![]() |
Panser BTR-60PB + Kubah Tank T-54 |
Kala dihadapkan dengan keterbatasan, maka solusi apapun bisa jadilah. Begitu pula yang terjadi dalam hal militer. Kuba, si anak nakal dari Karibia, nekat menentang Amerika Serikat di halaman belakangnya sendiri dalam puncak Perang Dingin.
Sebagai akibatnya, embargo pun dihadiahkan pada Kuba. Walaupun secara normatif memang dekat dengan Blok Timur, Kuba tidak punya uang karena tidak bisa menyelenggarakan perdagangan. Makin kesini, kesiapan alutsista pun juga makin turun saja. Maka, kanibal pun jadi jalan keluar.
Bagi Kuba, cara kanibal peralatan militernya juga tidak biasa. Panser BTR-60PB yang memiliki konfigurasi 8x8, dikawinkan dengan kubah tank T-54 yang sudah tidak ada suku cadangnya lagi. Perkawinan dua jenis alutsista beda kasta ini akhirnya menghasilkan kendaraan tempur yang unik, panser dengan kemampuan gempur anti tank. Dari segi struktur, hal ini dimungkinkan karena mesin BTR-60PB sendiri terpasang di belakang, sementara di bagian tengah diisi untuk pasukan.
Sebenarnya pun, mengubah panser angkut pasukan menjadi format penghancur tank alias tank destroyer adalah sesuatu yang biasa pada masa sekarang ini. Centauro dari Italia menjadi contohnya. Tetapi bagi Kuba, yang sudah mengawinkan BTR-60PB dan T-55 sejak tahun 1980an, ini merupakan sesuatu yang boleh jadi ganjil di masa ketika inovasi itu keluar di hadapan publik.
Bayangkan saja, kubah T-54/55 yang besar itu nyaris melewati tepian atap BTR-60PB yang menjadi inangnya yang baru. Bagian-bagian yang tidak penting di BTR-60PB seperti pintu keluar-masuk pasukan, dihilangkan supaya menghemat bobot. Pada versi berikutnya, bentuk kubah dipotong pada bagian depannya untuk mempermanis bentuk dan menghemat bobotnya.
Tapi tetap saja, melihat kubah tank nangkring di atas panser BTR-60PB tetap akan membuat geleng-geleng kepala. Apalagi dimensi kubah tersebut diperbesar, karena di bagian belakang dipasangi dengan kotak bustle yang dilas ke kubah untuk menyimpan cadangan peluru, sehingga jumlah pelurunya bertambah. Bustle tersebut dilengkapi pintu yang bisa dibuka dari arah belakang sehingga peluru bisa dimuat dari luar.
Modal utama BTR-60PB versi penghancur tank ini tentu saja adalah meriam D-10T2S kaliber 100mm bawaan T-54/55. Meriam ini adalah meriam tank operasional pertama Blok Timur pasca Perang Dunia II. Sejarahnya bisa ditelusuri dari meriam kapal S-34 yang dimodifikasi untuk platform darat.
Dengan ulir pada bagian dalam laras, meriam ini mampu melesatkan peluru APDS dengan daya penetrasi 164mm baja dari jarak 1.000 meter. Untuk ukuran Perang Dunia II meriam ini sudah bagus sekali, karena mampu menjebol tank sekelas Panther milik Jerman.
Meriam yang terpasang di atas BTR-60PB ini kelihatannya masih mempertahankan sistem stabilisasi dua sumbu STP-1 Tsyklon untuk membantu penembakan saat bergerak. Selama Kuba bisa memperoleh amunisi tipe HEAT (High Explosive Anti Tank) dan APDS (Armor Piercing Discarding Sabot) untuk meriam D-10T2S, seharusnya meriam 100mm ini masih trengginas untuk menjalankan misi tempur.
Ubahan ekstrim pada BTR-60PB ini memang mau tidak mau akan menurunkan performa seperti kecepatan puncak yang turun, akselerasi yang lambat, serta titik berat kendaraan yang berubah. Mau apa lagi, soalnya kubah tank memang berat. BTR-60PB yang punya kemampuan renang pun jadi hilang ketika ditambahi kubah tank tersebut.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Kuba ini sekarang menjadi jamak, mengingat tren dunia malah mengarah ke panser 8x8 yang dijadikan platform penghancur tank. Iran juga melakukan hal yang sama, memodifikasi BTR-60 dengan kubah tank M-47 eks Amerika Serikat. Bahkan dalam proses penelitian dan pengembangan panser kanon Badak, Pindad pernah menggunakan kubah tank ringan Scorpion-90 sebagai kubah untuk panser kanon. (Aryo Nugroho)