![]() |
K-MAX tipe K-1200 |
Dalam sebuah operasi militer yang sudah dirancang dengan sangat sempurna, terkadang masih saja terjadi kekurangan terutama pada pengadaan peralatan tempur tambahan berikut amunisinya. Untuk itu Marinir AS merasa perlu memiliki sarana yang dapat mengangkut peralatan dengan cepat ke lokasi pertempuran tanpa terhalang kondisi alam dan cuaca atau situasi pertempuran.
Marinir AS sebelumnya banyak mengandalkan helikopter untuk melaksanakannya. Namun kondisi di medan pertempuran yang tidak menentu terkadang dapat membahayakan awak pesawat.
Salah satu solusinya adalah mengunakan alat angkut yang tidak melibatkan awak.
Untuk itu Lockheed Martin berkerja sama dengan Kaman Aerospace, mengembangkan UAS (Unmanned Aircraft System) berbasis helikopter K-MAX tipe K-1200 buatan Kaman Aerospace. Helikopter ini sudah dikenal andal dalam pengangkutan kargo lewat udara. Selain itu, bentuk pesawatnya yang ramping sehingga mudah mendarat di lahan yang tidak terlalu luas.
Prototipe dari pesawat ini pertama kali diperkenalkan tahun 2008, yang diberi nama K-MAX Unmanned Multi Mission Helicopter. Sistem kendalinya menggunakan remote control.
Naval Air Systems Command merasa tertarik dengan K-MAX, sehingga pada 2010 menggelontorkan dana 46 juta dolar AS untuk pembuatan dua pesawat. Selain unggul dalam pengangkutan barang, K-MAX juga dapat beroperasi dalam kondisi pertempuran yang tercemar oleh bahan-bahan kimia, biologi dan radio aktif.
Pada 2011, pesawat pertama selesai dibuat. Untuk menguji ketangguhannya, pesawat dibawa ke Afghanistan dan dicoba di medan pertempuran selama lima hari, atau disebut dengan Quick Reaction Assessment.
Perlu diketahui K-MAXmerupakan helikopter tanpa awak pertama yang digunakan untuk angkutan kargo. Dalam uji coba ini pesawat dapat mengangkut perlengkapan militer dan bahan makanan seberat kurang lebih 1.500 kg menuju pos militer di Kamp Dwyer.
Pada 31 Juli 2012, Lockheed Martin menyerahkan pesawat kedua ke Marinir AS. Hingga Februari 2013, K-MAX telah melakoni pengantaran kargo dan misi tempur sebanyak 600 kali. Helikopter itu tercatat telah membawa kargo 2 juta pon dalam 700 jam terbang.
Sayang pada 5 Juni 2013, salah satu dari heli mengalami kecelakaan saat melakukan misi angkutan perbekalan untuk Marinir AS. Dalam investigasi dinyatakan bahwa penyebabnya adalah kesalahan pilot.
Tak lama setelah kecelakaan tersebut, AL AS memutuskan untuk menghentikan seluruh operasi pesawat yang masih dalam taraf uji coba ini.
Namun Marinir AS punya pemikiran berbeda. Mereka berpendapat bahwa pesawat ini masih berguna untuk sarana angkutan dari kapal laut ke daratan. Marinir yang pertama kali mengoperasikan, sekaligus menguji cobanya mengatakan bahwa penggunaan heli UAS merupakan prestasi tersendiri.
Di luar Marinir AS, pihak House Armed Serviced Committee mengusulkan kepada AD AS untuk melihat heli UAS ini. Karena dianggap memiliki kelebihan untuk pengangkutan kargo dengan mampu mengangkut muatan seberat 2.270 kg dalam satu kali angkut.
Pada Februari 2014, Marinir AS kembali menguji K-MAX di Quantico dan sukses mendaratkan K-MAX hanya mengunakan sebuah iPad.
Saat itu heli telah dipasangi sistem AACUS (Autonomous Aerial Cargo/Utility System) yang dikombinasikan dengan peralatan LIDAR (Light Detection And Ranging).
Dengan sistem pendaratan seperti ini maka tidak lagi diperlukan pengendalian dari jarak jauh. Sehingga lebih mengecilkan lagi kemungkinan terjadinya kecelakaan karena kesalahan pilot di darat.
Selama uji coba selama enam bulan di Afghanistan, K-MAX mampu mengakut kargo seberat 2.250 ton. Setelah menyelesaikan uji coba tersebut, pesawat dikembalikan ke fasilitas Lockheed Martin di Owego, New York.
Walaupun hingga kini Marinir AS baru mengoperasikan satu unit K-MAX, Lockheed Martin dan Kaman merasa optimis terhadap masa depan K-MAX. Karena selain biaya operasionalnya yang murah, pesawat ini juga dapat digunakan untuk mendukung penyerangan, perang elektronik dan sebagai pemadam kebakaran. Harzan DJ/Remigius S.
Sumber : http://angkasa.grid.id/