Nun jauh di Amerika Selatan, ada kabar saat ini Perancis tengah mengapalkan lima unit jet pembom tempur Super Étendard ke Argentina. Pengapalan jet bekas pakai ini merupakan bagian dari kontrak 13 juta euro yang mencakup simulator, mesin dan suku cadang. Meski namanya saat ini sudah memudar, namun di dekade 80-an debut Super Étendard lumayan moncer, terlebih saat Super Étendard Argentina berhasil meluncurkan rudal anti kapal AM39 Exocet, yang kemudian mengkaramkan HMS Sheffield di Perang Malvinas. Lepas dari itu semua, tahukah Anda bahwa pesawat tempur bermesin tunggal ini juga pernah ditawarkan ke Indonesia?
![]() |
Super Étendard Argentina |
Pasca Indonesian AirShow 1986, Indonesia saat itu tengah mencari jet tempur terbaru, dimana kandidatnya ada F-16 Fighting Falcon dari Lockheed Martin (d/h General Dynamics) dan Mirage-2000 dari Dassault Aviation. Singkat cerita, kala itu Mirage-2000 ‘tersingkir’ karena alasan harga yang jauh lebih tinggi. Nah, tak mau kehilangan potensi pasar, Dassault pada awal 1988 mulai melakukan lobi untuk menawarkan san jawara Perang Malvinas, Super Étendard kepada Indonesia.
Dikutip dari majalah Tempo (6/2/1988), untuk meloloskan Super Étendard, disebutkan Perancis telah mengirimkan petingginya ke Indonesia, sebut saja delegasi Menteri Pertahanan Perancis Jacques Boyon dan Direktur Avions Marcel Dassault Breguet Aviation (AMDA) Serge Dassault. Selain melakukan pembicaraan untuk kerja sama dengan PT Dirganatara Indonesia (PT IPTN), Serge Dassault diwartakan saat itu juga sempat menemui Presiden Soeharto.
Langkah Perancis saa itu cukup agresif dalam menawarkan Super Étendard, kisah sukses Super Étendard dalam laga Perang Malvinas sudah barang tentu menjadi credit point untuk pesawat yang dirancang beroperasi dari kapal induk ini. Ditambah ada kesamaan antara Indonesia dan Argentina, yaitu sama-sama saat itu mengoperasikan A-4 Skyhawk. Pihak Perancis berdalih, meski Indonesia tak mempunyai kapal induk, gugusan kepulauan yang luas dapat difungsikan ibarat kapal induk, sehingga Super Étendard dapat dioperasikan dengan optimal.
Tapi seiring berjalannya waktu, Dassault mundur teratur tatkala Indonesia kemudian telah memilih F-16. Meski di atas kertas ‘tipis’ untuk digunakan oleh Indonesia, namun sejatinya Super Étendard ideal untuk dioperasikan di Indonesia, terlebih jet tempur bermesin SNECMA Atar 8K50 ini dapat melakukan pengisian bahan bakar di udara dengan retractable probe, sehingga pas untuk dilayani oleh pesawat tanker TNI AU - KC-130B Hercules.
AL Perancis sendiri telah memensiunkan Super Étendard pada tahun 2016, dan menggantinya dengan Rafale untuk operasional di kapal induk. Sejak resmi diluncurkan pada Juni 1978 sampai produksi terakhir pada 1983, tercatat 85 unit Super Étendard telah diproduksi. 71 unit digunakan oleh Perancis dan 14 unit di ekspor ke Argentina pada awal 1980-an. Uniknya, Irak pernah menyewa lima jet tempur ini dari Perancis, dan digunakan dalam Perang Iran - Irak pada tahun 1983 - 1985, yang kesemuanya dikembalikan ke Perancis pada tahun 1985.
Kembali ke pengapalan lima unit Super Étendard yang saat ini sedang berlangsung, merupakan unit terakhir yang masih serviceable, dan telah menjalani serangkaian upgrade sistem avionik di Perancis. Pengiriman kelima unit Super Étendard ini disebut-sebut molor enam bulan dari jadwal yang seharusnya, lantaran pesawat ini awalnya digadang untuk mengamankan pertemuan KTT G20 di Argentina pada Desember 2018.
Sekilas tentang Super Étendard, pesawat tempur ini hanya dibuat dalam versi single seat. Dimensi Super Étendard panjang 14,31 meter, lebar bentang sayap 9,6 meter dan tinggi 3,86 meter. Bobot maksimum saat lepas landas Super Étendard adalah 12 ton dan mampu melesat 1.205 km per jam. Selain dapat menggotong aneka bom, roket dan rudal, senjata organik Super Étendard adalah 2 kanon internal DEFA 552 kaliber 30 mm. (Haryo Adjie)
Sumber : indomiliter.com