Seragam Militer Dunia dari Pabrik Mewah di Sukoharjo |
Mau makan buah pisang Ambon.. Bukan berarti harus ke Ambon. Cukup ada di sini, dekat kita sendiri. Kita tinggal menikmati..’
Pembaca CNNIndonesia.com yang tumbuh besar pada medio 1990-an tentu familiar dengan penggalan lirik lagu di atas.
Enno Lerian, penyanyi cilik yang membawakan lagu berjudul ‘Semua Ada Disini’ coba menggambarkan betapa kayanya kuliner di Indonesia yang bisa dinikmati tanpa harus susah payah berkunjung ke setiap daerah tempat makanan atau buah-buahan itu berasal.
Kemudahan yang sama bisa dirasakan para pemerhati militer dunia atau penyuka fesyen bergaya army. Cukup datang ke Kabupaten Sukoharjo di Jawa Tengah, maka Anda bisa menyaksikan kegagahan puluhan satuan militer dunia yang tersimpan rapi di daerah tersebut.
Bertempat di Jalan K.H. Samanhudi, Sukoharjo, berdiri dengan megah ‘museum’ yang memajang seragam militer dari 30 negara di dunia.
Siapa sangka Sukoharjo, kota kecil di pinggiran Solo telah belasan tahun memasok kebutuhan seragam tentara bagi negara-negara tersebut.
Dimulai pada 1994, Wakil Presiden PT Sri Rejeki Isman Tbk Iwan K. Lukminto menjelaskan seragam militer pertama yang dibuat perusahaannya adalah pesanan dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara alias NATO untuk kebutuhan tentara Jerman dan Inggris.
Kualitas seragam militer buatan perusahaan yang kerap disebut Sritex tersebut kemudian menyebar ke negara-negara anggota NATO lainnya. Jerman, Austria, Norwegia, Belanda, Swedia dan banyak lagi negara di Eropa dan Timur Tengah menjadi pelanggan Sritex sampai saat ini.
“Sekarang kami bisa mengekspor 1 juta sampai 1,5 juta potong seragam militer per tahun,” kata Iwan, saat CNNIndonesia.com berkunjung ke ‘museum seragam militer’ sekaligus pabrik Sritex, kemarin.
Menurut putra dari Lukminto, pendiri Sritex, setidaknya ada 30 negara yang sudah dilayani kebutuhan seragam militernya oleh perusahaannya. Tingginya permintaan seragam militer buatan Sukoharjo tersebut menurutnya karena teknologi yang disematkan Sritex didalamnya.
“Seragam militer kami ini anti air, anti api, anti infra merah, anti serangga, anti peluru, anti radiasi bahkan anti nukril dan biokimia (nubika). Teknologi itu dibuat dengan mencampurkan reaksi kimia. Sulit untuk bisa menciptakannya,” kata Iwan.
Setiap negara, tutur Iwan, memiliki spesifikasi seragam militer yang berbeda dan tidak bisa disamakan dengan negara lainnya. Spesifikasi itu bergantung kepada kondisi dan medan yang dihadapi tentara di lapangan.
"Standar semua produk untuk Eropa sudah menggunakan anti radiasi. Tapi belum untuk negara-negara di Asia," ujar Iwan.
Sementara, untuk negara di Timur Tengah, dari segi warna dan bahan disesuaikan dengan kondisi iklim yang panas di wilayah tersebut. Khusus untuk spesifikasi nubika, dikerjakan untuk seragam angkatan milik Jerman dan Malaysia.
Khusus untuk seragam militer Indonesia, Iwan mengaku sangat ingin menyematkan banyak teknologi di dalamnya. Namun, permintaan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini, cukup memasok seragam yang anti serangga.
Oleh karena itu, Sritex memberi nilai tambah lainnya bagi seragam militer Indonesia berupa motif loreng yang menyerupai kepulauan Indonesia.
“Khusus untuk Indonesia, kami memproduksi 1,2 juta potong setiap tahun,” ujar Iwan.
Semakin tinggi spesifikasi teknologi seragam militer yang dipesan oleh suatu negara, maka banderol harga yang disematkan Sritex akan bertambah. Iwan menyebut harga satu setel seragam militer termurah adalah Rp600 ribu sampai yang termahal disebutnya bernilai jutaan rupiah.
Sritex menurut Iwan akan terus berupaya menjadikan Indonesia sebagai produsen utama seragam militer dunia. Sebab, potensi untuk memasok negara-negara lain masih terbuka lebar.
Sambil menjajaki potensi pasar baru, manajemen Sritex juga akan mendalami penetrasi ke negara-negara yang selama ini sudah dilayani. Penetrasi itu dilakukan dengan menyediakan seragam untuk kebutuhan militer secara keseluruhan di negara yang sudah menggunakan produk Sritex. (gen)
Sumber : http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20161015130100-269-165695/wisata-seragam-militer-dunia-dari-pabrik-mewah-di-sukoharjo/
Pembaca CNNIndonesia.com yang tumbuh besar pada medio 1990-an tentu familiar dengan penggalan lirik lagu di atas.
