Pengkhianatan G30S/PKI |
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) menginstruksikan seluruh prajuritnya untuk menggelar nonton bareng film Pengkhianatan G30S/PKI. Instruksi yang ditujukan untuk seluruh jajaran TNI AD di daerah ini menyebar lewat pesan singkat.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Wuryanto membenarkan informasi ini. "Tanggal 30 September merupakan momen yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Saat ini banyak sekali upaya pemutarbalikan fakta sejarah peristiwa 30 September 1965," kata Wuryanto melalui pesan singkat, Jumat, 15 September 2017.
Wuryanto berpendapat pemutaran film ini penting untuk mengajak generasi muda membaca sejarah. Ia menilai, sejak era reformasi sejarah, Pancasila, dan budi pekerti kurang diajarkan di bangku sekolah. Dia juga menyebutkan sejumlah alasan lain yang mendasari lembaganya perlu mengajak masyarakat menonton film tersebut.
"Upaya oleh sekelompok orang untuk pencabutan TAP MPRS No XXV/1996, upaya mendorong pemerintah minta maaf kepada PKI, dan lainnya," kata dia.
Maka dari itu, menurut Wuryanto, TNI perlu memerintahkan kepada seluruh prajuritnya untuk menonton kembali film G30S/PKI.
Film Pengkhianatan G30S/PKI dibuat di era Presiden Soeharto, tepatnya pada 1984. Film ini mengisahkan pemberontakan anggota Partai Komunis Indonesia yang, menurut sejarah versi pemerintah, terjadi pada 30 September 1965. Arifin C. Noer menjadi penulis naskah sekaligus sutradara film tersebut.
Di era Orde Baru, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI wajib diputarkan dan ditonton di televisi tiap 30 September. Seluruh sekolah juga mengharuskan murid-muridnya menonton film dan meresensi film tersebut. Pada 1998, bersamaan dengan lengsernya kekuasaan Orde Baru, peraturan tersebut dihapus.
Pengkhianatan G30S/PKI adalah sebuah film kontroversial. Film ini disebut sebagai upaya pembelokan sejarah demi kekuasaan dan hegemoni massal kepemimpinan Soeharto. Setelah Orde Baru runtuh, banyak pihak buka suara mempertanyakan keabsahan narasi sejarah yang dibangun pemerintah dalam menggambarkan peristiwa 30 September 1965 itu.
Sumber : https://www.tempo.co/