M113A1-B Indonesia |
Jika pembaca dan pemerhati dunia militer jeli dalam mengikuti pemberitaan kawasan, pasti bisa menangkap maksud dari judul yang ditulis di atas. Ya, Pemerintah Singapura baru-baru ini memutuskan untuk memensiunkan M113 Ultra secara bertahap mulai tahun 2019 dan menggantinya dengan NG-AFV, sementara TNI AD sendiri baru saja memperoleh 50 unit M113A1-B eks stok AD Belgia yang direkondisi menjadi kondisi seperti baru, dengan jumlah total yang akan diterima nantinya menjadi 150 unit. Yang di Singapura sudah dalam perjalanan menuju garis akhir, sementara yang di Indonesia baru mau menuju garis start.
Biarpun terlambat sekitar 30 tahun, setidaknya keputusan TNI AD untuk mengadopsi M113 akan disambut hangat oleh sejumlah pihak: Pertama, mungkin generasi ayah atau kakek anda yang masa mudanya gemar militer yang sangat diwarnai oleh alutsista Amerika Serikat sebagai si baik di masa-masa perang Vietnam, yang tentu saja dipenuhi gambar M113 bersliweran di masa itu. Ayah atau kakek pembaca pasti merasakan suasana nostalgia yang sangat kental dan bahkan terharu, akhirnya TNI AD punya M113. Jangan lupa beritahukan ke ayahanda atau kakek anda, siapa tahu mereka tidak menggunakan smartphone sehingga tidak mengetahui bahwa M113A1-B sudah datang.
Kedua yang berbahagia adalah, orang-orang yang mengagungkan jumlah alias kuantitas di atas kualitas. Dengan keputusan SAF alias Angkatan Bersenjata Singapura memensiunkan M113 Ultra, maka mulai 2019 TNI AD akan menjadi negara yang mengoperasikan M113 terbanyak di kawasan secara otomatis, bahkan mengalahkan Filipina yang sampai sekarang seperti orang bingung saat hendak menambah alutsistanya. Siapa yang tidak akan bangga?
Ketiga, orang yang paling bangga dengan keputusan TNI AD memiliki M113 adalah rekan saya sendiri, yang untuk keamanan, cukup saya sebut inisialnya, WNM, pria putih chubby yang mendukung habis M113, tanpa reserve. Artikel ini bahkan saya buat khusus untuk menyenangkan hatinya, yang sampai sekarang masih penasaran mengenai seberapa hebat M-113A1-B jika dibandingkan dengan M113 Ultra.
Nah, M113A1-B sendiri dibangun oleh Belgian Mechanical Fabrication berdasarkan kontrak lisensi dari pabrikan aslinya FMC pada tahun 1982-1988. Artinya walaupun teknologi M113 itu tua, tapi setidaknya M113A1-B yang dibeli dari Belgia itu tidak berasal dari jaman Vietnam. Usia 28 tahun masih lebih baik dari usia M113 di masa Vietnam yang sudah berumur 40-55 tahun bukan? BFM memodifikasi M113A1-B dengan suspensi yang lebih kuat milik M113A2, sistem pemadam api otomatis dan filter nubika, sert perlengkapan yang sesuai dengan hukum jalan raya seperti pemasangan sirine, lampu strobe, dan pemotong kabel. FMB sendiri memproduksi kurang lebih 14 varian resmi, dan 1 varian ujicoba yang menggunakan sistem kubah Cockerill Mk3 90mm tidak pernah diproduksi massal. Performa M113A1-B tidak berbeda dengan M113A1, dan TNI AD pasti punya pertimbangan sendiri mengapa memilih M113A1, seperti misalnya, kemampuannya yang sangat oke di medan berlumpur.
