Satuan-81 (Gultor Kopassus) |
Media Australia ABC (15/5) memberitakan bahwa Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian telah menghadap ke Presiden Jokowi agar bisa memerintahkan kepada Tentara Nasional Indonesia untuk diperbantukan dalam melaksanakan operasi raid pengejaran teroris.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa Polisi telah melaksanakan 13 operasi penggrebekan terhadap tersangka teroris dalam hari-hari terakhir, menembak mati empat dan menangkap sembilan orang.
Namun Tito mengatakan bahwa institusinya membutuhkan lebih banyak sumber daya, dan meminta bantuan militer dalam hal ini TNI.
Inilah titik awal sinergi Polri-TNI, Polri menyediakan kemampuan analisis data lapangan dan TNI menjadi ujung tombak penggrebekan dan operasi khusus anti teror yang melibatkan beberapa satuan anti teror TNI seperti Satuan-81 (Gultor Kopassus). Ini akan memungkinkan Polisi menggunakan lebih banyak sumber daya untuk deteksi dan penangkalan.
Presiden Joko Widodo sendiri kabarnya mendukung langkah untuk memberikan otorisasi kepada TNI untuk dapat dilibatkan dalam operasi anti teror di dalam negeri, namun nampaknya masih menunggu pengesahan UU Terorisme di DPR RI.
Komnas HAM Tolak Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Teroris
Seperti diberitakan oleh Kompas (14/5), di tengah upaya Pemerintah untuk memberantas terorisme secara lebih menyeluruh termasuk dengan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, nyatanya masih ada suara-suara sumbang dengan keterlibatan TNI tersebut.
Padahal, serangan teror makin membabi-buta, tengok saja hari ini Mapolda Riau diserang aksi teroris dengan senjata tajam jenis samurai.
Seperti disampaikan komisioner Komnas HAM M Choirul Anam, Komnas HAM menggunakan UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI untuk berlindung dan menekankan bahwa TNI tidak punya peran dalam domain penanganan kasus terorisme.
Padahal tingkat kegawatan kasus terorisme itu tergolong tinggi di Indonesia yang punya wilayah luas dan keterbatasan jumlah personil Polri yang harus mengamankan luasan wilayah yang belum ideal dengan jumlah petugas.
Di sisi lain, TNI memiliki peran territorial yang seharusnya dan pasti bisa disinergikan dengan pola operasi Polri, dan di level pimpinan tertinggi TNI-Polri pun tidak ada masalah yang berarti, bahkan siap berkoordinasi.
Komnas HAM tak perlu takut bahwa TNI akan bertindak represif, karena TNI sejak era reformasi bergulir, TNI pun mereformasi dirinya dan sangat berubah. TNI dalam perannya di masyarakat telah membuktikan diri sebagai prajurit profesional yang lahir dari rahim rakyat. (Aryo Nugroho)
Sumber : c.uctalks.ucweb.com