Pesawat Tempur TNI AU |
Perintah penting datang langsung dari panglima tertinggi TNI Presiden Jokowi seminggu sebelum unjuk kekuatan TNI AU di Belitong tanggal 28-29 September 2016. Sesuai rencana sebelumnya Belitong akan “dihancurkan” oleh sedkitnya 48 jet tempur berbagai jenis yang dimiliki TNI AU lewat serangan udara bertubi-tubi selama dua hari. Namun seminggu sebelum tanggal itu, Jokowi memerintahkan lokasi latihan tentara langit dipindah ke Natuna.
Ada apa gerangan. Dinamika kawasan Natuna menunjukkan bahwa kita perlu menampilkan apa yang kita miliki dalam sebuah keharusan yang diwajibkan secara mendadak. Boleh jadi sebagai show of force TNI AU, bisa juga untuk membalas unjuk kekuatan di seberang laut yang dipertontonkan secara terus menerus. Atau mengobati rasa kecewa hitungan mundur peluncuran rudal China yang tak sesuai perintah Jokowi dalam serial latihan Armada Jaya sebelumnya.
Bahasa militer adalah lanjutan dari laporan intelijen. Bahasa militer yang seperti ini mungkin saja sebagai bentuk kemarahan karena disepelekan. Bisa juga karena ada yang mengatur-ngatur lewat jalur diplomasi agar di Natuna suasana diupayakan tidak banyak gerakan militer. Ini sempat dilontarkan oleh Menko Polhukam Luhut Panjaitan beberapa bulan lalu. Padahal pihak sana berpesta terus mengeluarkan jurus manuver kung fu dan pamer kekuatan.
Pemindahan lokasi latihan tentara langit secara mendadak adalah bagian dari metode simulasi yang tak direncanakan. Jadi sangat mendekati dengan kondisi sebenarnya jika memang suatu saat Natuna harus diselamatkan dari ancaman agresi militer. Bayangkan persiapan di Belitong sudah cukup matang, simulasi bunker, jet tempur “ecek-ecek” dibuat bersama “fasilitas militer” yang akan dihancurkan. Pergeseran radar mobile, alutsista canggih Oerlikon Skyshield, berbagai jenis peluru kendali, bom, pesawat tempur, pesawat angkut sudah disiagakan.
Manfaat dari pergeseran lokasi latihan ini adalah menguji kondisi emergency alias kondisi darurat yang tidak sesuai dengan rencana latihan yang sudah dibuat. Menguji kemampuan dan kecerdasan pemikir strategis angkatan udara kita untuk bertindak cepat tepat dalam suasana yang tidak ada dalam plot rencana. Ini bukan pekerjaan sederhana, memindahkan alutsista mahal, koordinasi antar satuan, gerakan pasukan ke tapal batas yang hanya punya satu pangkalan AU, pemindahan amunisi dan logistik perlu kerja cerdas.
Pekanbaru, Batam, Jakarta, Pontianak adalah pangkalan angkatan udara yang berperan penting untuk latihan puncak tentara langit. Bandara Hang Nadim menjadi pangkalan aju untuk 7 jet tempur Sukhoi Su-27/30 yang bermarkas di Makassar dan 10 F-16 yang bermarkas di Pekanbaru. Supadio Pontianak menjadi rumah sementara bagi 8 jet latih tempur T50i Golden Eagle dan 6 EMB-314 Super Tucano. Beberapa pesawat angkut C-130 Hercules, CN-295 diberangkatkan ke Batam, Supadio dan Natuna.
Maka mulai tanggal 03 Oktober sampai dengan tanggal 6 Oktober 2016 Natuna akan dikerumuni puluhan jet tempur lewat berbagai manuver pertempuran. Hiruk pikuk suasana pertempuran itu akan spektakuler di mata masyarakat di sana karena ini adalah untuk pertama kalinya sepanjang sejarah latihan tentara langit dalam jumlah besar dikerahkan ke Natuna. Hampir separuh kekuatan TNI AU dikerahkan dalam sebuah latihan operasi militer yang tidak direncanakan sebelumnya.
Poin penting dalam pengerahan alutsista mahal ini adalah, untuk menghadapi satu titik panas teritori kita membutuhkan kuantitas alutsista yang mencukupi dan kualitas alutsista yang canggih. Nah jika terjadi dua titik panas dalam sebuah insiden teritori tentu distribusi alutsista tadi harus disebar. Maka berulang kali kita menyatakan bahwa jumlah jet tempur, radar dan rudal kita masih belum mencukupi.
Maka sangat wajar jika kita mengharap sign kontrak pengadaan jet tempur Sukhoi Su-35 segera direalisir. Jumlahnya pun mudah-mudahan tidak dicicil tetapi langsung satu skuadron lengkap dengan persenjataannya. Jika ini terjadi maka pecahlah rekor beli alutsista jet tempur 16 biji lengkap dengan tentengannya. Bukankah sebelumnya kita selalu beli eceran, beli 4 Sukhoi kosongan, lalu nambah 6 lagi juga kosongan, beli lagi 6 biji baru ada paket rudalnya dan itu butuh waktu 12 tahun.
Tantangan berteritori kita bukan cerita fiksi tetapi kenyataan dan ada di depan mata. Jadi kalau masih ada yang sibuk bilang kita tidak punya musuh, kita bersahabat dengan semua negara, lebih baik ngurusin bencana alam yang di depan mata, maka jalan pikiran orang seperti itu adalah kacamata kuda. Mempersiapkan militer yang kuat adalah bagian dari cara menjaga perdamaian dan persahabatan.
Militer yang kuat akan melapis kekuatan diplomasi. Ibarat orang ngomong, kalau gerakannya gagah gemulai maka omongannya gak dianggap. Militer yang kuat adalah untuk memastikan omongan kita didengar dalam bingkai diplomasi, menjaga harkat dan martabat ber NKRI. Menguji tentara langit di Natuna adalah bagian dari pesan diplomatik itu karena bahasa militer adalah bahasa otot. Sangat pantas kita menguji otot kita di Natuna untuk mejaga kewibawaan teritori Republik Indonesia.
Sumber : TSM - Jagarin Pane