Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo |
Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal menyerukan nonton bareng (nobar) film G30S PKI beberapa waktu lalu, masih memunculkan polemik di media sosial (medsos).
Mantan Kepala Staf Umum TNI Letnan Jenderal (Purn) Suryo Prabowo melalui akun Facebooknya mengatakan, fenomena yang menimpa Jenderal Gatot kondisinya dinilai sama dengan sewaktu tahun 1965.
Di mana para jenderal difitnah mau mengkudeta Presiden Soekarno dengan pembentukan Dewan Jenderal. Analisa tersebut disampaikan oleh Mantan Kepala Staf Umum TNI Letnan Jenderal (Purn) Suryo Prabowo melalui akun Facebooknya.
Menurut dia dalam tulisannya di Facebook disebutkan ketika TNI AD selalu berseberangan dengan PKI dan menolak ide PKI mempersenjatai ormasnya untuk membangun Angkatan ke V.
"Menteri/Panglima Angkatan Darat. PKI menyebar fitnah (kudeta dewan jenderal) yang bisa mempengaruhi presiden dan masyarakat, agar membenarkan tindakan balas dendamnya menjelang peringatan Hari TNI 5 Oktober 1965," kata Suryo Prabowo dalam postingannya di Facebook, Selasa (3/10/2017).
Dia pun mengimbau dan mengingatkan untuk jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Amati betul sekecil apa pun tanda-tanda zaman yang sedang berlaku, dan sikapi dengan bijak serta waspadai pengaruhnya bagi integritas bangsa Indonesia.
"Kambing saja tidak akan terperosok pada lubang yang sama," ujarnya.
Mengomentari itu, Koordinator Forum Eksponen 98, Dondi Rivaldi mengatakan opini yang di lancarkan kepada panglima TNI sangat tidak tepat. Karena kata dia, seruan nonton bareng film G30S PKI lebih ditujukan untuk prajurit TNI yang memang domain kewenangan Panglima TNI.
"Pernyataan soal pembelian senjata sudah diklarifikasi baik kepada Menko Polhukam dan Presiden untuk itu kiranya sekarang bagaimana segenap komponen bangsa lebih mengedepankan opini konstruktif untuk bersama-sama membangun bangsa tidak perlu lagi mempertajam opini yang kontra produktif bagi pembangunan bangsa," tegasnya.
Dondi menambahkan, apa yang disampaikan Panglima tidak ada yang salah, karena masih dalam domain kewenangan panglima TNI. "Memang banyak sekali opini yang di lancarkan secara serampangan dan tidak berdasar kepada Panglima TNI. Ini yang saya kira sangat disesalkan," tegasnya.
Berkaitan dengan fitnah yang beredar di medsos Dondi menilai itu dibuat oleh orang yang kurang memahami kinerja dan kewenangan Panglima TNI. "Padahal apa yang dilakukan oleh Panglima dalam rangka pengabdiannya untuk menjaga kebhinekaan dan NKRI," tandas Dondi. (Mohammad Atik Fajardin)
Gatot Nurmantyo : Politik Panglima TNI adalah Politik Negara
Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, sebagai panglima TNI, dia pasti berpolitik. Namun, dia menjelaskan, politik seorang panglima bukanlah politik praktis.
"Politik Panglima adalah politik negara, bukan politik praktis," katanya di Cilegon, Banten, Selasa, 3 Oktober 2017.
Belakangan, Gatot dituding kerap mengeluarkan pernyataan berbau politik, di antaranya tentang ajakan nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G-30-S/PKI dan kabar pembelian 5.000 pucuk senjata oleh institusi nonmiliter.
Salah satu tudingan tentang manuver politik Gatot itu datang dari Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik. Menurut Rachland, manuver Gatot itu sudah menabrak batas kepatutan dan undang-undang.
Saat ditanya apa langkahnya setelah tidak lagi menjabat sebagai panglima TNI, Gatot mengaku belum memikirkan mengenai hal itu. Ia menegaskan, saat ini masih menjalankan tugasnya sebagai Panglima TNI. "Saya harus melaksanakan tugas saya sebagai konstitusi," ujarnya.
Gatot menjelaskan, kewajiban sebelum masa jabatannya berakhir adalah menyiapkan kader-kader penerus TNI. Menurut dia, TNI harus memiliki kader penerus yang solid dengan masyarakat dan menunjukkan kesatuan komando. "Sehingga TNI selalu dalam posisi netral dalam politik praktis, ini yang penting," tuturnya.