Mayoritas Perusahaan Pertahanan Rusia Dicekal AS, Ini Dampaknya Pada TNI - Radar Militer

30 Oktober 2017

Mayoritas Perusahaan Pertahanan Rusia Dicekal AS, Ini Dampaknya Pada TNI

BMP 3 Marinir TNI AL
BMP 3 Marinir TNI AL 

Melanjutkan paparan admin pada tulisan kemarin mengenai perusahaan-perusahaan industri pertahanan Rusia yang dihajar sanksi oleh Departemen Luar Negeri AS, akhirnya Deplu AS mengeluarkan daftar lengkap perusahaan-perusahaan Rusia tersebut yang dimasukkan dalam daftar CAATSA Section 231(d) Defense and Intelligence Sectors of the Government of the Russian Federation atau pelaku industri sektor intelijen dan pertahanan Negara Rusia.
Seperti bisa diduga, seluruh perusahaan industri pertahanan utama Rusia masuk ke dalam daftar cekal tersebut, seperti dapat dilihat pada gambar di atas. Sektor pertahanan darat, laut, udara, dari pembuat senapan serbu, kapal perang sampai dengan pesawat tempur, semua tidak ada yang lolos dari sanksi. Sebut saja nama-nama populer seperti Kalashnikov Concern JSC, KBP Instrument Design Bureau, Rosoboronexport OJSC, Rostec, United Aircraft Corporation (UAC), Russian Helicopters JSC, Mikoyan Guryevich (MiG), dan Sukhoi Aviation JSC.
Dalam paparannya di depan para wartawan, Departemen Luar Negeri AS dengan tegas menyatakan akan menjatuhkan sanksi ke negara manapun yang berani bertransaksi secara signifikan dengan entitas perusahaan industri pertahanan Rusia di atas. Departemen Luar Negeri AS tidak mau secara gamblang menyebutkan kriteria transaksi signifikan tersebut, melainkan menggunakan beberapa kategori penilaian.
Kategori tersebut mencakup seberapa besar ukuran transaksi, jenis barang-barang pertahanan yang dibeli oleh negara pembeli dari Rusia, dan tidak lupa keamanan nasional dan kepentingan kebijakan luar negeri dari Amerika Serikat terhadap transaksi tersebut. Jadi dalam hal ini penilaian bahwa transaksi tersebut memiliki kepentingan transaksi yang signifikan adalah sesuatu yang sangat subjektif sifatnya berdasarkan kepentingan Amerika Serikat sendiri.
Artinya, Amerika Serikat bisa dengan seenaknya sendiri menarik tali kekang; ketika Paman Sam melihat bahwa sebuah negara orbitnya menjadi terlalu dekat dengan Rusia, maka AS bisa saja langsung menghantam lembaga keuangan atau investasi yang berurusan dengan Rusia tersebut, yang akhirnya bisa saja membuat perekonomian negara tersebut menjadi timpang dan lumpuh.
Jika melihat komentar pembaca pada tulisan admin terdahulu, yang rata-rata menyebutkan bahwa Indonesia tidak perlu akan terpengaruh oleh sanksi dari AS, ketahuilah bahwa seluruh lembaga finansial di Indonesia, tanpa terkecuali, bekerjasama dan tunduk pada sanksi yang dikeluarkan oleh lembaga internasional, termasuk Amerika Serikat.
Tidak percaya? Tengok saja aturan terbaru FATCA (Foreign Account Tax Compliance Act), yang merupakan kebijakan sepihak dari Pemerintah AS yang memerintahkan agar setiap negara di dunia melaporkan apakah ada warga negara AS yang memiliki rekening dana yang disimpan di negara-negara lain. Sanksi bagi negara yang tidak mau menerapkan penelisikan informasi tersebut adalah pengenaan pajak besar yakni 30% atas dana milik perusahaan keuangan yang ada dan dikeluarkan dari AS jika ada perusahaan keuangan yang tidak patuh.
Indonesia, bersama negara-negara lain yang mayoritas punya kepentingan dengan AS pun patuh dan bahkan melapor ke US IRS (Internal Revenue Services) atau Dinas Pajak AS untuk nama-nama WNA AS yang punya rekening di Indonesia. Bercermin dari ketentuan tersebut, ketentuan apapun yang akan dikenakan oleh AS terkait perusahaan Rusia yang akan dikenai CAATSA Section 231(d) tersebut sudah pasti akan dipatuhi oleh lembaga keuangan nasional dan Internasional di Indonesia, walaupun sekali lagi, belum tentu AS akan memperlakukan sanksi yang keras untuk Indonesia mengingat kepentingan AS yang besar di negara ini.
Dampak besarnya adalah, apabila Amerika Serikat ingin mempermainkan Indonesia, bisa saja Paman Sam mengunci keberadaan alutsista Rusia di Indonesia dengan menggunakan sanksi ini. Tidak hanya pembelian pesawat tempur baru seperti Su-35 Super Flanker, akan tetapi juga pembelian suku cadang yang sangat penting untuk memastikan bahwa alutsista Rusia di TNI dapat beroperasi untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia.
Untungnya, TNI sendiri masih mengingat dengan baik pelajaran pahit embargo dari AS pada 1999. Kerjasama dengan negara lain yang bisa melakukan perbaikan, perawatan, maupun peningkatan kemampuan alutsista Timur seperti Ukraina dan Belarusia sudah dijajaki dan bahkan sebagian telah dikerjasamakan secara riil. Artinya walaupun sanksi ini bisa jadi kedepannya akan berpengaruh, tidak akan pernah bisa mematikan kesiapan TNI secara penuh. (Aryo Nugroho)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb