SIPRI : Tahun Lalu, Perdagangan Senjata di Seluruh Dunia Meningkat - Radar Militer

15 Desember 2017

SIPRI : Tahun Lalu, Perdagangan Senjata di Seluruh Dunia Meningkat

Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI)
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) 

Amunisi, tank, dan pesawat tak berawak, itulah yang paling diminati para pembeli senjata.
Volume perdagangan senjata dan perlengkapan militer secara global meningkat pada 2016, setelah lima tahun sebelumnya terus mengalami penurunan.
Menurut lembaga penelitian bisnis senjata Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tahun lalu bisnis senjata meningkat 1,9 persen dibanding 2015.
Sebanyak 100 kelompok pedagang terbesar menjual senjata dan sistem pertahanan senilai 374,8 miliar dolar AS atau lebih dari Rp 5.000 triliun.
Jika dibandingkan angka penjualan senjata pada 2002, maka tahun lalu terjadi peningkatan 38 persen.
Amerika Serikat menjadi negara yang paling banyak memproduksi dan menjual senjata ke berbagai belahan dunia.
Menurut SIPRI, penjualan dari perusahaan AS naik 4 persen pada 2016, dengan total 217,2 miliar dolar AS.
Peningkatan angka penjualan tersebut antara lain didorong pembelian sistem senjata besar oleh negara lain.
Kelompok Lockheed Martin, produsen senjata terbesar dunia, melakukan bisnis besar dengan menjual pesawat tempur terbarunya F-35 ke negara-negara seperti Inggris, Italia atau Norwegia.
Namun, pelanggan terbesar Lockheed Martin tetap adalah Angkatan Udara Amerika Serikat.
Laporan tersebut juga menunjukkan, mayoritas senjata berasal dari perusahaan Amerika yaitu sebanyak 57,9 persen dari seluruh penjualan senjata global.
Eropa Barat menempati posisi kedua (Inggris, 9,6 persen dan Perancis 5 persen), dan Rusia di posisi ketiga (7,1 persen).
Bisnis senjata dari Eropa Barat mencapai nilai 91,6 miliar dolar.
Krisis menguntungkan perdagangan senjata
Gambaran bisnis senjata di Eropa Barat bervariasi. Sementara perusahaan-perusahaan Perancis dan Italia menjual lebih sedikit senjata, perusahaan Jerman dan Inggris berhasil meningkatkan omset mereka.
Pabrik senjata utama Jerman Krauss-Maffei misalnya, dan Rheinmetall, yang membuat kendaraan militer, mendapatkan keuntungan dari penjualan produk mereka di Eropa, Timur Tengah, dan Asia Tenggara.
"Meskipun demikian, sangat sulit untuk membuat hubungan langsung antara pembelian senjata besar dan perang yang sedang berlangsung," kata Aude Fleurant, Direkturt Program Bisnis Senjata dan Militer SIPRI.
"Namun, tentu saja ada kaitannya. Ada permintaan yang lebih besar untuk beberapa jenis amunisi senjata, rudal atau kendaraan darat, misalnya," tambah Fleurant
Peningkatan penjualan senjata di seluruh dunia, tambah dia, juga merupakan respon terhadap konflik yang sedang berlangsung. "Di beberapa daerah, ancaman yang dirasakan semakin meningkat."
Korea Selatan mempersenjatai diri
Korea Selatan adalah salah satu contohnya. Pada 2016, perusahaan Korea Selatan melaporkan kenaikan penjualan senjata sebesar 20,6 persen.
"Itu sangat jelas berkaitan dengan situasi keamanan di wilayah ini," kata Fleurant.
Korea Selatan merasa sangat terancam oleh provokasi nuklir tetangganya Korea Utara dan sebagai jawaban meningkatkan pengeluaran militernya.
Produsen senjata Korea Selatan yang terutama mendapat keuntungan dari situasi ini dengan menjual senjata ke kementerian pertahanan.
Peneliti SIPRI percaya China juga mungkin merupakan produsen senjata besar. Namun negara itu tidak muncul dalam statistik SIPRI, karena para peneliti tidak memiliki data yang dapat dipercaya mengenai perdagangan senjata China.
"Tapi kami berasumsi bahwa produsen persenjataan Cina termasuk dalam 20 besar dunia," Fleurant menegaskan.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb