Mk318 SOST (Tengah) |
Soal keberanian mencoba hal-hal baru, kelihatannya memang Korp Marinir AS yang punya nyali lebih. Bicara soal 5,56mm, AS punya mainan baru berjudul Mk318 SOST (Special Operations & Science Technology). Pada awalnya diciptakan sebagai pasangan senapan serbu SCAR-L short milik SOCOM (statusnya saat ini digelar bersama 75th Ranger), Korp Marinir selangkah lebih maju, memesan 10,4 juta butir peluru dengan nilai kontrak $6 juta untuk Marine Expeditionary Batallion-Afghanistan. Lalu apa hebatnya Mk318?
Kelemahan bawaan 5,56mm
Sejak awal diciptakan, peluru 5,56mm didesain sebagai peluru SCHV (Small Caliber, High Velocity), mengompensasikan antara bobot peluru, gaya tolak balik yang dihasilkan, serta akurasi yang diinginkan. Kompromi tersebut lahir dalam peluru 55gr 5,56mm M193 yang berdiameter relatif kecil, dan mengandalkan pada kemampuannya untuk terfragmentasi begitu menembus permukaan kulit. Kemampuan terfragmentasi ini adalah kompensasi dari dimensinya yang kecil. Peluru AS sebelumnya, .30-06 dan 7,62x51mm NATO berukuran besar sehingga menimbulkan rongga perlukaan yang besar pula. Diatas kertas dan berdasar hasil pengujian pada gelatin balistik, 5,56mm NATO adalah peluru yang sangat ideal, namun fakta di lapangan bertolak belakang.
M193 sebagai peluru 5,56mm pertama, didesain untuk diletuskan dari laras M16 yang memiliki panjang 20 inci, sehingga memiliki momen puntir yang memadai dan penurunan kecepatan yang relatif rendah. Syarat utama agar peluru 5,56mm bisa terfragmentasi adalah kecepatannya saat menembus permukaan kulit minimal 2.700fps, yang tercapai dengan mudah saat ditembakkan dari M16. Masalahnya kemudian, komunitas pasukan khusus yang dipelopori US Special Forces kemudian beralih ke Colt XM177E1/E2 yang punya panjang laras sekitar 10,5” dan 11,5”. Peluru M193 yang dilesatkan dari senjata berlaras ultra-pendek ini kemudian kehilangan kesaktiannya, karena penurunan kecepatannya sangat drastis, dibawah 2.000fps pada jarak >50m. Sebagai akibatnya, proyektil berbalut jaket baja ini tidak terfragmentasi. Syarat letal 5,56mm tidak terpenuhi, dan ditambah kemampuan manusia menahan sakit saat dipengaruhi adrenalin dalam pertempuran,, menyebabkan peluru 5,56mm menjadi tidak ideal.
Solusi berikutnya, yaitu SS109/M855 yang dipelopori FN Herstal menggunakan kepala peluru yang lebih berat dan kecepatan yang lebih tinggi, yang tercapai berkat momen puntir yang lebih cepat karena twist laras yang menjadi 1:7 (satu putaran per 7 inci) dibanding M193 yang 1:12. Kepala proyektil (penetrator) terbuat dari baja, yang meningkatkan daya penetrasi. Akan tetapi, M855 jatuh ke dalam jurang yang sama seperti M193, ketika digunakan dari laras M4, yang menjadi senapan standar AD AS sejak akhir dekade 1990an. Keunggulan kecepatannya yang tinggi ternyata justru dimandulkan oleh bobot proyektil yang bertambah, dan ketika bertemu dengan laras yang lebih pendek, nasibnya tak berbeda dengan M193.
Proyektil yang diharapkan menyerpih, malah mengalami efek yaw (keluar dari lintasan, entah naik atau turun) di dalam tubuh karena kurangnya daya dorong. Dengan bentuk yang tetap solid, proyektil yang mengalami yaw tidak akan mematikan, selama tidak mengenai organ vital, dan malah menyulitkan paramedis untuk mengeluarkannya, salah satu hal yang dilarang Konvensi Jenewa. AS berupaya menghindari efek yaw ini, karena mereka mengkritik habis-habisan peluru 5N7 Uni Soviet, yang dikenal sebagai 5,45x39mm dari AK-74. 5N7 yang didesain dengan rongga di belakang kepala proyektilnya memang didesain untuk mengalami efek yaw begitu menembus tubuh, sehingga menimbulkan rongga perlukaan yang besar karena peluru akhirnya bergerak secara vertikal dari yang tadinya horisontal. Kalau M855 akhirnya mengandalkan efek yaw, ini artinya AS sama saja menelan ludahnya sendiri.