Mengenai M113A1-B jika ditandingkan melawan M113 Ultra maka hasilnya… sudahlah, dalam semangat kerangka kerjasama ASEAN, sudah tentu kedua kendaraan angkut pasukan ini tidak akan pernah bertemu di medan tempur. Kalau Singapura ditanya pun mereka pasti akan bergeming, karena sikapnya yang rendah hati untuk urusan politik kawasan tetapi tidak rendah diri atau sebaliknya, gengsian. Tapi demi WNM, maka saya akan sampaikan sebagai berikut: untuk performa olah gerak, karena M113 Ultra sudah ganti mesin yang lebih bertenaga, maka akselerasi M113 Ultra tentu lebih andal. Seberapa besar kebutuhan untuk akselerasi yang lebih kencang? Jika anda seorang pengemudi M113 Ultra di medan tempur dan melihat musuh sudah menarik picu untuk meluncurkan roket antitank, maka anda akan mensyukuri sekali ekstra akselerasi sebesar 25% yang ditawarkan M113 Ultra karena itu bisa berarti batas antara hidup dan mati.
Kalau kedua varian M113 ini dipaksa untuk adu tembak, M113 Ultra yang bergerak kencang pasti santai saja menerima hantaman proyektil demi proyektil 12,7mm karena applique armor dapat menahannya. Tetapi kalau M113A1-B ditembak dengan 40mm HEDP dari kubah CIS 40/50, dinding alumuniumnya sudah pasti bakal bolong. Ditembak 12,7mm bagaimana? Bolong juga, lebih kecil diameternya tapi lebih banyak bolongannya. Kalau M113A1-B memaksa melawan M113 Ultra OWS? Lupakan sajalah, kanon 25mm serupa yang digunakan M2 Bradley di Perang Teluk II mampu menjebol MBT T-72 yang kulitnya keras. Bayangkan saja efek amunisi Armor Piercingnya saat menembus kulit alumunium seperti pada M113A1-B. Ah, sudahlah…
M113 Ultra, APC AD Singapura di Penghujung Usia
Setelah sibuk diharu-biru pemberitaan mengenai Next Generation AFV, tak ada salahnya kita luangkan waktu sejenak untuk membahas APC (Armoured Personnel Carrier - Kendaraan Angkut Pasukan) M113 Ultra yang digantikannya, kendaraan angkut pasukan yang mungkin sudah tua tapi banyak jasanya. Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) di dekade 1970an dan 1980an menjadikan M113A1 sebagai tulang punggung kendaraan kavalerinya bersama dengan AMX-13SM1. M113A1 diperoleh secara bertahap dari Amerika Serikat, dengan total sekitar 1.000 unit yang digunakan oleh korps lapis baja, artileri, dan zeni tempur, menjadikan SAF pengguna M113 terbanyak di luar Amerika Serikat dan Israel.
Memasuki dekade 1990an, SAF merasakan bahwa M113A1 sudah semakin tertinggal, dimana Amerika Serikat saat itu sudah menggunakan M113A3 RISE yang lebih bertenaga. Oleh karena itu, SAF memutuskan untuk melakukan program upgrade, retrofit, dan repowering sejumlah M113A1 ke standar baru yang disebut dengan proyek Ultra. Standar Ultra ini sebenarnya mengubah M113A1 dari kendaraan angkut pasukan menjadi kendaraan tempur, karena proteksi dan daya gebuknya meningkat. Perusahaan dalam negeri Chartered Industries of Singapore (Sekarang ST Kinetics) memenangkan tender proyek senilai sekitar SGD 300 Juta tersebut. Spesifikasi upgrade ditentukan oleh Defence Technology Group dari MinDef.
Skema upgrade M113A1 ke standar Ultra meliputi penggantian mesin menjadi Detroit Diesel Model 6V-53T dengan daya 265hp yang dikawinkan dengan transmisi otomatis Allison TX110-1A. Penggantian transmisi ini menyebabkan perubahan rasio gear sehingga kecepatan M113 Ultra menurun, tapi ditebus dengan tempo akselerasi yang meningkat 20-25%, sehingga membantu M113 Ultra untuk stop and go lebih cepat. Radiator pada M113 Ultra juga diperbesar.
Kenyamanan awak M113 Ultra ditambah dengan penggantian torsion bar baru, bersamaan dengan pemasangan peredam kejut yang lebih baik serta idler yang lebih kuat, sehingga kenyamanan awak bertambah dan kelelahan berkurang. Sistem kelistrikan ditingkatkan dengan instalasi geerator baru dengan kekuatan 200 Ampere, sehingga sistem kelistrikannya lebih stabil dan siap dipasangi sistem komputer manajemen pertempuran.
