Bacharuddin Jusuf Habibie |
Presiden ke-3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie pada hari ini, Senin 13 Februari 2017, menjadi pembicara dalam perhelatan Presidential Lecture yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Institute di Gedung Function Room, Kompleks BI.
Dalam acara tersebut, Habibie berbagi pengalamannya di depan puluhan petinggi bank sentral mengenai sepak terjang perusahaan aviasi internasional asal Prancis, Airbus, yang saat ini menjadi salah satu produsen yang memegang pangsa pasar dominan di dunia, yang saat ini sudah berkembang jauh pesat dibandingkan beberapa tahun yang lalu.
"Sekarang, Airbus sudah bisa bikin fighter, helikopter, bikin pesawat militer. Kita?" ungkap Habibie.
Padahal, pascamenyelesaikan pendidikan Strata 3 di RWTH Aachen, Jerman, Habibie pernah mencicipi pekerjaan di Airbus, sewaktu perusahaan tersebut masih menjadi sebuah industri yang biasa. "Saya bekerja di industri yang buat pesawat sipil, bukan fighter, atau sejenisnya. Dan, itu adalah Airbus sekarang," katanya.
Mimpinya untuk membangun sebuah industri pesawat terbang komersi, pun telah dilakukan sejak Habibie dipanggil oleh Presiden ke-2, Soeharto. Di mana pada tahun 1976, Habibie berhasil membangun industri pesawat terbang yang dinamakan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).
Namun, meskipun IPTN berhasil menghasilkan pesawat N250 pada perayaan hari jadi Indonesia ke-50, krisis di rentang tahun 1997-1998, berhasil menutup IPTN. Sebab, pada waktu itu, Dana Moneter Internasional (IMF) secara lantang menolak untuk menalangi dana bantuan untuk pengembangan pesawat.
Padahal, waktu itu, IPTN berhasil menyerap tenaga kerja hingga 48 ribu pegawai. Pascaditutup, sebagian dari mereka pun hijrah ke perusahaan maskapai kelas dunia seperti Airbus, sampai dengan Boeing. Maka dari itu, Habibie mengingatkan kepada generasi muda, agar segera berbenah diri, untuk terus memperbaiki pondasi perekonomian nasional.
Di dunia ini, hanya tiga industri dirgantara yang dibubarkan. Jerman karena perang, Jepang juga karena perang. Indonesia, dibubarkan karena krisis ekonomi (IMF). Tragis," jelas Habibie.
Sumber : http://www.viva.co.id/