Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno |
Kalau pada 1991, Presiden AS George Bush Senior berhasil mengendalikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tidak demikian dengan putranya. George Walker Bush Junior justru dapat tantangan keras PBB.
Banyak pihak berpendapat sebetulnya ayah dan anak itulah yang layak dituding sebagai penjahat perang. Keduanya telah merusak infrastruktur Irak, membunuh bayi dan kaum wanita, menghancurkan pabrik susu bubuk, serta melumpuhkan ekonomi dan perdagangan Irak.
Presiden Sukarno, kala itu sering dikecam sebagai trouble maker (biang kerok) oleh AS, menyebutkan, "Kaum imperialis paling suka menyebut dirinya 'beradab', dan menganggap kita-kita ini 'biadab'. Karena itu, mereka harus datang dengan pasukan-pasukannya, dengan armada-armadanya, dengan pangkalan-pangkalan perangnya untuk 'mengajarkan peradaban' kepada kita."
"Dalam mengajarkan 'peradaban' itu mereka cukup royal, tidak sayang harta, tidak sayang benda, dan jika kita dianggap mbandel maka dibomlah kita. Pada saat ini bangsa yang paling mbandel rupanya bangsa Vietnam, sehingga bangsa itu tiap hari, tiap jam, tiap detik dihujani bom oleh pembawa misi suci dari Washington."
AS Dipermalukan di Perang Vietnam
AS kemudian harus hengkang dan dipermalukan dalam perang Vietnam. Bung Karno yang gigih membela perjuangan rakyat Vietnam, menyindirnya, "Mereka yang datang dari jarak separuh dunia, datang dari jarak 20 ribu km. Mereka itu menamakan 'pembela perdamaian', sedangkan rakyat Vietnam yang tinggal di negerinya disebut 'agresor'. Salah satu harus gila, Vietnam atau AS. Kedua-duanya gila tidak mungkin! Saudara-saudara bisa menyimpulkannya sendiri," ujar Bung Karno saat berpidato di HUT Kemerdekaan RI 1965.
Bahkan pada setengah abad lalu Bung Karno mengingatkan, "Jika dunia tidak waspada, jika bangsa-bangsa cinta damai tidak bersatu padu menentang kejahatan AS di Vietnam, maka pastilah dunia nanti mengalami bencana yang lebih luas dan lebih ngeri lagi."
PM Malaysia Mahathir Mohamad beberapa tahun lalu, setelah bubarnya Uni Soviet, mengatakan, "Kalau saja ada negara berani menolak keinginan AS, bersiap-siaplah untuk 'dipanamakan', dan kepala pemerintahannya di-Noriega-kan. Sindiran Mahathir ini untuk menanggapi pernyataan Bush Sr (1991) yang menyebut tak ada kekuatan di dunia yang dapat menghalangi keinginan AS. Seperti juga yang dinyatakan oleh putranya sehingga ia leluasa menyerang Irak sekalipun tanpa dukungan PBB.
Jauh sebelumnya Bung Karno telah mengingatkan, "Kaum imperialis tidak akan pernah memperkenankan kemerdekaan tipe Sukarno, atau kemerdekaan tipe Norodom Sihanouk (Kamboja), Mao Zhe Dong (RR Cina), Boumedienne (Aljazair), Hafez Asad (Suriah), dan Gamal A Nasser (Mesir)."
Negara adikuasa ini lebih menyenangi pemimpin-pemimpin yang mau dijadikan sebagai antek-anteknya.
Bung Karno Berdebat dengan Menlu AS
Bung Karno pada 1956 ketika berkunjung ke AS pernah berdebat dengan Menlu John Foster Dulles. Menlu AS ini mengatakan, "Politik bebas aktif adalah politiknya orang yang tidak punya moral, politiknya orang yang tidak punya budi."
Beberapa waktu kemudian menjawab tuduhan itu, Bung Karno menyatakan, "Netralisme bukan berarti orang duduk thenguk-thenguk. Kita tidak dapat netral dalam menghadapi neokolim (neo-kolonialisme dan imperialisme). Kita tidak membiarkan suatu bangsa merampas kemerdekaan bangsa lain. Kalau kita membiarkan dan tidak menentangnya, apakah artinya kita ini," tanyanya.
Kata Bung Karno, "Dunia ketiga memang membutuhkan pembangunan ekonomi. Tetapi mereka tetap membutuhkan kedaulatan, martabat, dan harga diri sebagai bangsa."
