Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) IX |
Jelang pergantian tahun pada 68 tahun lampau, Yogyakarta yang kala itu jadi ibu kota republik, diinvasi serdadu Belanda. Selama ini kita mengenal peristiwa itu sebagai Agresi Militer II yang operasinya berkode “Operatie Kraai” (Operasi Gagak).
Tepatnya pada 19 Desember 1948, Belanda berniat melenyapkan pemerintahan Republik Indonesia (RI) dari muka dunia via Blitzkrieg alias serangan kilat ala Nazi Jerman. Hasilnya bisa dibilang gilang-gemilang karena tak butuh 24 jam, Yogya sudah jatuh ke tangan Belanda.
Langkah berikutnya untuk menyingkirkan pemerintah RI secara total selain penangkapan Presiden dan Wakil Presiden Soekarno-Mohammad Hatta, adalah mendirikan pemerintahan federal buatan Belanda. Nah, untuk menggulirkannya, Belanda butuh tokoh yang paling dihormati di Yogya.
Belanda Butuh Sri Sultan "Henkie" Hamengkubuwono
Siapa lagi kalau bukan Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) IX. Sialnya, Belanda salah perhitungan di sini. Dikira bakal mudah merayu layaknya Sultan Hamid II, Belanda gagal total mengajak Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu bergabung dengan Belanda.
Tapi ya Belanda mau apa lagi. Toh mereka tak mendapat restu dari keluarga Kerajaan Belanda, untuk “mengapa-apakan” Sultan HB IX yang dikenal dekat dengan Putri (yang di kemudian hari jadi ratu) Juliana.
Namun ada lho, kisahnya Legercommandant (Panglima Tertinggi Hindia Belanda) Letjen Simon Spoor yang nyaris mengobrak-abrik Keraton Yogya dan mengancam nyawa Sultan “Henkie” – sebutan Sultan HB IX saat masih bersekolah di Belanda.
Dalam buku ‘Djocjakarta: Mereka (Pernah) di Sini Des 1948-Juni 1949’ karya Wawan Kurniawan Joehanda yang mengutip tulisan George T Kahin (penulis Belanda yang pernah tinggal di Yogya di masa Agresi II), di mana Sultan HB IX menanggapi dingin kedatangan Belanda.
Awalnya setelah Yogya dikuasai Belanda pada, Sultan HB IX sempat memasang perintang di depan gerbang keraton. Beliau menolak ditemui Jenderal Meyer, komandan militer Belanda setempat dan para pejabat sipil Belanda lainnya.
Jenderal Spoor Ancam Dobrak Gerbang Keraton dengan Tank
“...Lalu Jenderal Spoor sebagai Legercommandant pasukan Belanda datang dengan mengendarai Tank (ringan) Stuart menuju pintu gerbang keraton dan mengancam akan menerobos masuk,”.
Melihat ancaman Spoor di atas tank Belanda buatan Amerika Serikat tersebut, Sultan HB IX sedikit melunak. Tapi beliau meminta Spoor turun dari tank untuk jalan kaki dari depan gerbang masuk ke keraton, agar bisa bicara baik-baik.
Dalam perbincangan yang hanya berdurasi 10 menit dan berakhir dingin itu, Spoor menawarkan “kerjasama” dengan menjanjikan banyak hal buat Sultan HB IX. Sialnya, berbagai tawaran ditolak karena Sultan HB IX hanya berkenan membahas soal kapan Belanda menarik mundur pasukannya dari Yogya.
Tak mendapat titik temu, Spoor pun keluar keraton tanpa hasil karena Sultan HB IX menolak kooperatif. Sementara itu, tangan Spoor pun seolah terikat karena ada larangan keraton tak boleh dirusak dan Sultan tak boleh disakiti.
