Eurofighter Typhoon |
Jaksa Jerman telah memerintahkan perusahaan pembuat pesawat terbang, Airbus membayar lebih dari 81,25 juta euro untuk menyelesaikan penyelidikan atas dugaan korupsi. Pembayaran itu bagian dari penyelidikan yang telah lama berjalan menyangkut penjualan jet tempur Eurofighter Typhoon multi-miliar euro ke Austria.
"Produsen pesawat terbang Eropa Airbus setuju untuk menyelesaikan penyelidikan korupsi di Jerman dengan membayar denda 81,25 juta euro (Rp 1,3 triliun) kepada pihak berwenang," kata jaksa di Munich, seperti yang dilansir DW pada 9 Februari 2018.
Investigasi Jerman yang pertama kali dibuka pada tahun 2012, untuk menyelidiki apakah Airbus menyuap untuk mendapatkan kontrak 2 miliar euro atau Rp 33,3 triliun untuk menjual jet tempur Eurofighter ke Austria tahun 2003.
Jaksa di Munich dalam sebuah pernyataan mengatakan, penyelidikan tersebut tidak menemukan bukti penyuapan. Namun mengatakan bahwa manajemen Airbus telah gagal dalam tugas pengawasannya dengan mengizinkan karyawan membuat pembayaran multi juta euro terkait dengan kesepakatan untuk tujuan yang tidak jelas.
"Dana yang melewati pengawasan internal dan sebagian besar tanpa pengembalian yang dapat dibuktikan, digunakan untuk tujuan yang tidak jelas. Itu tidak bisa ditentukan berdasarkan arus kas, yang mana akhirnya pembayaran akhirnya terlayani," demikian bunyi pernyataan jaksa itu.
Oleh karena itu, pihak berwenang Jerman menyimpulkan Airbus gagal dalam tugas pengawasannya dengan membiarkan bekas manajemennya melakukan pembayaran.
Airbus masih dalam penyelidikan di Austria terkait klaim bahwa penyuapan dibayar untuk menyelesaikan kesepakatan penjualan Eurofighter Typhoon. Pemerintah Austria tahun lalu mengajukan tuntutan hukum terhadap perusahaan tersebut, dengan kerugian 1,1 miliar euro atau Rp 18,3 triliun atas pembelian 18 unit jet tempur Eurofighter Typhoon.
Eurofighter Typhoon merupakan produk prestise utama untuk industri pertahanan Eropa, dengan sekitar 500 pesawat yang dikirim sejauh ini ke Jerman, Inggris, Italia dan Spanyol, serta ke Austria dan Arab Saudi.
Keempat negara pendiri di konsorsium Jerman, Spanyol, Inggris dan Italia semua menggunakan pesawat di angkatan udara mereka sendiri. Kontrak lainnya telah ditandatangani dengan Oman dan Kuwait. Austria adalah negara pertama di luar konsorsium untuk mendaftar.
Tapi tuduhan korupsi kemudian berputar-putar di sekitar kesepakatan itu. Sebuah penyelidikan pertama dibuat di Austria pada tahun 2007.
Prancis dan Inggris juga menyelidiki perusahaan tersebut atas penjualan jet komersialnya. Perusahaan juga menghadapi penyelidikan terpisah di Prancis dan Inggris.
Chief Executive Airbus saat ini Tom Enders, yang memimpin bisnis pertahanan perusahaan dari tahun 2000 sampai 2005, telah membantah melakukan kesalahan. Namun, Airbus mengumumkan pada Desember tahun lalu Enders tidak akan diangkat kembali ketika masa jabatannya berakhir pada April 2019.
Sumber : http://tempo.co