Enno Lerian, penyanyi cilik yang membawakan lagu berjudul ‘Semua Ada Disini’ coba menggambarkan betapa kayanya kuliner di Indonesia yang bisa dinikmati tanpa harus susah payah berkunjung ke setiap daerah tempat makanan atau buah-buahan itu berasal.
Kemudahan yang sama bisa dirasakan para pemerhati militer dunia atau penyuka fesyen bergaya army. Cukup datang ke Kabupaten Sukoharjo di Jawa Tengah, maka Anda bisa menyaksikan kegagahan puluhan satuan militer dunia yang tersimpan rapi di daerah tersebut.
Bertempat di Jalan K.H. Samanhudi, Sukoharjo, berdiri dengan megah ‘museum’ yang memajang seragam militer dari 30 negara di dunia.
Siapa sangka Sukoharjo, kota kecil di pinggiran Solo telah belasan tahun memasok kebutuhan seragam tentara bagi negara-negara tersebut.
Dimulai pada 1994, Wakil Presiden PT Sri Rejeki Isman Tbk Iwan K. Lukminto menjelaskan seragam militer pertama yang dibuat perusahaannya adalah pesanan dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara alias NATO untuk kebutuhan tentara Jerman dan Inggris.
Kualitas seragam militer buatan perusahaan yang kerap disebut Sritex tersebut kemudian menyebar ke negara-negara anggota NATO lainnya. Jerman, Austria, Norwegia, Belanda, Swedia dan banyak lagi negara di Eropa dan Timur Tengah menjadi pelanggan Sritex sampai saat ini.
“Sekarang kami bisa mengekspor 1 juta sampai 1,5 juta potong seragam militer per tahun,” kata Iwan, saat CNNIndonesia.com berkunjung ke ‘museum seragam militer’ sekaligus pabrik Sritex, kemarin.
Menurut putra dari Lukminto, pendiri Sritex, setidaknya ada 30 negara yang sudah dilayani kebutuhan seragam militernya oleh perusahaannya. Tingginya permintaan seragam militer buatan Sukoharjo tersebut menurutnya karena teknologi yang disematkan Sritex didalamnya.
“Seragam militer kami ini anti air, anti api, anti infra merah, anti serangga, anti peluru, anti radiasi bahkan anti nukril dan biokimia (nubika). Teknologi itu dibuat dengan mencampurkan reaksi kimia. Sulit untuk bisa menciptakannya,” kata Iwan.
Setiap negara, tutur Iwan, memiliki spesifikasi seragam militer yang berbeda dan tidak bisa disamakan dengan negara lainnya. Spesifikasi itu bergantung kepada kondisi dan medan yang dihadapi tentara di lapangan.
"Standar semua produk untuk Eropa sudah menggunakan anti radiasi. Tapi belum untuk negara-negara di Asia," ujar Iwan.
Sementara, untuk negara di Timur Tengah, dari segi warna dan bahan disesuaikan dengan kondisi iklim yang panas di wilayah tersebut. Khusus untuk spesifikasi nubika, dikerjakan untuk seragam angkatan milik Jerman dan Malaysia.
Khusus untuk seragam militer Indonesia, Iwan mengaku sangat ingin menyematkan banyak teknologi di dalamnya. Namun, permintaan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini, cukup memasok seragam yang anti serangga.
Oleh karena itu, Sritex memberi nilai tambah lainnya bagi seragam militer Indonesia berupa motif loreng yang menyerupai kepulauan Indonesia.
“Khusus untuk Indonesia, kami memproduksi 1,2 juta potong setiap tahun,” ujar Iwan.
Semakin tinggi spesifikasi teknologi seragam militer yang dipesan oleh suatu negara, maka banderol harga yang disematkan Sritex akan bertambah. Iwan menyebut harga satu setel seragam militer termurah adalah Rp600 ribu sampai yang termahal disebutnya bernilai jutaan rupiah.
Sritex menurut Iwan akan terus berupaya menjadikan Indonesia sebagai produsen utama seragam militer dunia. Sebab, potensi untuk memasok negara-negara lain masih terbuka lebar.
Sambil menjajaki potensi pasar baru, manajemen Sritex juga akan mendalami penetrasi ke negara-negara yang selama ini sudah dilayani. Penetrasi itu dilakukan dengan menyediakan seragam untuk kebutuhan militer secara keseluruhan di negara yang sudah menggunakan produk Sritex. (gen)
Sumber : http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20161015130100-269-165695/wisata-seragam-militer-dunia-dari-pabrik-mewah-di-sukoharjo/