![]() |
TNI Berantas Terorisme |
Praktik pemberantasan terorisme selama ini dinilai ironi. Identitas Polri dan TNI seolah tertukar saat menangani teroris di lapangan.
Hal itu disampaikan Hanafi Rais, Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Ini terlihat saat Kepolisian dan TNI seolah tertukar identitasnya waktu menangani terorisme di lapangan," tutur Hanafi saat memimpin rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Putra Amien Rais itu menuturkan, pertukaran identitas itu terlihat ketika salah satu televisi swasta menayangkan pengejaran Noordin M. Top oleh Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88, di Temanggung, Agustus 2009 silam.
Menurut Hanafi, saat itu yang tertangkap di benak masyarakat justru polisi sudah seperti tentara.
Mereka melakukan baku tembak layaknya sedang berada dalam peperangan untuk melumpuhkan teroris. Hal itu, kata Hanafi, beberapa kali terulang.
Dalam penangkapan berikutnya Densus 88 juga terlihat kembali melakukan baku tembak.
"Dulu sebelum ada UU Nomor 15 Tahun 2003, polisi selalu berhasil menangkap dan memproses secara hukum para pelaku. Sekarang sejak ada UU malah semakin sedikit yang diproses hukum karena sudah mati saat ditangkap," ujar Hanafi.
Sementara itu, justru hal sebaliknya terjadi di TNI. Hanafi mengatakan, sekarang TNI justru yang bergaya sipil ala polisi. Hal itu terlihat saat TNI menangkap istri Santoso.
Saat itu, tentara yang terlibat Satgas Tinombala justru menerapkan penanganan pelaku kejahatan secara sipil.
"Lucu saja rasanya waktu menangkap istri Santoso, TNI tidak melakukan perlawanan fisik meski dia membawa senjata. Tapi toh TNI menangkap tanpa perlawanan dan segera menyerahkan ke polisi," kata Hanafi.
"Ini namanya polisi kemiliter-militeran, dan di satu sisi TNI kepolisi-polisian. Ini identitasnya malah tertukar antara Kepolisian dan TNI," ujar Hanafi lantas disambut tawa oleh peserta rapat lainnya.
Saat uji kepatutan dan kelayakannya sebagai calon kepala Polri di Komisi III DPR, Tito mengatakan, pihaknya ingin membawa para tersangka teroris ke pengadilan untuk diadili.
Namun, polisi terkadang terpaksa melakukan tindakan yang menewaskan terduga teroris. Jika tidak, nyawa polisi dan masyarakat yang menjadi ancaman.
Tito menjelaskan, jumlah terduga teroris yang tewas meningkat pascabom Bali. Sebelum bom Bali, polisi belum menjadi target serangan teroris.
Namun, setelah rentetan penangkapan para tersangka teroris pascabom Bali, polisi mulai menjadi sasaran aksi balas dendam kelompok teroris.
"Pada saat yang bersangkutan mau ditangkap, mereka membahayakan petugas atau masyarakat umum," kata Tito.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2016/10/20/18475491/berantas.terorisme.polisi.dinilai.bergaya.militer.tentara.bergaya.polisi