Denel NTW-20 |
Biarpun dilanda embargo senjata akibat kebijakan apartheid yang diterapkan, Afrika Selatan pra-1990 tidak lantas mati kutu dalam urusan pertahanan negaranya. Rupanya, selain jet tempur Cheetah dan heli Rooivalk, Afsel juga bisa melahirkan senapan anti material, yang terwujud dalam NTW-20.
Pengembangan awal NTW-20 jatuh di tangan perancang senjata jempolan dari Afsel, Tony Neophytou, yang terkenal dengan rancangan senapan tabur Neostead. Uniknya, pabrikan Aerotek yang menangani pengembangan senapan ini di tengah jalan diakuisisi oleh divisi Mechem dari grup pabrikan Denel, sehingga NTW-20 keluar dengan embel-embel Mechem di depannya.
Dilihat dari kelasnya, NTW-20 sebenarnya lebih pas untuk masuk ke kelas senapan anti material. Filosofi pengembangannya berfokus kepada penggelaran di padang Afrika yang luas dan terbuka, sehingga tentu saja diperlukan sebuah senapan yang mampu menjangkau lawan sebelum musuh sempat bereaksi.
Hebatnya, NTW-20 memiliki kemampuan untuk menembakkan dua proyektil yang berbeda, yaitu 20 mm, dan 14,5x114mm Russian. Khusus munisi 20 mm, yang dipakai adalah peluru 20x83,5 mm eks senapan anti pesawat Jerman MG-151 pada era Perang Dunia II. Peluru untuk MG-151 20 mm dibangun dari basis MG151 15 mm dengan kelongsong yang diperbesar (necked out) sehingga bisa dimuati lebih banyak mesiu untuk meningkatkan daya gebuknya.
Perubahan yang dilakukan sendiri oleh pabrikan Waffenfabrik Mauser pada 1940 ini didasari oleh laporan mengenai mandulnya MG151 15 mm pada Me109 varian F-1 dan 2. Biarpun kalibernya membesar, panjang total munisi 20 mm tetap sama dengan 15 mm untuk mempermudah konversi di lapangan. Akibatnya, kecepatan MG151/20 turun 16%. Akan tetapi, penurunan ini dikompensasi dengan kenaikan muatan bahan peledak HE sebesar 30%.
Dari data statistik Luftwaffe pada Perang Dunia II, hanya diperlukan 18-20 tembakan untuk merontokkan pesawat bomber sekelas Lancaster Bomber, dan butuh empat hit saja untuk menjatuhkan pesawat pemburu. Tidaklah mengherankan bila kanon ini menjadi senjata standar pesawat bomber dan pemburu Jerman seperti BF109 G-6, FW190, dan Ju 290.
Setelah menghilang paska kekalahan Nazi dalam PD II, kaliber ini lantas muncul lagi, tidak sebagai munisi kanon pesawat, tapi sebagai munisi kanon darat seperti Vektor GA1 dan tentu saja senapan anti material NTW-20. Saat ini, tercatat hanya satu pabrikan yang masih membangun munisi 20 mm, yaitu Pretoria Metal Pressings. Jenis-jenis hulu ledak yang tersedia adalah HEI, HEI-T, SAPHEI dan Inert (Practice). Jadi terbayang bukan, seberapa mengerikannya NTW-20 apabila menggunakan peluru 20mm?
Soal kemampuan, tak perlu ditanya. Ranpur ringan macam keluarga BTR dan BMP pasti bisa dilibas dari segala penjuru, begitu pula dengan keluarga gres Stryker milik AS. Pilihan pelurunya pun cukup beragam, mulai dari jenis HE (High Explosive), fragmentasi, sampai peluru bakar (High Explosive-Incendiary).
Untuk memilih antara peluru 14,5mm untuk tembak runduk atau 20mm untuk anti material, semuanya cukup dilakukan melalui penggantian laras, bolt, dan magasen, yang semuanya hanya memerlukan waktu kurang dari satu menit di tangan operator yang terlatih. Sebagai senapan bolt action yang menembakkan peluru berkaliber besar, wajar kiranya jika bolt pada NTW-20 sampai harus memiliki enam lug pengunci untuk membantu menahan gaya tekanan yang sangat besar dari kamar peluru.
Selain itu, sistem pasok peluru pada NTW termasuk unik, karena menganut model magasen horisontal (seperti pada sten gun) yang dimasukkan dari sisi kiri. Pilihan ini juga terasa masuk di akal, karena bobot peluru besar yang di atas rata-rata tentu akan membuat pegas sulit beroperasi dengan andal andaikata harus beroperasi melawan gravitasi seperti halnya pada magasen konvensional yang dipasang secara vertikal dari arah bawah.
Pertanyaan yang timbul selanjutnya, bagaimana NTW-20 meredam daya tolak balik yang dihasilkan peluru 20 mm sehingga bisa ditahan oleh tubuh manusia? NTW-20 rupanya punya tiga jurus jitu untuk menanganinya. Pertama, sistem yang disebut dengan hydraulic double acting damper, yang berupa katup dan perluasan kamar peluru untuk menahan pemuaian tekanan yang dihasilkan oleh tembakan peluru 20 mm.
Tabung hidrolis ini dari luar berbentuk tabung menonjol yang ada di bawah laras. Ketika terdorong oleh gaya tolak balik ke belakang, laras ‘dipaksa’ menarik piston hidrolis yang diisi pelumas, sehingga gerakannya melambat dan hentakannya berkurang.
Jurus kedua, ada pegas penahan (buffer spring) ganda pada bagian bawah-belakang receiver yang menempel ke popor belakang. Pegas penahan ini adalah benteng lapis kedua yang menangani efek tolak balik setelah batang piston hydraulic damper sudah berada di titik puncak peregangannya.
Kedua benteng ini membentuk sistem kontinyu yang tidak terputus, sehingga tekanan gaya tolak balik dapat disebar dalam rentang waktu yang lebih panjang agar penembak tidak merasakan tekanan yang terlalu besar. Terakhir, jurus ketiga berupa muzzle brake dua tingkat yang membantu menyalurkan kilatan api penembakan dan sebagian gaya tolak balik ke arah depan.
Bagi para pembeli yang mengakuisisi NTW-20, Mechem sudah menyediakan paket lengkap, mulai dari fixed carry handle dan kaki-kaki yang sudah jadi standar, laras pengganti, sampai teleskop standar bawaan dengan kemampuan 8x. Teleskopnya sendiri sepertinya didesain dengan model scout profile, karena memiliki eye relief (jarak mata dan lensa) yang cukup jauh.
Jika tidak puas, pembeli tentu saja berhak menggunakan teleskop dengan magnifikasi yang lebih besar, mengingat peluru 20 mm tentunya memiliki jarak jangkau yang lebih jauh dibandingkan dengan 14,5 mm atau .50 BMG. Yang paling oke, NTW-20 bisa diurai menjadi bagian-bagian yang bisa diangkut menggunakan dua ransel besar berbobot masing-masing 15 kilogram, sehingga minimal bisa dioperasikan tim sniper berjumlah dua orang.
Tidak salah kiranya bila Kopaska TNI AL dan Paskhas TNI AU menjatuhkan pilihan pada NTW-20 sebagai senapan anti material pilihan. Didukung kaliber yang besar, senapan ini menjadi platform multifungsi untuk berbagai aplikasi kemiliteran dan mampu menjangkau jarak yang jauh, mengingat tipikal operasi yang diemban oleh kedua kesatuan khusus ini. (Aryo Nugroho)
Sumber : https://c.uctalks.ucweb.com/