“Keraton diperingatkan (keluarga Kerajaan Belanda) tidak boleh dirusak. Tidak boleh dikuasai karena untuk menghargai Sultan (HB IX) Yogya,” tandas penggiat sejarah Wahyu Bowo Laksono kepada Okezone beberapa waktu lalu.(raw)
Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/12/31/510/1580288/news-story-kisah-keraton-yogyakarta-yang-nyaris-diobrak-abrik-tank-belanda
Tepatnya pada 19 Desember 1948, Belanda berniat melenyapkan pemerintahan Republik Indonesia (RI) dari muka dunia via Blitzkrieg alias serangan kilat ala Nazi Jerman. Hasilnya bisa dibilang gilang-gemilang karena tak butuh 24 jam, Yogya sudah jatuh ke tangan Belanda.
Langkah berikutnya untuk menyingkirkan pemerintah RI secara total selain penangkapan Presiden dan Wakil Presiden Soekarno-Mohammad Hatta, adalah mendirikan pemerintahan federal buatan Belanda. Nah, untuk menggulirkannya, Belanda butuh tokoh yang paling dihormati di Yogya.
Belanda Butuh Sri Sultan "Henkie" Hamengkubuwono
Siapa lagi kalau bukan Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) IX. Sialnya, Belanda salah perhitungan di sini. Dikira bakal mudah merayu layaknya Sultan Hamid II, Belanda gagal total mengajak Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu bergabung dengan Belanda.
Tapi ya Belanda mau apa lagi. Toh mereka tak mendapat restu dari keluarga Kerajaan Belanda, untuk “mengapa-apakan” Sultan HB IX yang dikenal dekat dengan Putri (yang di kemudian hari jadi ratu) Juliana.
Namun ada lho, kisahnya Legercommandant (Panglima Tertinggi Hindia Belanda) Letjen Simon Spoor yang nyaris mengobrak-abrik Keraton Yogya dan mengancam nyawa Sultan “Henkie” – sebutan Sultan HB IX saat masih bersekolah di Belanda.
Dalam buku ‘Djocjakarta: Mereka (Pernah) di Sini Des 1948-Juni 1949’ karya Wawan Kurniawan Joehanda yang mengutip tulisan George T Kahin (penulis Belanda yang pernah tinggal di Yogya di masa Agresi II), di mana Sultan HB IX menanggapi dingin kedatangan Belanda.
Awalnya setelah Yogya dikuasai Belanda pada, Sultan HB IX sempat memasang perintang di depan gerbang keraton. Beliau menolak ditemui Jenderal Meyer, komandan militer Belanda setempat dan para pejabat sipil Belanda lainnya.
Jenderal Spoor Ancam Dobrak Gerbang Keraton dengan Tank
“...Lalu Jenderal Spoor sebagai Legercommandant pasukan Belanda datang dengan mengendarai Tank (ringan) Stuart menuju pintu gerbang keraton dan mengancam akan menerobos masuk,”.
Melihat ancaman Spoor di atas tank Belanda buatan Amerika Serikat tersebut, Sultan HB IX sedikit melunak. Tapi beliau meminta Spoor turun dari tank untuk jalan kaki dari depan gerbang masuk ke keraton, agar bisa bicara baik-baik.
Dalam perbincangan yang hanya berdurasi 10 menit dan berakhir dingin itu, Spoor menawarkan “kerjasama” dengan menjanjikan banyak hal buat Sultan HB IX. Sialnya, berbagai tawaran ditolak karena Sultan HB IX hanya berkenan membahas soal kapan Belanda menarik mundur pasukannya dari Yogya.
Tak mendapat titik temu, Spoor pun keluar keraton tanpa hasil karena Sultan HB IX menolak kooperatif. Sementara itu, tangan Spoor pun seolah terikat karena ada larangan keraton tak boleh dirusak dan Sultan tak boleh disakiti.
“Keraton diperingatkan (keluarga Kerajaan Belanda) tidak boleh dirusak. Tidak boleh dikuasai karena untuk menghargai Sultan (HB IX) Yogya,” tandas penggiat sejarah Wahyu Bowo Laksono kepada Okezone beberapa waktu lalu.(raw)
Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/12/31/510/1580288/news-story-kisah-keraton-yogyakarta-yang-nyaris-diobrak-abrik-tank-belanda