![]() |
Kim Jong-un |
Skandal korupsi yang menimpa Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, terus bergulir. Presiden Park kini berada dalam tekanan politik besar setelah seorang teman dekatnya, Choi Soon-sil, disebut campur tangan dalam urusan negara dan kehidupan pribadi presiden, termasuk menentukan pakaian apa yang sebaiknya dikenakan oleh sang presiden.
Choi Soon-sil sudah didakwa mencampuri urusan kenegaraan dan menekan berbagai perusahaan menyumbang ke yayasannya. Choi juga didakwa karena menekan perusahaan-perusahaan Korea Selatan untuk memberi sumbangan senilai 60 juta dolar Amerika Serikat (AS) lebih atau sekitar Rp 803 miliar ke yayasan-yayasan yang dipimpinnya.
Pihak kejaksaan sudah menyatakan bahwa Presiden Park berperan dalam skandal korupsi yang melibatkan Choi. Tetapi, Park tidak bisa didakwa selama masih menjabat.
Segala kejadian ini berujung pada datangnya berbagai tuntutan agar ia turun dari kepemimpinan. Park pun berpotensi menjadi presiden perempuan Korsel pertama yang dimakzulkan.
Ketidakstabilan ini bisa dimanfaatkan oleh rival sewilayahnya di Korea Utara, Kim Jong-un. Pemimpin diktator itu bisa membawa ketidakstabilan di Korsel dan meningkatkan rezimnya sendiri.
Lebih dari satu juta pengunjuk rasa turun ke jalan Seoul, Korsel, pada Sabtu (26/11), untuk menuntut mundurnya Park. Mereka memperingatkan krisis Korsel adalah hadiah propaganda untuk Kim.
Seorang peneliti biologi yang membelot pada 2009, Hyeongsoo Kim, mengatakan, Kim siap memanipulasi berita skandal untuk memperkuat rezimnya. Setiap harinya Korut mengkritik Pemerintah Korsel dan kini kritikan itu semakin meningkat, kata Hyeongsoo.
Kim punya banyak peluru untuk memperburuk kondisi Korsel. Ia juga siap membicarakan sejumlah strategi dengan para pejabat tinggi.
Krisis ini jelas pengalihan bermanfaat bagi Kim. Perhatian komunitas internasional akan tertuju pada Korsel. Sehingga, Korut pun akan punya lebih banyak waktu untuk memperbaiki uji rudal mereka.
Waktu lebih banyak bisa digunakan untuk mengembangkan senjata nuklir, ujar Hyeongsoo. Para pembelot Korut juga khawatir rezim Kim akan mencoba memicu opini publik terkait serangan siber.
Juni lalu, Seoul menuduh Pyongyang meretas 140 ribu komputer di 160 perusahaan. Korsel mengatakan, Korut ingin mencuri informasi rahasia soal industri dan militer.
Itu sangat mungkin terjadi, kata Direktur European Alliance for Human Rights in North Korea, Michael Glendinning. Menurutnya, Korut selalu terkait dengan aktivitas semacam itu.
Kim sudah mulai bermain dengan ketakutan Korsel bulan lalu. Saat itu ia terlihat sedang melakukan survei di Yeonpyeong, sebuah pulau strategis di perbatasan kedua negara. Pejabat militer memberinya gambaran soal misi menyerang bersama.
Korut sebelumnya pernah menyerang Yeonpyeong pada November 2010. Di Seoul, militer diminta selalu siaga. Para politikus khawatir Kim tidak akan melewatkan kesempatan untuk menghasut perang.
Meski demikian, sejumlah analis menilai Kim tidak akan memperkeruh suasana. Posisi Park sudah cukup jatuh setiap harinya. Pada Jumat (25/11), tingkat penerimaan terhadap Park turun empat persen. Ini terendah dalam sejarah.
Park telah dua kali meminta maaf. Tetapi, ia menolak mundur meski skandalnya terus membesar dan memburuk setiap pekannya. Pada Kamis, tiga partai oposisi sepakat untuk mengajukan referendum soal pemakzulan Park.
Kemungkinan pemungutan suara akan digelar 2 Desember 2016. Sebanyak 40 anggota partai Park sendiri, Saneuri, juga sepakat mendorongnya dimakzulkan. Jumlah ini saja sudah menempati dua pertiga mayoritas dari yang dibutuhkan. Oleh Lida Puspaningtyas, ed: Setyanavidita Livikacansera
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/koran/internasional-koran/16/11/27/oharw326-menunggu-kim-jongun-memancing-di-air-keruh