Mengenai politik go to hell with your aid, Bung Karno berkata, "Aku sering mendapat pertanyaan tentang sikapku yang katanya anti-AS. Bertahun-tahun lamanya aku sangat ingin menjadi sahabat Amerika, akan tetapi sia-sia. AS berkali-kali menyalahartikan bantuan asing yang diberikan kepada Indonesia. Amerika tidak memberikan hadiah cuma-cuma kepada Indonesia. Ini bukan sebagai sebuah hadiah dari seorang bapak yang kaya kepada anaknya yang miskin.
Ini adalah sebuah pinjaman dan dibayar kembali. "Kalaulah dapat Amerika mengerti perasaan kami dan ketidaktenteraman kami, dia akan menyadari bahwa lautan dolar tidak akan dapat merebut hati kami. Apabila AS mendikte kepadaku: 'Sukarno, kami akan memberi tuan seribu juta dolar, asal mempersetan politik luar negeri tuan yang sekarang', maka aku akan berkata: 'Lebih dulu persetan dengan dolar tuan'."
"Tapi bila AS menawarkan pinjaman tanpa ikatan aku dengan tangan gemetar akan berterima kasih dan akan mencium tangan AS."
Bung Karno 40 tahun lalu mengingatkan agar AS tidak boleh begitu saja merendahkan harkat para pemimpin dunia ketiga. Lalu Bung Karno minta agar AS mau mengintrospeksi mengapa rakyat Afrika dan Asia tidak mau percaya lagi kepadanya. Apakah mungkin, kata Bung Karno, rakyatnya merasakan cengkeraman kuku dari intervensi dan subversi CIA (agen rahasia AS).
Bush ingin menciptakan tatanan dunia baru dengan menyingkirkan Saddam dan menggantikan dengan tokoh yang mereka sukai.
Menurut Bung Karno, tata dunia baru adalah tanpa pengisapan dari suatu bangsa kepada bangsa lainnya. Negara-negara yang mengisap dan mengeksploitasi kekayaan negara-negara Nefos (new emerging forces), oleh Bung Karno disebut Oldefos --old establish forces).
Ia yakin Nefos nantinya akan dapat mengalahkan Oldefos. Untuk itu dia bertekad untuk mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Nefos di Jakarta. Gedungnya sudah disiapkan yang kini menjadi tempat sidang-sidang DPR. Tapi rencananya itu tidak kesampaian karena ia jatuh pada 1966.
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/selarung/nostalgia-abah-alwi/16/07/01/o9lw5a282-amerika-sebut-bung-karno-sebagai-biang-kerok-part3
Banyak pihak berpendapat sebetulnya ayah dan anak itulah yang layak dituding sebagai penjahat perang. Keduanya telah merusak infrastruktur Irak, membunuh bayi dan kaum wanita, menghancurkan pabrik susu bubuk, serta melumpuhkan ekonomi dan perdagangan Irak.
Presiden Sukarno, kala itu sering dikecam sebagai trouble maker (biang kerok) oleh AS, menyebutkan, "Kaum imperialis paling suka menyebut dirinya 'beradab', dan menganggap kita-kita ini 'biadab'. Karena itu, mereka harus datang dengan pasukan-pasukannya, dengan armada-armadanya, dengan pangkalan-pangkalan perangnya untuk 'mengajarkan peradaban' kepada kita."
"Dalam mengajarkan 'peradaban' itu mereka cukup royal, tidak sayang harta, tidak sayang benda, dan jika kita dianggap mbandel maka dibomlah kita. Pada saat ini bangsa yang paling mbandel rupanya bangsa Vietnam, sehingga bangsa itu tiap hari, tiap jam, tiap detik dihujani bom oleh pembawa misi suci dari Washington."
AS Dipermalukan di Perang Vietnam
AS kemudian harus hengkang dan dipermalukan dalam perang Vietnam. Bung Karno yang gigih membela perjuangan rakyat Vietnam, menyindirnya, "Mereka yang datang dari jarak separuh dunia, datang dari jarak 20 ribu km. Mereka itu menamakan 'pembela perdamaian', sedangkan rakyat Vietnam yang tinggal di negerinya disebut 'agresor'. Salah satu harus gila, Vietnam atau AS. Kedua-duanya gila tidak mungkin! Saudara-saudara bisa menyimpulkannya sendiri," ujar Bung Karno saat berpidato di HUT Kemerdekaan RI 1965.
Bahkan pada setengah abad lalu Bung Karno mengingatkan, "Jika dunia tidak waspada, jika bangsa-bangsa cinta damai tidak bersatu padu menentang kejahatan AS di Vietnam, maka pastilah dunia nanti mengalami bencana yang lebih luas dan lebih ngeri lagi."
