Ilustasi |
Bersamaan dengan pensiunnya pesawat intai supersonik SR-71 Blackbird, Amerika Serikat menutup kisah pengabdian panjang pesawat intai paling legendaris dalam sejarah AU AS dan CIA. Si burung hitam begitu hebat, berani memasuki wilayah Uni Soviet tanpa bisa terkejar. Sumbangsihnya besar dalam menghasilkan foto yang andal untuk bahan analisis intelijen.
Ketika musuh naik untuk mencegat, seketika itu pula SR-71 berbelok, memasang afterburner, dan keluar dari wilayah musuh sebelum radar bisa menguncinya. Kiprah SR-71 terhenti begitu MiG-31 Foxhound masuk dalam jajaran dinas aktif. Bisa terbang lebih tinggi dan mempertahankan kecepatan lebih lama, MiG-31 seketika menjadi ancaman nyata. Kalau dipaksakan, bukan tak mungkin SR-71 juga akan jadi korban.
Namun bukan Amerika Serikat namanya kalau mereka berpangku tangan. Kalau SR-71 sudah tersaingi, maka buat pesawat yang lebih baru saja. Maka Divisi rahasia Skunk Works milik Lockheed Martin pun membuat sebuah proyek rahasia bernama SR-72, sebuah platform ambisius yang dapat menjalankan fungsi serang strategis dan juga intai sekaligus.
SR-72 didesain sebagai sebuah pesawat dengan kemampuan mencapai kecepatan hipersonik, atau di atas 6 kali kecepatan suara, atau melebihi 7.000 km/jam. Dengan kecepatan ini, jarak Jakarta-Surabaya dapat ditempuh hanya dalam waktu lima menit saja. Atau dalam bahasa Lockheed Martin, dari California ke Pyongyang, hanya dalam waktu satu setengah jam.
Bentuk SR-72 didesain dengan hidung yang lancip, dan bentuk seperti sayap terbang (flying wing). Karena mengutamakan aerodinamika, pesawat ini didesain tanpa kokpit sehingga pesawat harus dikendalikan dari jarak jauh.
Dengan kecepatan hipersonik, dipercaya bahwa musuh tidak bisa sembunyi sistem pertahanan lawan tidak memiliki kecepatan reaksi yang memadai saat SR-72 memasuki wilayah udara lawan. Kecepatan rudal anti pesawat yang ada saat inipun tidak akan pernah sanggup mengejar SR-72 yang terbang tinggi.
Kemampuan SR-72 mencapai kecepatan hipersonik dicapai berkat penggunaan mesin jet konvensional ditambah dengan motor roket yang bekerja secara bersama-sama (combined cycle engine). Lockheed Martin sendiri sudah lama bereksperimen dengan wahana uji Falcon HTV-2, yang mampu mencapai kecepatan Mach 20 atau 20 kali kecepatan suara.
Untuk memastikan bahwa SR-72 dapat bekerja dengan mesin baru tersebut, Lockheed Martin berpartner dengan Aerojet Rocketdyne sejak 2006 untuk membuat mesin baru tersebut. Targetnya, pada 2020 perusahaan bisa mewujudkan FRV (Flight Research Vehicle) sebuah model skala tetapi dengan mesin yang benar-benar bisa bekerja untuk validasi atas kemampuan yang ditawarkan.
Tantangan terbesar selain mesin adalah menciptakan material komposit yang mampu menahan gesekan, memuai, dan suhu yang ekstrim begitu pesawat mencapai kecepatan hipersonik. Tidak hanya kulit, Lockheed Martin juga harus mencari cat yang mampu melapisi logam SR-72 dengan aman, dan ini adalah salah satu tantangan besar lainnya.
Betapapun, Lockheed Martin Skunk Works punya sejarah panjang mampu melahirkan pesawat-pesawat intai hebat. Berkat tangan dingin Kelly Johnson, U-2 Dragon Lady yang pernah mampir ke Indonesia, dan SR-71 Blackbird melanglang buana memenuhi kebutuhan informasi intelijen AS. Bukan tak mungkin SR-72 akan mengikuti jejak tersebut. (Aryo Nugroho)