![]() |
Su-35 |
Selama dua minggu terakhir pembaca dan publik penggemar kemiliteran Indonesia dibuat kebat-kebit dengan ancaman sanksi dari Amerika Serikat kalau Indonesia meneruskan rencananya untuk membeli pesawat tempur canggih Sukhoi Su-35 Super Flanker melalui skema imbal beli.
Sampai-sampai, Presiden Rusia Vladimir Putin mengirimkan utusan khusus menemui Menkopolhukam Wiranto untuk membicarakan soal ini. Pertanyaannya kemudian, bagaimana Indonesia ambil posisi menengahi perseteruan AS dan Rusia yang berujung pada terbitnya aturan CATSAA itu?
Nah, ternyata ancaman sanksi CATSAA tidak mempengaruhi urusan negosiasi kontrak Su-35. Deputi Direktur Dinas Federal untuk Kerjasama Militer dan Teknik Mikhail Petukhov yang sekaligus menjadi Kepala Delegasi Rusia dalam pameran dirgantara Singapore Airshow 2018 mengatakan bahwa “Indonesia akan terus menjadi kawan Rusia di wilayah Asia-Pasifik.”
Mikhail Petukhov melanjutkan, “Negosiasi terkait pengiriman Su-35 ke Republik Indonesia terus berlanjut. Yang terpenting, masing-masing pihak menunjukkan niat untuk menyelesaikan negosiasi ini dengan sukses. Saya harap, para ahli dari kedua belah pihak akan menyetujui aspek teknisnya sebentar lagi. Pada waktu yang sama, saya ingin memberikan catatan bahwa seluruh permintaan dari sisi Indonesia telah dipertimbangkan dan akan dipatuhi oleh pihak Rusia.”
Delegasi Rusia sendiri akan tampil dalam satu booth penuh di Singapore Airshow 2018 yang akan berlangsung mulai 6 sampai dengan 11 Februari 2018. Jadi masih ada waktu bagi pembaca TSM yang benar-benar penasaran bagaimana sikap Rusia terhadap Indonesia terkait pembelian Sukhoi Su-35 Flanker-E untuk membeli tiket pulang pergi ke Singapura.
Rusia Menuruti Pada Semua Permintaan Indonesia
Seperti telah santer diberitakan seluruh media di Indonesia, TNI Angkatan Udara hendak merealisasikan pembelian 11 unit pesawat tempur canggih Sukhoi Su-35 Flanker-E sebagai pengganti jet tempur F-5E/F Tiger II yang sudah habis masa pakainya. Jet tempur canggih ini dianggap sesuai, tidak hanya oleh TNI AU, tetapi juga oleh Kementerian Pertahanan dan juga tentunya Upembaca dan Rakyat Indonesia.
Akan tetapi, negosiasi pembelian antara Indonesia dan Rusia sendiri sampai saat ini memang masih maju mundur. Indonesia punya banyak syarat, terutama karena itu sudah disyaratkan dalam Undang-undang mengenai Industri Pertahanan. Tidak ada cerita bahwa perusahaan asing bisa menjual alutsista tanpa melakukan transfer teknologi atau imbal beli.
Untuk Su-35, Indonesia meminta agar imbal beli 11 unit (sisi Rusia masih mengatakan 10 unit) jet tempur itu ditukar dengan komoditas Indonesia yang bisa diekspor ke Rusia. Perusahaan Rostec dari Rusia dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) ditunjuk sebagai pelaksana teknis imbal beli. Indonesia sendiri ingin agar komoditas utama seperti karet, furnitur, dan minyak sawit bisa masuk pasar Rusia yang ketat.
Nah, nilai dari barter komoditas ini yang saat ini masih jadi hambatan. Jika dilihat dari posisi Indonesia, keinginan persentase imbal beli akan mencapai 50 persen atau sekitar 570 juta dolar AS, seperti dikutip dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita oleh Tirto (23/8/17). Namun Rusia pasti menginginkan angkanya agar lebih kecil, karena mereka kesulitan devisa khususnya dolar AS karena terkena sanksi oleh AS. Hal inilah yang kelihatannya menyebabkan negosiasi maju mundur.
Namun angin segar berhembus dari Deputi Direktur Dinas Federal untuk Kerjasama Militer dan Teknik Mikhail Petukhov yang bertindak sebagai Kepala seluruh Delegasi Rusia dalam pameran Singapore Airshow 2018 seperti dikutip dari media Tass (7/2).
Saat diwawancarai Mikhail Petukhov mengatakan bahwa, “Negosiasi terkait pengiriman Su-35 ke Republik Indonesia terus berlanjut. Yang terpenting, semua pihak punya tujuan sama, bahwa negosiasi akan sukses. Saya harap, para ahli dari Indonesia dan Rusia bisa setuju soal aspek teknisnya sebentar lagi. Pada waktu yang sama, saya ingin memberikan catatan bahwa seluruh permintaan dari sisi Indonesia telah dipertimbangkan dan akan dipatuhi oleh pihak Rusia.”
Kata-kata terakhir ini yang menjadi sinyal yang cukup jelas bahwa dari pihak Rusia yang biasanya keras hati dan sukar bergeming itu untuk menyetujui permintaan-permintaan Indonesia, termasuk persentase dan komoditi yang akan diekspor. Bagaimanapun, seperti kata Mikhail Petukhov lagi, Indonesia adalah sahabat Rusia di Asia Pasifik. (Aryo Nugroho)
Sumber : https://c.uctalks.ucweb.com