Formasi Finger Four |
Pada 15 Juli 1938, langit Kota Algar di selatan Spanyol terlihat sebuah pesawat Polikarpov I-15 yang terbang menukik ke daratan dengan diselimuti asap hitam, jatuh dan menewaskan pilotnya.
Ini adalah sebuah prestasi kill pertama pesawat tempur Bf-109C-1 yang dipiloti Oberleutnant Werner Molders dalam Perang Saudara Spanyol. Tiga bulan sebelumnya, Molders akan menjadi top ace “Legion Condor” dalam peperangan ini dengan membukukan 14 kill yang dikumpulkannya dari 15 Juli hingga 3 November.
Dengan pengalaman tempur melawan pesawat-pesawat Republik yang rata-rata buatan Soviet, Molder segera mendapat reputasi sebagai pilot dan juru taktik yang andal. Salah satunya adalah mengembangkan formasi Schwarm Vierfinger atau Finger Four.
Formasi ini di kemudian hari menjadi formasi standar pesawat tempur Luftwaffe dalam Perang Dunia II.
Meski mulai dikenal lewat kemampuan Molder di Spanyol, formasi ini ternyata diklaim hanya menyempurnakan formasi Finger Four yang terlebih dahulu dikembangkan AU Finlandia pada 1934-1935.
Sebenarnya Molder mengembangkan taktik dua pesawat yang disebut Rotte, sebagai unit tempur paling dasar. Rotte terdiri dari leader (rottenfuhrer) dan wingman (katchmarek).
Rotte sebenarnya diambil dari formasi tempur ace Jerman pada PD I, yaitu Oswald Boelcke dengan wingman Max Immelmann pada 1915. Ketika itu wingman terbang di samping sambil menjaga jarak sejauh 200 yard (sekitar 182 meter).
Dalam misinya, leader akan bertindak sebagai penyerang dan wingman bertugas mendeteksi pesawat musuh yang datang serta melindungi leader pada saat menyerang. Pada saat itu, pertempuran udara sering terjadi satu lawan satu, sehingga formasi dua pesawat yang saling melindungi ini menjadi duet yang sulit dijatuhkan.
Konsep Rotte ini dikembangkan kembali menjadi satu Schwarm yang terdiri dari dua Rotte atau formasi empat pesawat.
Dalam formasi Schwarm, tiap Rotte tetap akan menjaga jarak sejauh 200 yard yang selaras dengan radius putaran pesawat tempur. Hal ini untuk menjaga kemampuan manuver tiap pesawat sehingga formasi ini menjadi lebih fleksibel dalam menghadapi duel udara.
Jarak yang longgar antar pesawat dapat memaksimalkan pandangan ke arah datangnya musuh daripada harus fokus mempertahankan formasi.
Dalam taktik Finger Four, flight leader berada di tengah formasi. Pesawatnya berada paling depan, diapit oleh wingman di bagian kiri dan element leader (leader Rotte kedua) di kanan. Sedangkan wingman Rotte kedua berada di ujung kanan.
Dalam suatu pertempuran udara, Schwarm akan pecah menjadi dua pasangan yang saling membantu dan masing-masing mempunyai keleluasaan dalam menyerang. Konsep Finger Four adalah satu Rotte menyerang dan satu Rotte lainnya bertahan, Ini dilakukan secara bergantian.
Jika berhadapan dengan pesawat musuh, doktrin utama formasi Finger Four adalah menyerang dengan kecepatan tinggi atau paling tidak harus lebih cepat dari pesawat yang akan disergap.
Hal ini dapat memaksimalkan efek kejutan serta mengurangi kemampuan musuh mendeteksi. Manuver yang lebih baik membuat para pilot Luftwaffe cepat mendapatkan posisi tembak, disamping juga cepat dalam menghindari tembakan musuh.
Dalam doktrin Luftwaffe, jika mempunyai pesawat yang lebih cepat maka para pilot disarankan untuk menanjak dengan cepat dan menukik menyerang sisi samping formasi musuh.
Tanjakan serta menukik akan memberikan tambahan kecepatan bagi pesawat. Pilot juga diperintahkan menembak jika jarak sudah dekat dan menitikberatkan untuk menembak pesawat musuh sebanyak-banyaknya dalam sekali serangan kejutan.
Formasi ini memberi keleluasaan para leader untuk fokus dalam mengacaukan formasi pesawat musuh.