Bukan rahasia lagi, seluruh prajurit dari berbagai kecabangan frustasi melihat lawan yang sudah ditembusi lebih dari tiga proyektil 5,56mm masih bisa bangun dan mencoba melawan. Lebih frustasi lagi, saat menembaki musuh yang berlindung di balik perlindungan alami di perkotaan: tembok, meja, atau mobil. Peluru 5,56mm mandul saat harus menghadapi rintangan tebal. Solusi parsial diraih komunitas pasukan khusus dengan peluru Mk262 buatan Sierra Match King. Proyektil Nosler seberat 77 grain ini memiliki bobot yang lebih berat namun dengan jaket yang lebih tipis. Efeknya, trayektorinya jauh lebih lurus pada jarak yang lebih jauh, berkat ekornya yang berdesain boat-tail dan kemampuan fragmentasinya lebih hebat karena jaketnya lebih tipis. Namun kendalanya adalah harga. Peluru ini dibuat berdasarkan spesifikasi buru, dan harganya per butir bisa 2 kali lipat M855, sesuatu yang tidak sustainable dalam jangka panjang. Pada akhirnya, jalan buntu.
Mk318 & Mk319
Jawaban tersebut kini ada dalam Mk318 dan Mk319, saudaranya yang berkaliber 7,62x51mm. Mk318 diciptakan khusus bagi SCAR-L short barrel yang larasnya hanya 13,8”. Proyeknya sendiri sudah dimulai bahkan sejak 2002, ketika Crane mempelajari seluruh peluru 5,56mm yang ada, mulai M855, Mk262, M193, M955, dan bahkan peluru .223 COTS (Commercial Off The Shelf) atau versi sipil-komersial. Semuanya tidak ada yang memuaskan, termasuk 20 propelan sipil-militer yang diujicoba. Key performance yang diinginkan, yaitu kecepatan yang amat tinggi serta kepastian fragmentasi, tidak ada yang tercapai dengan sempurna. Crane lalu memulai program baru, Enhanced Ammunition Program yang dananya turun pada Juli 2005. Biarpun berkutat pada kaliber 5,56mm dan 7,62mm yang sudah ada sebelumnya, pada dasarnya ini adalah penciptaan peluru baru. Performa yang diinginkan adalah konsistensi tembakan, kilatan cahaya (muzzle flash) yang minim, akurasi yang tak boleh lebih dari 2 MOA, kemampuan menembus penghalang seperti kaca, pintu, dan meja, kecepatan terminalnya setelah menembus penghalang tersebut, dan tentu saja biaya.
Pada 2007, hanya satu pabrikan yaitu Federal/ATK yang datang dengan konsep Mk318 dan 319. Dari segi desain, keduanya radikal. Bagaimana tidak, kepala pelurunya menerapkan desain open tip, yaitu memiliki cekungan seperti mangkuk kecil di kepalanya, beda dengan M855/SS109 yang memiliki kepala proyektil pejal. Bentuk open tip ini memiliki konsekuensi tekanan hidrostatik yang besar, memerangkap udara antara proyektil dan daging yang tertembus. Ketika udara sudah tidak mampu lagi lolos, ia akan memberi tekanan yang sangat besar-meledak dan membuat proyektilnya terfragmentasi dengan sangat hebat. Bagian kepala proyektilnya timah yang relatif lunak, dibantu penetrator belakang yang terbuat dari tembaga murni. Timah yang lunak akan mengembang dengan cepat saat diberi tekanan, pada akhirnya akan mengembang dan memecahkan jaket baja, membuatnya menyerpih ke segala penjuru. Ketika timah sudah mengembang, akhirnya tembaga pejal yang memberi sentuhan rongga perlukaan yang paling besar, mendorong sisa proyektil untuk mampu menembus terus. Kecepatannya dijamin dengan pengembangan propelan baru, disebut SBP (Short Barrel Propellant) yang menggantikan WC844/IMR yang dipakai M855.
Performanya tergolong menakjubkan, mencapai kecepatan 2.925fps saat dilesatkan dari laras 14 inci, dan bahkan 3.050fps dari laras 20 inci seperti M16A4 yang digunakan Korp Marinir. Kecepatan yang dihasilkan ini memberikan premium-20% diatas angka yang disyaratkan agar peluru bisa terfragmentasi, yang artinya performa peluru akan bertahan saat mengenai sasaran yang ada pada jarak yang lebih jauh, 200 meter misalnya. Soal biaya, Mk318 dan 319 sama memuaskannya. Keduanya bisa dibuat di pabrik munisi tanpa perlu mengubah spek mesin produksi konvensional, dan bahkan bisa diproduksi dengan mesin high-speed loading. (Aryo Nugroho)
Sumber : http://indomil.com/