Hambali |
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pemerintah masih mengikuti seksama perkembangan status hukum narapidana teroris, Hambali. Dalang kasus Bom Bali pada 2002 silam itu sempat diisukan akan keluar dari penjara teroris di Teluk Guantanamo, Kuba, karena rencana Presiden Amerika Serikat (AS) mengosongkan penjara tersebut.
“Seluruh proses Periodic Review Boards (PRB) atas Hambali, adalah proses internal Pemerintah AS,” ujar Arrmanatha lewat pesan singkat pada Tempo, Kamis, 27 Oktober 2016.
Menurut Arrmanatha, pemerintah masih akan terus berkomunikasi dengan AS, untuk memenuhi hak kekonsuleran Hambali. “RI melalui Kedutaan Besar RI di Washington DC senantiasa berkomunikasi,” ujarnya.
Pemerintah AS sendiri kabarnya menolak permohonan pembebasan Hambali. Guantanamo PRB menilai Hambali masih menjadi ancaman yang serius bagi keamanan AS. Meskipun begitu , sejumlah media asing menyebut PRB masih akan mempertimbangkan kembali kasus Hambali dalam enam bulan ke depan.
Hambali, alias Encep Nurjaman, alias Riduan Isamuddin ditangkap di Ayutthya, Thailand, pada 11 Agustus 2003 silam. Dia dicokok saat merencanakan serangan ke Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pasifik di Bangkok, dan dibawa ke Camp Delta, Guantanamo pada 2006.
Pria berusia 52 tahun itu diketahui sempat mengajukan permohonan bebas pada pertengahan Agustus 2016, karena mendengar janji Obama.
Pemerintah Amerika Serikat menangkap Hambali karena mencurigainya sebagai pemimpin kelompok Jemaah Islamiah. Kelompok itu dituduh sebagai bagian dari jaringan Al-Qaeda yang dipimpin Osama bin Laden. Al-Qaeda menjadi otak serangkaian teror, di antaranya mendalangi tragedi 11 September 2001 di WTC dan bom bunuh diri Bali pada Oktober 2002.
Hambali, dalam persidangan itu tampil mengenakan pakaian berwarna putih, berkacamata, dan berjanggut. Ia duduk tenang selama sesi persidangan sambil mendengarkan pernyataan yang dibacakan seorang perwira militer Amerika.
Persidangan tersebut digelar tertutup. Namun militer Amerika menyediakan tayangan video yang dapat disaksikan langsung oleh wartawan dan pengamat.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/10/27/078815623/as-tolak-pulangkan-hambali-kemlu-masih-terus-komunikasi
“Seluruh proses Periodic Review Boards (PRB) atas Hambali, adalah proses internal Pemerintah AS,” ujar Arrmanatha lewat pesan singkat pada Tempo, Kamis, 27 Oktober 2016.
Menurut Arrmanatha, pemerintah masih akan terus berkomunikasi dengan AS, untuk memenuhi hak kekonsuleran Hambali. “RI melalui Kedutaan Besar RI di Washington DC senantiasa berkomunikasi,” ujarnya.
Pemerintah AS sendiri kabarnya menolak permohonan pembebasan Hambali. Guantanamo PRB menilai Hambali masih menjadi ancaman yang serius bagi keamanan AS. Meskipun begitu , sejumlah media asing menyebut PRB masih akan mempertimbangkan kembali kasus Hambali dalam enam bulan ke depan.
Hambali, alias Encep Nurjaman, alias Riduan Isamuddin ditangkap di Ayutthya, Thailand, pada 11 Agustus 2003 silam. Dia dicokok saat merencanakan serangan ke Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pasifik di Bangkok, dan dibawa ke Camp Delta, Guantanamo pada 2006.
Pria berusia 52 tahun itu diketahui sempat mengajukan permohonan bebas pada pertengahan Agustus 2016, karena mendengar janji Obama.
Pemerintah Amerika Serikat menangkap Hambali karena mencurigainya sebagai pemimpin kelompok Jemaah Islamiah. Kelompok itu dituduh sebagai bagian dari jaringan Al-Qaeda yang dipimpin Osama bin Laden. Al-Qaeda menjadi otak serangkaian teror, di antaranya mendalangi tragedi 11 September 2001 di WTC dan bom bunuh diri Bali pada Oktober 2002.
Hambali, dalam persidangan itu tampil mengenakan pakaian berwarna putih, berkacamata, dan berjanggut. Ia duduk tenang selama sesi persidangan sambil mendengarkan pernyataan yang dibacakan seorang perwira militer Amerika.
Persidangan tersebut digelar tertutup. Namun militer Amerika menyediakan tayangan video yang dapat disaksikan langsung oleh wartawan dan pengamat.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/10/27/078815623/as-tolak-pulangkan-hambali-kemlu-masih-terus-komunikasi