Pesawat Tempur A-4 Skyhawk TNI AU |
Di luar Amerika Serikat, Indonesia adalah negara pengguna pertama pesawat tanker KC-130B Hercules pada awal 1960. Namun faktanya baru dua dekade kemudian, KC-130B Hercules TNI AU menemukan ‘jodoh’, yakni saat TNI AU menerima paket jet tempur taktis A-4 Skyhawk. Dan kemudian resmilah A-4 E/H Skyhawk sebagai pesawat TNI AU pertama yang punya kemampuan air refueling. Meski kini statusnya telah menjadi penghuni museum dan monumen, debut Skyhawk tak akan lekang dalam sejarah perkembangan kekuatan udara nasional.
Hadir di Indonesia lewat Operasi Alpha yang digelar pada bulan Juni 1979, secara teknis armada Skyhawk yang dibeli Indonesia berasal dari AS, meski barangnya berada di Israel. Inilah yang sampai saat ini kontroversinya masih terus bergulir, mengingat Indonesia dan Israel tidak punya hubungan dagang dan diplomatik. Secara kuantitas unit Skyhawk yang didatangkan ke Indonesia cukup besar, sebagai barang bekas pakai AL AS, secara bertahap, sebanyak 31 unit A-4E (single seater) dan dua unit TA-4H (dual seater) dikirim dari Israel ke Indonesia lewat kapal laut.
Di periode yang sama, TNI AU juga mendapat berkah kedatangan jet tempur F-5 E/F Tiger II buatan Northrop. Bedanya F-5 E/F Tiger II adalah barang gress, didatangkan dengan pesawat angkut berat C-5A Galaxy langsung ke Lanud Iswahjudi. Sudah barang tentu pengadaan F-5 E/F Tiger II dilakukan secara terbuka, beda dengan proses kedatangan paket A-4 Skyhawk dari Israel yang dilakukan secara sangat rahasia. Namun, benang merahnya pengadaan A-4 Skyhawk, F-5 Tiger, dan juga periode yang sama ada pembelian jet latih tempur Hawk MK53, dapat berlangsung sebagai imbas manis penjualan minyak dan non migas RI yang saat itu sedang booming. Sementara disisi lain, AS yang masih diselimuti aroma Perang Dingin dengan Uni Soviet, berusa merangkul mitranya di Asia Tenggara dengan paket penjualan alutista berdiskon jor-joran.
Meski yang didatangkan bukan alutsista berdaya getar tinggi, hadirnya A-4 Skyhawk dalam jumlah besar, plus F-5 E/F Tiger II menjadi buah pemacu semangat bagi awak penerbang dan teknisi TNI AU. Pasca revolusi 1965, kekuatan udara TNI AU melorot drastis, dari yang sempat begitu digdaya dengan keberadaan jet tempur MiG-21 Fishbed, kekuatan interceptornya harus pasrah menerima hibah jet F-86 Avon Sabre dari AU Australia.
Di lingkup operasi TNI AU, A-4 Skyhawk masuk ke dalam gugur pesawat Tempur Taktis (TT), jika disamakan dengan kondisi saat ini, status A-4 Skyhawk sama dengan jet Hawk 109/209. Menyandang gelar battle proven di laga Perang Vietnam, Perang Malvinas, dan Perang Timur Tengah, Skyhawk diciptakan untuk membawa sabreg senjata yang letal. Persisnya A-4 Skyhawk dapat meluncurkan rudal AIM-9 Sidewinder, AGM-45 Shrike, AGM-65 Maverick, AGM-62 Walleye glide bomb, dan AGM-12 Bullpup. Sementara bom yang dapat digotong seperti Rockeye Mk.20 Cluster Bomb Unit, Rockeye Mk.7/APAM-59 Cluster Bomb Unit, Mk.81 (250 lb/113 kg) dan Mk.82 (500 lb/227 kg), dan Mk.76 practice bombs. Namun perlu jadi catatan, A-4 Skyhawk TNI AU sayangnya tidak di setting untuk meluncurkan rudal.