Untuk menjaga keamanan kru, tangki bahan bakar asli M113A1 yang tadinya ada di dalam akhirnya dipindahkan ke luar kendaraan denga metode bolt on. Proteksi awak dan penumpang ditingkatkan dengan pemasangan pelat keramik applique di sekujur kendaraan sehingga proteksi M113 Ultra meningkat menjadi tahan hantaman 12,7mm dari segala sisi plus perlindungan yang meningkat menghadapi ancaman roket antitank. Pelat-pelat keramik applique ini didatangkan dengan nilai kontrak US$ 53 Juta yang lagi-lagi dimenangkan oleh CIS. Untuk menjaga kemampuan apungnya, M113 Ultra dipasangi kit trim vane yang lebih besar untuk mengimbangi bertambahnya bobot.
Untuk meningkatkan daya hantam M113A1 yang hanya dilengkapi senapan mesin berat M2HB, CIS menggantinya dengan dua konfigurasi. Yang pertama adalah kubah sederhana dengan penggerak elektrik yang disebut kubah 40/50, menggabungkan antara pelontar granat CIS 40mm AGL (Automatic Grenade Launcher) dan senapan mesin berat CIS .50MG. Pintu palka belakang juga dipasangi dua pucuk FN MAG 7,62mm untuk meningkatkan cakupan bidang tembak. Kubah sederhana dengan awak satu orang tersebut dilengkapi dengan pelontar granat asap 76mm CIS SDS-92 dengan jumlah 2×3 buah di kanan-kiri perisai senjata. Juru tembak atau komandan harus mengekspos dirinya saat menggunakan kubah 40/50. Populasi M113 Ultra diperkirakan sebanyak 300 unit, sesuai dengan data jumlah optik MUGS yang dibeli oleh Pemerintah Singapura untuk dipasang pada M113 Ultra 40/50.
Konfigurasi kedua adalah pemasangan kubah OWS (Overhead Weapon Station) dari Rafael Israel yang menggunakan kanon ATK 25mm M242 Bushmaster dipadu senapan mesin koaksial 7,62mm. Pemasangan OWS ini plus kit applique sudah tentu mengubah fungsi M113A1 dari yang tadinya sekedar angkut pasukan biasa langsung menjadi kendaraan tempur yang siap berlaga dengan kanon yang sudah sangat teruji di Perang Teluk II tersebut. Populasi M113 Ultra OWS diperkirakan sebanyak 150 unit, berdasar asumsi perbandingan antara M113 Ultra 40/50 dan OWS sebanyak 2 berbanding 1.
CIS dan kemudian ST Kinetics sendiri aktif menawarkan program M113 Ultra ke banyak negara pengguna M113 yang mungkin cekak dananya untuk mengganti kendaraan angkut pasukan jaman Vietnam tersebut. Sejumlah opsi seperti mesin diesel baru Caterpillar 3126B juga ditawarkan, tetapi tidak ada yang tertarik. Dengan keputusan untuk memensiunkan M113 Ultra, maka satu babak dalam sejarah alutsista Singapura pun ditutup dengan manis.
Disclaimer: Selain perbandingan spek teknis, tolong jangan menganggap tulisan ini terlalu serius, karena artikel versus kali ini diangkat dengan pendekatan humor militer. Dalam semangat Idul Fitri 1437H, penulis memohonkan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada pihak yang tersinggung dengan tulisan ini. Salam. (Aryo Nugroho)
Spesifikasi M113 Ultra
- Awak: 2 awak (komandan + pengemudi); 7 prajurit (dengan OWS) atau 9 prajurit (CIS 40/50)
- Panjang: 5,32m
- Lebar: 2,8m
- Tinggi: 2,8m
- Bobot: 13 ton
- Kecepatan: 74km/ jam (jalanan tanah mendatar); 25km/ jam (cross country)
- Akselerasi: 0-32 km/ jam dalam 3 detik
- Mesin: Detroit Diesel 6V53T
- Sistem senjata: CIS 40mm AGL; CIS .50HMG; 25mm OWS
Sumber : http://indomil.com/m113-ultra-singapura-vs-m113a1-b-indonesia-yang-satu-hampir-finish-lainnya-baru-mau-start/