokpit, tangga ini akan terlipat secara otomatis ataupun manual. Puas dengan prototipe T-10V1, Kremlin memberikan go ahead untuk memproduksi T-10V dengan kode resmi Su-27IB (Istrebitel Bombardirovschik/ Fighter Bomber).
Pihak intelijen barat sendiri melihat wujud Su-27IB untuk pertama kalinya melalui foto yang dilansir oleh kantor berita Itar TASS. Foto tersebut menggambarkan Su-27IB sedang mendarat di atas kapal induk Tbilisi, namun caption foto menyebutkan bahwa pesawat tersebut adalah Su-27KUB (Korabelnyi Uchebno-Boyevoy/ pesawat tempur latih kapal induk) yang juga memang tengah dikembangkan Sukhoi.
Jelas, penyebutan ini adalah upaya disinformasi untuk mengacaukan perkiraan intelijen barat bahwa Soviet sudah memiliki calon pesawat serang strategis yang kemampuannya melebihi semua pesawat Soviet yang sudah ada. Sayangnya, krisis politik dan ekonomi kemudian mendera, yang membuat Uni Soviet membatalkan pembangunan kapal induknya. Ketika akhirnya Uni Soviet kolaps, proyek Su-27IB seolah turut mati suri.
Kemunculan pertama di publik
Walaupun tertatih-tatih kondisi keuangannya, Sukhoi tetap berusaha memperbaiki performa Su-27IB. Tercatat pada 18 Desember 1994 prototipe kedua dengan kode “Blue 43” roll out dari pabrik Sukhoi di Novossibirsk. Pada 28 Desember, prototipe kedua ini terbang dengan pilot uji Igor Votintsev dan Evgeny Reunov di balik kendali.
Perubahan yang dilakukan meliputi penggunaan dua roda pada tungkai roda utama untuk memperkuat struktur roda pesawat yang diasumsikan akan beroperasi dari kapal induk sehingga akan selalu menerima tekanan besar akibat lepas landas dengan catapult. Selain itu prototype ini juga dipasangi canard seperti yang dilakukan Sukhoi pada Su-35 untuk meningkatkan manuverabilitas pada ketinggian rendah dan mengurangi trim drag.
Prototipe kedua ini kemudian menyandang kode Su-32 FN (Fighter Navy) ketika untuk pertamakalinya dipamerkan kepada publik barat di Paris Air Show 1995. Bentuk punuk Su-32 FN yang menggelembung membuat pengamat NATO sepakat menjulukinya Fullback.
Saat itu, India tercatat menaruh perhatian besar pada Su-32 FN, mengingat India sendiri membutuhkan pesawat tempur yang dapat beroperasi dari kapal induk INS Viraat dan kapal induk eks-Rusia dari kelas Admiral Gorshkov. Rusia sendiri menyatakan akan membeli Su-32, namun dalam jumlah terbatas karena minimnya anggaran.
Su-34 sang Pemuncak
Sempat menghilang untuk beberapa lama, akhirnya publik kembali dikejutkan dengan prototype final Su-32FN yang muncul pada pameran kedirgantaraan Rusia MAKS 1999. Tidak lagi menyandang kode Su-32FN, kali ini Sukhoi memberikan kode definitif Su-34. Seabrek modifikasi eksternal dan internal ditambahkan lagi pada Su-34 untuk membuatnya mampu melakukan berbagai tuntutan misi.
Dari sisi eksternal, selain perubahan terdahulu, kini air intake menganut model fixed. Walaupun modifikasi ini membuat kecepatan pesawat terbatas pada level 1,8 mach, namun efisiensi bahan bakar akan meningkat sehingga jarak tempuh makin jauh. Dengan radius aksi sampai 4000 km tanpa tanki bahan bakar cadangan, Su-34 mampu berpatroli di udara selama 8 jam, cukup untuk menemukan formasi kapal musuh, atau kalau mau ekstrim, terbang dari pangkalan AL Rusia di Vladivostok, menyerang China atau Jepang, lalu kembali tanpa perlu isi bahan bakar. Sementara sebagai pelindung, di depan mesin dipasangi perintang untuk mengurangi kerusakan akibat foreign object damage.
