ILustrasi |
Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsekal Muda TNI Tata Endrataka mengatakan Kemhan akan bertemu Avanti Communications Grup Plc soal gugatan satelit Artemis.
"Pembayaran yang menentukan Pak Bambang (Dirjen Kekuatan Pertahanan Mayor Jenderal Bambang Hartawan), mau berangakat ke London nanti Juni. Berangkat untuk membicarakan dulu," kata Tata Endrataka saat ditemui di Graha Mandiri, Jakarta, Senin, 14 Mei 2018.
Gugatan Avanti terhadap pemerintah mencuat setelah Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat meminta penjelasan Jaksa Agung dalam rapat tertutup pertengahan bulan lalu.
Dalam perkara yang dilayangkan lewat London International Court of Arbitration pada 2017 itu, Avanti menuntut pemerintah Indonesia membayar ganti rugi senilai US$ 17,08 juta. Gugatan tersebut karena wanprestasi dalam sewa kontrak satelit milik Avanti, Advanced Relay and Technology Mission atau Artemis.
Perusahaan satelit asal Inggris ini menyatakan pemerintah baru membayar US$ 13,2 juta dari nilai kontrak penyewaan Artemis sebesar US$ 30 juta atau Rp 405 miliar. Setelit ini disewa Kementerian Pertahanan sejak 2016 untuk mengisi orbit 123 derajat bujur timur yang ditinggal satelit Garuda-1.
Belakangan Kementerian Keuangan tak mencairkan anggaran yang dijadwalkan pada 2017, karena Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan menilai studi kelayakan proyek penyewaan satelit Artemis ini tidak memadai.
Lebih lanjut Tata mengatakan anggaran yang seharusnya dibayarkan sebenarnya tersedia. "Anggarannya ada. Saya memproses anggarannya ya, kalau masalahnya apa tanya sana," kata Tata.
Menurut Tata ada miskomunikasi di internal Kemhan soal pembayaran tersebut. Tata mengatakan anggaran ada, namun karena masalah internal, pembayaran jadi tertunda.
"Miskomunikasi itu dalam pengerjaan-pengerjaan di bawah, bukan dimana-mana, di bawah Kemhan," kata Tata. (Muhammad Hendartyo) (Angga Saja - TSM)
Sumber : nasional.tempo.co