JDAM (Joint Direct Attack Munition) |
Operasi militer AS dan sekutu-sekutunya di Irak dan Suriah yang mengandalkan pemboman dengan presisi tinggi telah meningkatkan permintaan akan munisi pintar tersebut.
Boeing selaku kontraktor pembuat bom-bom pintar termasuk JDAM (Joint Direct Attack Munition) bak ketiban pulung. Dengan ratusan bom dijatuhkan setiap harinya di Timur Tengah, militer AS pun harus menjaga stok arsenal mereka agar jangan sampai kehabisan bom.
AU AS sendiri pada bulan Desember 2015 mengungkapkan bahwa stok munisi pintar mereka berkurang banyak karena tempo operasi Inherent Resolve yang dilangsungkan sejak 2014 memang sangat tinggi.
Tidak hanya digunakan oleh jet-jet tempur dan pembom AU AS, Amerika Serikat juga harus memasok munisi kepada angkatan udara negara-negara sahabat yang ikut urun kekuatan mengebom ISIS.
Order dalam jumlah besar dikirimkan kepada Boeing. Permintaan ini membuat Boeing meningkatkan lini produksinya sampai dua shift di fasilitas produksinya, dengan tingkat produksi 150 bom utuh per hari. Ini masih ditambah lagi dengan lebih dari 100 kit sirip kendali untuk dipasangkan ke bom.
Pembeli JDAM memang punya opsi untuk membeli bom secara utuh, atau membeli sistem kendalinya untuk dipasang ke bom konvensional (iron bomb) yang mungkin sudah bisa dibuat di dalam negeri oleh negara pembeli.
Seperti dikatakan oleh Cindy Gruensfelder selaku Direktur Bidang Munisi Pintar, Boeing sudah mulai menerapkan peningkatan produksi pada Juli 2016. Ia mengaku, pabriknya bisa memproduksi sebanyak 130 kit JDAM per hari secara konstan untuk mengejar pesanan.
Fasilitas Boeing di Chicago bahkan baru-baru ini merayakan pencapaian produksi 300.000 unit JDAM. Masih menurut Boeing lagi, AU AS rata-rata menjatuhkan 80 unit JDAM per harinya di berbagai tempat
Jumlah tersebut terbilang sangat tinggi, mengingat JDAM memiliki akurasi yang presisi. Pengguna JDAM sendiri terdiri dari AU dan AL AS, plus 17 angkatan udara negara sahabat AS.
Boeing mengakui bahwa mereka sudah menyerahkan lebih dari 18.000 bom JDAM utuh kepada AU dan AL AS.
Boeing juga berusaha meningkatkan kemampuan JDAM dengan memampukan bom berpemandu laser ini untuk menyerang sasaran yang bergerak melalui program DAMTC (Direct Attack Moving Target Capability).
Program ini akan membutuhkan laser penjejak sasaran yang memiliki kemampuan mengunci objek di darat dan menjejaknya terus-menerus sampai JDAM bisa menghantamnya dengan telak.
Selain JDAM, Boeing juga menerima peningkatan pesanan untuk produk SDB (Small Diameter Bomb) GBU-39, dengan pesanan sebanyak 5.000 unit dari AU AS untuk tahun 2018.
Selama ini, pesanan SDB hanya 1.000 unit per tahun sehingga dapat dikatakan bahwa pesanan dari AU AS ini mencapai peningkatan 500%, belum lagi opsi produksi sebanyak 8.000 unit untuk tahun 2019. Aryo Nugroho
Sumber : http://angkasa.co.id