Sementara untuk urusan mesin dipercayakan kepada varian Salyut AL-31F-M1/M2. Khusus untuk mesin ini, CEO Salyut, Yury Yeliseyev berani memberi jaminan bahwa usia pakai mesin akan mampu mencapai 1000 jam terbang, lebih lama dari mesin Sukhoi lainnya. Sementara pada bagian ekor dilakukan modifikasi pada tail sting (Bagian runcing di antara 2 exhaust) yang diperbesar untuk mengakomodasi rear aspect radar V005, sehingga Su-34 memiliki 360o all aspect detection. Artinya, Su-34 tidak akan memiliki blind spot yang dapat dimanfaatkan musuh.
Untuk fungsi anti kapal selam, V005 dapat diganti dengan sensor MAD (Magnetic Anomaly Detector). Sensor MAD ini akan bekerja dengan cara menangkap sinyal akustik yang dipancarkan oleh sonobuoys yang dijatuhkan oleh pesawat atau heli pencari.
Dari segi avionik, Su-34 dilengkapi dengan Leninets V004 phased array radar di hidungnya yang berkemampuan terrain following & avoidance. Dengan fitur ini, Su-34 dapat terbang menyusur kontur permukaan bumi dengan aman atau yang dikenal dengan istilah Nap on Earth (NoE). Kemampuan ini masih dibantu lagi dengan penggunaan Geofizika FLIR pod (Forward Looking Infra Red) yang membantu penglihatan pilot dalam kondisi cahaya minim.
Sementara itu, kokpit Su-34 menganut sistem glass cockpit modern, dimana panel instrument didominasi oleh layar MFID (Multi Function Information Display) yang menampilkan berbagai informasi yang dibutuhkan pilot. Sementara control penembakan dipercayakan kepada Urals Optical & Mechanical Plant YOM3 Fire Control system. Dipadukan dengan radar V004, Su-34 dapat melakukan track while scan terhadap 12 target secara simultan.
Uniknya, software untuk seluruh sistem komputer Su-34 dapat diinstall dan diuninstall di lapangan semudah kita melakukannya pada komputer di rumah, sehingga memudahkan penyesuaian Su-34 terhadap misi yang akan dilaksanakan. Efeknya tentu Su-34 akan terus ter-update sesuai perkembangan teknologi, selain itu tiap negara pembeli juga dapat mengembangkan software sesuai kebutuhannya sendiri.
Sebagai fitur pertahanan diri pasif, Su-34 dilengkapi TsNIRTI ECM (electronic counter measures) suite yang akan melindungi radar dan radio Su-34 dari upaya jamming yang mungkin dilakukan pesawat musuh. Fitur penting lainnya adalah IR MLDS (Infra red Missile Launch Detection System) yang akan memberikan peringatan berupa voice warning apabila ada rudal musuh yang diluncurkan. Terakhir, pilot dilengkapi dengan HMS (Helmet Mounted Sight) yang memanfaatkan pandangan mata pilot untuk mengunci lawan. Ditambah dengan radar all aspect, musuh di posisi belakang pun akan dengan mudah dikunci dan dihancurkan.
Persenjataan
Sebagai pesawat multifungsi, Su-34 tentu saja dilengkapi berbagai persenjataan yang mendukung. Sebagai senjata standar, Su-34 dilengkapi kanon 30 mm Gsh-30-1 yang juga terpasang pada seluruh varian Su-27. Dengan 180 butir peluru, kanon Gsh-30-1 cukup andal digunakan melibas sasaran darat berupa kendaraan lapis baja ataupun instalasi militer lainnya.
Sementara untuk rudal dan bom, Su-34 dilengkapi 12 hardpoints untuk tempat mencantelkan berbagai persenjataan. Untuk arsenal udara, Su-34 dapat membawa rudal jarak pendek Vympel R-73/ AA-11 Archer ataupun rudal BVR (Beyond Visual Range) Vympel RR-77/ AA-12 Adder. Sementara untuk bom pintar, tercatat Su-34 dapat membawa KAB-500KR LGB menggunakan triple rack system. Untuk system pertahanan, Su-34 sudah dipasangi pod Khibiny di ujung-ujung sayapnya, yang dapat mengacaukan sistem radar pesawat dan rudal lawan.
Namun yang membuat Su-34 menjadi arsenal anti kapal yang paling mematikan adalah kemampuannya membawa Novator 3M-54 Alfa Supersonic Anti Ship/ Submarine Missiles (Kode NATO: SS-N-27 Club). Sebagai satu-satunya pesawat di jajaran AU/ AL Rusia yang mampu membawa Alfa, jelas Su-34 memiliki banyak keunggulan dibanding pesawat lain.