PM Malaysia Mahathir Mohamad beberapa tahun lalu, setelah bubarnya Uni Soviet, mengatakan, "Kalau saja ada negara berani menolak keinginan AS, bersiap-siaplah untuk 'dipanamakan', dan kepala pemerintahannya di-Noriega-kan. Sindiran Mahathir ini untuk menanggapi pernyataan Bush Sr (1991) yang menyebut tak ada kekuatan di dunia yang dapat menghalangi keinginan AS. Seperti juga yang dinyatakan oleh putranya sehingga ia leluasa menyerang Irak sekalipun tanpa dukungan PBB.
Jauh sebelumnya Bung Karno telah mengingatkan, "Kaum imperialis tidak akan pernah memperkenankan kemerdekaan tipe Sukarno, atau kemerdekaan tipe Norodom Sihanouk (Kamboja), Mao Zhe Dong (RR Cina), Boumedienne (Aljazair), Hafez Asad (Suriah), dan Gamal A Nasser (Mesir)."
Negara adikuasa ini lebih menyenangi pemimpin-pemimpin yang mau dijadikan sebagai antek-anteknya.
Bung Karno Berdebat dengan Menlu AS
Bung Karno pada 1956 ketika berkunjung ke AS pernah berdebat dengan Menlu John Foster Dulles. Menlu AS ini mengatakan, "Politik bebas aktif adalah politiknya orang yang tidak punya moral, politiknya orang yang tidak punya budi."
Beberapa waktu kemudian menjawab tuduhan itu, Bung Karno menyatakan, "Netralisme bukan berarti orang duduk thenguk-thenguk. Kita tidak dapat netral dalam menghadapi neokolim (neo-kolonialisme dan imperialisme). Kita tidak membiarkan suatu bangsa merampas kemerdekaan bangsa lain. Kalau kita membiarkan dan tidak menentangnya, apakah artinya kita ini," tanyanya.
Kata Bung Karno, "Dunia ketiga memang membutuhkan pembangunan ekonomi. Tetapi mereka tetap membutuhkan kedaulatan, martabat, dan harga diri sebagai bangsa."
Mengenai politik go to hell with your aid, Bung Karno berkata, "Aku sering mendapat pertanyaan tentang sikapku yang katanya anti-AS. Bertahun-tahun lamanya aku sangat ingin menjadi sahabat Amerika, akan tetapi sia-sia. AS berkali-kali menyalahartikan bantuan asing yang diberikan kepada Indonesia. Amerika tidak memberikan hadiah cuma-cuma kepada Indonesia. Ini bukan sebagai sebuah hadiah dari seorang bapak yang kaya kepada anaknya yang miskin.
Ini adalah sebuah pinjaman dan dibayar kembali. "Kalaulah dapat Amerika mengerti perasaan kami dan ketidaktenteraman kami, dia akan menyadari bahwa lautan dolar tidak akan dapat merebut hati kami. Apabila AS mendikte kepadaku: 'Sukarno, kami akan memberi tuan seribu juta dolar, asal mempersetan politik luar negeri tuan yang sekarang', maka aku akan berkata: 'Lebih dulu persetan dengan dolar tuan'."
"Tapi bila AS menawarkan pinjaman tanpa ikatan aku dengan tangan gemetar akan berterima kasih dan akan mencium tangan AS."
Bung Karno 40 tahun lalu mengingatkan agar AS tidak boleh begitu saja merendahkan harkat para pemimpin dunia ketiga. Lalu Bung Karno minta agar AS mau mengintrospeksi mengapa rakyat Afrika dan Asia tidak mau percaya lagi kepadanya. Apakah mungkin, kata Bung Karno, rakyatnya merasakan cengkeraman kuku dari intervensi dan subversi CIA (agen rahasia AS).
Bush ingin menciptakan tatanan dunia baru dengan menyingkirkan Saddam dan menggantikan dengan tokoh yang mereka sukai.
Menurut Bung Karno, tata dunia baru adalah tanpa pengisapan dari suatu bangsa kepada bangsa lainnya. Negara-negara yang mengisap dan mengeksploitasi kekayaan negara-negara Nefos (new emerging forces), oleh Bung Karno disebut Oldefos --old establish forces).
Ia yakin Nefos nantinya akan dapat mengalahkan Oldefos. Untuk itu dia bertekad untuk mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Nefos di Jakarta. Gedungnya sudah disiapkan yang kini menjadi tempat sidang-sidang DPR. Tapi rencananya itu tidak kesampaian karena ia jatuh pada 1966.
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/selarung/nostalgia-abah-alwi/16/07/01/o9lw5a282-amerika-sebut-bung-karno-sebagai-biang-kerok-part3