Hingga akhir masa baktinya, racikan senjata yang diusung A-4 Skyhawk TNI AU memang amat terbatas, seperti enam bom Mk-82 dan tabung peluncur roket LAU-68B berisi roket 2×7 FFAR 2,75 mm, plus kanon internal 2x Colt Mk 12 kaliber 20 mm dengn 100 peluru per kanon, terkesan hanya dipersiapkan untuk penanggulangan konflik berintesitas rendah. Operasi tempur yang melibatkan peran A-4 Skyhawk TNI AU berlangsung saat Operasi Seroja. Dalam suatu misi di tahun 1987, lima unit A-4 menghantam sebanyak 30 sasaran. Jumlah total bom yang dijatuhkan seberat 7,5 ton dan roket yang diluncurkan sebanyak 70 munisi. Selain menggotong ribuan kilogram bom dan roket, A-4 masih membawa dua tangki cadangan yang masing-masing berisi sekitar 1.200 liter Avtur-50. Dalam pertempuran udara, khususnya untuk kepentingan manuver, tangki cadangan atau drop tanki itu bisa dilepas.
Hampir tiga dekade TNI AU mengoperasikan A-4 Skyhawk, dalam rentang yang cukup panjang Dislitbangau telah melakukan serangkaian modifikasi pada pesawat tempur ini. Karena basis acuannya adalah Israel, maka modifikasi Skyhawk TNI AU bisa dibilang identik dengan Israel punya, Modifikasi yang dilaksanakan oleh Israel antara lain menambahkan perangkat pembawa born seperti outer wing rack, sistem pengereman double disc break, memanjangkan tail pipe sehingga bisa mengurangi panas buangan bahan bakar dan sulit dilacak oleh rudal pencari panas, mengganti sistem pengereman pesawat dengan parasut yang lebih handal (drug chute), memasang senjata berkemampuan lebih besar DEFA 552 GUN kaliber 30 mm, mengubah sistem air refueling probe, mengubah chaff dan dispenser roket, dan lainnya. Ketika dikirim ke Indonesia, A-4 yang didatangkan langsung dari Israel umumnya memiliki kualifikasi seperti itu.
Secara khusus, modifikasi Skyhawk yang dilakukan TNI AU mencakup pemasangan kamera pengintai VICON 70 Camera, radio komunikasi yang frekuensinya standar TNI ARC 182 (VHF-UHV-AM-FM, Doppler antena, TANS Computer, sistem pemandu senjata WDNS (Weapon Delivery Navigation Systems, pembidik senjata Ferranti Gun Sight, dan penambahan persenjataan Front Mounting Gun.
Sesuai programnya saat itu, TNI AU sebenarnya tidak hanya ingin memiliki dua skadron Skyhawk (Skadron 11 dan Skadron 12), tapi berencana menambah 16 unit Skyhawk lagi. Tapi keinginan TNI AU untuk menambah tipe dual seater itu gagal karena Israel tak mau melepasnya. Namun pada tahun 1998 TNI AU berhasil menambah dua Skyhawk tipe TA-4J yang merupakan lungsuran dari AL AS. Dalam cerita lain, TNI AU juga pernah menambah unit F-5 E/F Tiger II bekas pakai AU Yordania, tapi sayangnya pembelian ini terganjal kongres AS yang tidak memberikan lampu hijau. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi A-4 E Skyhawk :
- Crew: one (two in OA-4F, TA-4F, TA-4J)
- Length: 12,22 m
- Wingspan: 8,38 m
- Height: 4,57 m
- Empty weight: 4.750 kg
- Loaded weight: 8.318 kg
- Max. takeoff weight: 11.136 kg
- Powerplant: 1 × Pratt & Whitney J52-P8A turbojet
- Maximum speed: 1.083 km/h
- Range: 3.220 km
- Combat radius: 1.158 km
- Service ceiling: 12.880 m
- Rate of climb: 43 m/s
- g-limit: +8/-3 g
Sumber : TSM/IM