Selama ini fungsi deteksi kapal selam harus dilakukan oleh helikopter jenis Ka-26 Hormone/ intai maritim Tu-95 Bear, sementara penghancurannya diserahkan ke kapal atau pesawat lain. Dengan cara ini kapal selam/ kapal musuh tentu punya kesempatan untuk menyelamatkan diri sebelum pesawat penghancur datang, sementara dengan Su-34, semua fungsi itu bisa dijadikan satu.
Singkatnya begini: 3 Su-34 beroperasi dalam satu flight misi hunter/ killer. 2 pesawat dilengkapi MAD system dan membawa pod yang berisi 72 sonobuoys, sementara 1 pesawat membawa 2 buah rudal Alfa. Di area yang diperkirakan terdapat kapal selam, sonobuoys dijatuhkan. Begitu sensor MAD menangkap sinyal akustik dari sonobuoys yang mengkonfirmasikan keberadaan kapal selam lawan, pesawat lead dapat langsung meluncurkan Alfa. Paduan antara rudal supersonik dan.minimnya jeda antara penemuan dan penghancuran menjamin efektifitas penggunaan Su-34.
Hal yang sama juga berlaku untuk kapal permukaan. Begitu patroli Su-34 menemukan armada musuh, rudal anti kapal dapat langsung diluncurkan, tanpa perlu menunggu sampai kapal musuh memasuki jarak efektif peluncuran rudal jelajahnya. Ukuran yang lebih kecil serta kecepatan yang lebih baik juga membuat Su-34 lebih unggul dari pesawat intai maritim Tu-95 Bear yang sudah puluhan tahun melengkapi jajaran AL Rusia. Setidaknya di atas kertas, Su-34 memang dipandang sebagai platform pesawat maritim yang sangat ideal, efektif dan efisien.
Tidak seperti Su-30SM yang ditampilkan secara terbuka, Rusia menggelar Su-34 secara terbatas di Suriah. Sebanyak 6 Su-34 dikirimkan ke Suriah, lebih banyak dari Su-30SM yang jumlahnya hanya empat buah di pangkalan udara Hmimiim/ Latakia yang menjadi pangkalan utama Rusia di Suriah. Yang mencengangkan, sesuai dengan klaim pabrikan, Su-34 terbang langsung dari Rusia dengan tangka bahan bakar cadangan dari Rusia, melintasi laut Kaspia, dan kemudian potong kompas melewati Iran dan Irak, kemudian sampai di Suriah.
Su-34 diturunkan setelah Su-24M yang menjadi tulang punggung pembom dari Rusia telah ditembak jatuh oleh Turki. Dan seperti dimaksudkan oleh Rusia, Su-34 tidak hanya menjalankan kampanye pemboman, melainkan juga menguji reaksi cepat sekaligus mengejek Turki. Dalam video yang dirilis Departemen Pertahanan Rusia, Su-34 nampak menjatuhkan bom KAB-500S-E yang berpemandu laser, sementara video lainnya menunjukkan Su-34 menjatuhkan bom-bom konvensional. Berkat pembuktiannya di Suriah tersebut, Algeria tertarik untuk membeli Su-34 dan menambah arsenalnya setelah mereka juga memiliki Su-30MKA.
Permintaan dan pesanan dari luar negeri tentu akan mempengaruhi kapabilitas pabrikan, dalam hal ini Chkalov Novosibirsk Aircraft Production Association (NAPO), untuk memenuhi order. Kapasitas produksi pabrik yang hanya 18 pesawat tempur per tahun sudah penuh untuk memenuhi order Rusia sendiri yang terdiri dari 92 Su-34 dalam kontrak senilai US$ 28 Juta dolar sebuahnya. Pabrikan sendiri berencana akan memperkenalkan Su-34M atau modernisasi dalam dua tahun setelah Su-34 operasional penuh, melalui penambahan pod eksternal.
Nah, terkait dengan kemampuan serba bisa dari Su-34, mungkinkah TNI AU meliriknya untuk memenuhi kebutuhan fungsi pembom taktis dan juga serang maritim sekaligus? Harganya, jika mengacu pada kontrak dari Rusia, jelas sangat murah, dengan catatan belum termasuk biaya maintenance, jaminan penjual, dan sistem persenjataan. Walaupun mungkin tidak seseksi Su-35 yang dapat bermanuver dan menjaga superioritas udara, Su-34 memiliki lebih banyak peran yang fleksibel, sembari tetap mempertahankan diri dari ancaman udara. Kita tunggu saja terus perkembangannya.
Sumber : http://indomil.com/su-34-fullback-sang-pembom-tempur-dan-serang-maritim-nan-digdaya/