Hughes-500C |
Tidak seperti di masa-masa kekuatan Penerbad TNI AD seperti sekarang ini yang sudah dilengkapi dengan heli serang Mi-35P dengan rudal antitank Ataka dan sebentar lagi AH-64E Apache Guardian yang mampu menembakkan rudal AGM-114 Hellfire untuk melumat tank sampai habis, Indonesia di tahun 1970-an amat kesulitan untuk mencari platform helikopter yang mampu menghancurkan tank.
Di masa-masa anggaran yang sangat terbatas, amat tak mungkin bagi Indonesia untuk membeli heli serang sekelas AH-1 Cobra, yang selain canggih juga mahal. Meminta ijin Amerika Serikat untuk membeli AH-1 rasa-rasanya juga sangat sulit pada dekade 1970-an tersebut. Mau menengok ke blok Timur, sudah jelas mustahil karena kala itu Indonesia putus hubungan sama sekali dengan Uni Soviet.
Adalah Jenderal L.B. Moerdani yang kemudian punya ide, dengan meniru pengalaman Israel dalam Perang di Timur Tengah. Pada tahun 1975, IDF (Israeli Defence Forces) tertarik dengan presentasi pabrikan Hughes yang menawarkan platform helicopter anti tank murah meriah dalam bentuk heli Hughes 500D Defender, varian militer dari helikopter Hughes-500.
Helikopter berbentuk bulat telur ini dimodifikasi dengan sistem pembidik rudal dan empat tabung rudal BGM-71 TOW (Tube Launched, Optically Tracked, Wire Guided) sehingga berubah menjadi platform anti tank yang kecil dan lincah. Harga MD500D ini juga murah meriah, dengan senjata hanya sepertiga dari harga AH-1 Cobra. IDF tertarik dan membeli 30an unit MD500D yang diberi nama lokal Lahatut.Kelak, heli tersebut membuktikan dirinya dalam operasi militer Israel di Lebanon, mampu menghancurkan tank-tank Suriah.
Jenderal Benny Moerdani yang dikenal punya channel ke Israel pun mencoba mengikuti langkah yang ditempuh oleh Israel untuk memperoleh kemampuan anti tank. Pabrikan Hughes pun dikontak, untuk menjual heli Hughes-500 dengan perangkat rudal antitank TOW. Karena sudah tahu bahwa AS akan mempersulit bila ikut jalur FMS, maka saat itu diputuskan bahwa pembelian akan menggunakan jalur komersial, walaupun bunga cicilan pembayarannya lebih tinggi.
Sayangnya, siasat Indonesia ini akhirnya terungkap pada saat pabrikan Hughes melapor bahwa mereka membuka kontak dengan pihak Indonesia. Begitu dicek, jelas bahwa rudal BGM-71 TOW tidak masuk dalam AEC (Arms Export Control List) sebagai senjata yang dapat dijual kepada Indonesia.
Penjualan rudal TOW pun diblok, dengan alasan bahwa tidak ada ancaman tank di Indonesia. Kedubes AS di Indonesia bahkan sempat memprotes, kenapa penjualan helikopter ini tidak diberitahukan jauh-jauh hari sehingga bisa dicegah lebih dulu sebelum pendekatan dilakukan dengan calon pembeli?
Pada akhirnya, Indonesia hanya diperbolehkan membeli helikopter Hughes-500C tanpa sistem rudal TOW yang diinginkannya. Kedua puluh helikopter tersebut masuk dalam dinas TNI AU, dan sekarang sudah dipensiunkan. (Aryo Nugroho)
Sumber : https://c.uctalks.ucweb.com