Dalam bertahan, formasi Finger Four memberi pandangan visual yang lebih baik untuk mengantisipasi serangan dari segala arah tanpa mengurangi kecepatan. Pandangan visual merupakan satu-satunya panca indera yang dipunyai pilot tempur pada PD II, karena mereka tidak dapat mendengar datangnya pesawat musuh yang datang dalam kecepatan tinggi.
Leader tetap fokus pada pandangan ke depan, sedangkan konsentrasi wingman diarahkan untuk mengantisipasi serangan dari samping.
Jika disergap tanpa diketahui maka Schwarm akan pecah dengan cepat sehingga memberi keleluasaan tiap Rotte dalam bertahan dan juga merebut inisiatif serangan. Itulah salah satu keunggulan dari jarak antar pesawat yang cukup jauh sehingga mengurangi terjadinya gesekan saat Schwarm terpecah oleh sergapan musuh.
Dalam hal ini, pesawat diharuskan tetap bersama pasangan Rotte mereka dan tidak terpencar.
Melihat peran leader yang sangat penting, membuat Luftwaffe lebih mengutamakan pengalaman tempur dan skill daripada berdasarkan pangkat dan senioritas dalam pemilihan leader. Berbeda dengan formasi Finger Four Jerman, Finlandia melatih semua pilotnya menjadi leader karena mereka mengadopsi peraturan bahwa pilot yang pertama berhasil mendeteksi pesawat musuh akan otomatis menjadi leader dari formasi.
Formasi ini berhasil dilaksanakan Finlandia dalam Winter War 1939-1940 dengan Soviet. Finger Four berhasil mengalahkan taktik lama formasi Vic/Vee (tiga pesawat) yang terbang dengan rapat.
Dalam Perang Sipil Spanyol, sebenarnya Jerman masih mengadopsi formasi Vee yang disebut sebagai formasi Kette hingga akhirnya diubah Molder.
Tapi pada masa awal PD II, formasi ini masih diadopsi oleh banyak negara Sekutu, salah satunya oleh komando pesawat tempur AU Inggris yang kemudian akan menghadapi formasi Finger Four Luftwaffe dalam Battle of Dunkirk dan Battle of Britain.
Dalam pertempuran udara terbesar dunia itu, formasi Vee menjadi efektif saat menyerang formasi pembom Luftwaffe yang rentan, tapi dengan satu catatan jika tidak terlindungi formasi pesawat tempur.
Dalam sergapan ke formasi pembom, formasi Vee dapat memberikan kekuatan tembakan yang lebih kuat karena formasi rapat ini dapat menembak bersama ke satu target.
Tetapi jika berhadapan dengan pesawat tempur Messerschmitt Me-109 Jerman, pesawat tempur Inggris dengan formasi lamanya tidak berkutik.
Berbeda dengan Finger Four, formasi Vee terdiri dari tiga pesawat yang terbang berdekatan sehingga saat situasi tempur hanya pesawat leader yang mempunyai kemampuan melakukan serangan sedangkan dua sisanya fokus mengikuti gerak leader dan mempertahankan formasi.
Dalam hal ini, jelas formasi Vee mengurangi fleksibilitas dan manuver yang merupakan dua hal sangat vital bagi pesawat tempur.
Salah satu contohnya adalah berbelok. Saat leader melakukan belokan maka dua pesawat pengiring harus mengurangi kecepatan sembari mengikuti belokan dan menjaga formasi.
Kesalahan dalam kecepatan dapat membuat formasi pecah sehingga para pilot harus konsentrasi penuh bermanuver dan tidak waspada akan datangnya pesawat musuh. Sekali formasi pecah maka pesawat akan terbang secara individual, yang akan mudah dirontokan pemburu musuh.
Maka itulah, AU Inggris mengeluarkan perintah keras akan memberikan hukuman kepada pilot yang meninggalkan formasi dalam pertempuran.
Namun demikian, AU Inggris akhirnya melihat bahwa formasi Finger Four lebih unggul sehingga mulai bertahap melatih pilotnya mengadopsi formasi ini pada akhir 1941. Sehingga sewaktu PD II sudah menyempit ke daratan Eropa, komando pesawat tempur AU Inggris mampu bertempur secara seimbang dengan Luftwaffe.
Formasi Finger Four juga akhirnya diadopsi AL Amerika yang lantas memodifikasinya menjadi formasi Thach Weave pada Perang Pasifik atau Fighting Pair, meniru konsep Rotte dengan dua pesawat. Alexandro Aji Surya Utama
Sumber : http://angkasa.grid.id/