Self Propelled Artillery Gun 2S1 Gvozdika 122 MM, Sistem Swagerak Usang yang Masih Diandalkan - Radar Militer

22 Februari 2017

Self Propelled Artillery Gun 2S1 Gvozdika 122 MM, Sistem Swagerak Usang yang Masih Diandalkan

Self Propelled Artillery Gun 2S1 Gvozdika 122 MM
Self Propelled Artillery Gun 2S1 Gvozdika 122 MM 

Walaupun mengusung meriam yang kalibernya paling kecil yaitu 122mm, 2S1 Gvozdika (bunga Karnesia) merupakan sistem swagerak (self propelled artillery gun/SPAG) dengan populasi terbesar di dunia. 2S1 merupakan sistem artileri swagerak modern pertama yang dimiliki Soviet pasca PD II. Seluruh negara Pakta Warsawa ataupun negara yang dipasok alutsistanya oleh Soviet pasti memiliki SPAG yang meriamnya dibangun dengan basis D-30 ini.
Soal pengalaman tempur tentunya sudah tidak perlu diragukan lagi, 2S1 telah digunakan dalam setiap perang yang diikuti Soviet dan bahkan dalam berbagai perang modern seperti Iran-Irak, Chechnya, dan Georgia.
Pada masa awal Suriah, dalam sebuah video menampilkan 2S1 Angkatan Darat Suriah sedang membombardir posisi pasukan FSA (Free Syrian Army) di kota Hama. Hal ini membuktikan bahwa sistem 2S1 mampu bertahan melewati berbagai perubahan tren pertempuran.
Padahal mulanya konsep dasar 2S1 terbilang sederhana, yakni melakukan kawin silang antara ranpur pengusung yang murah meriah, dengan sistem meriam yang memang sudah dikenal dan familiar di dalam tubuh militer yang menganut doktrin Blok Timur.
Rupanya ide sederhana itu berbuah manis. 2S1 dari hasil kawin silang itu terus bertahan dan digunakan, bahkan melampaui senior-seniornya yang sudah masuk museum atau long term storage. Walaupun meriamnya kalah jangkauan dibanding 152mm yang jadi standar Rusia saat ini, perkembangan teknologi telah menghadirkan amunisi pintar yang dapat menutup gap tersebut.
Satu lagi yang menjadi keunggulan 2S1 adalah kemampuannya mengapung di permukaan air, yang merupakan bawaan sejak lahir. 2S1 menjadi sistem artileri swagerak pertama dan terakhir Soviet yang memiliki kemampuan renang di permukaan air. Sistemnya yang ringan memberinya keunggulan spesifik yang tidak dimiliki sistem lain.
Di luar itu semua, patut disadari bahwa 2S1 merupakan satu sistem SPAG yang sudah obsolete (usang). Dibandingkan dengan meriam howitzer Barat yang rata-rata sudah berkaliber 155mm, meriam D-30 122mm tentu tidak ada apa-apanya soal jangkauan. Kalau dipaksa beradu, bisa jadi 2S1 mampu dilumat habis.
Nasibnya kalah jauh dibandingkan sistem setara buatan AS M109 Paladin yang sezaman. 2S1 harus berhenti, sementara M109 terus menerus dikembangkan dan menjadi tulang punggung artileri swagerak AS sampai saat ini.
Namun apabila jeli mengamati, rata-rata 2S1 yang menjadi stok surplus di beberapa negara Eropa eks Pakta Warsawa justru paling aktif diperdagangkan, terutama ke negara-negara Afrika dan Asia. 2S1 juga menjadi sarana pembelajaran yang sempurna bagi angkatan bersenjata yang baru hendak ‘belajar’ menggunakan SPAG dan beralih dari meriam tarik.
Hal ini secara tidak langsung tentunya akan menciptakan pasar baru bagi perusahaan yang mengkhususkan diri dalam refurbish alutsista eks Blok Timur, maupun pabrikan amunisi 122mm yang tadinya sudah terancam tutup. Suka atau tidak suka, itulah 2S1, yang patut dicatatkan namanya dalam sejarah artileri modern. Aryo Nugroho
Sumber : http://angkasa.co.id/

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)