Helikopter Cougar PT Dirgantara Indonesia |
PT Dirgantara Indonesia (DI) dinilai belum dapat disebut sebagai industri pertahanan yang menyangkut alat utama sistem persenjataan (Alutsista). Sebab, PT DI belum dapat memproduksi pesawat buatan sendiri. Hal itu dilayangkan langsung Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie, dalam sebuah diskusi bertema 'Penguatan Alutsista Melalui Transfer Teknologi', di Media Center DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (26/4).
Menurutnya, PT DI lebih tepat disebut sebagai makelar atau broker perdagangan pesawat. Sebab, hingga saat ini PT DI belum mampu memproduksi pesawat.
"PT DI ini mesti jelas, dia ini broker atau industri pertahanan. Karena selama ini sudah terjadi kebohongan publik, coba Google saja pesawat cougar itu produk China bukan PT DI," kata Connie kepada wartawan.
Connie meminta, agar PT DI lebih terbuka kepada publik bahwa pesawat yang selama ini diklaim hasil produksi ternyata hasil produk luar, dalam hal ini China.
"Jangan ada kebanggaan yang semu, yang membuat kita sesat. Kalau memang PT DI tidak mampu menjadi industri pertahanan, industri sipil saja dulu," tegasnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin membantah hal tersebut. Dia mengatakan, sebagai warga negara Indonesia tidak boleh melontarkan tudingan seperti itu. Seharusnya, mengajak semua pihak ikut mendukung dan mengembangkan industri strategis pertahanan dalam negeri, khususnya mendukung langkah PT DI untuk mengkombinasikan kemampuan yang ada.
"Di PT DI tidak hanya bicara industri strategis pertahanan saja namun industri lain seperti angkutan udara," pungkasnya diacara yang sama.
Dia menjelaskan, selama ini PT DI sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam pengembangan produk-produk Alutsista. PT DI juga sudah menjalin kerjasama dengan beberapa negara seperti Spanyol dan Boeing serta Heli dengan negara Eropa lainnya.
"Jadi begini awasi saja, kalau ada kekurangan kecurangan yang dilakukan 'partner' kita tegakkan secara hukum tapi tidak perlu dibunuh pelan-pelan," ujarnya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai, 'core' bisnis PT DI bukan hanya di industri pertahanan saja namun alat angkut nasional, alat angkut udara seperti heli angkut.
Diamini Mantan Menteri Riset dan Teknologi, AS Hikam. Dia menjelaskan kebijakan politik dan pertahanan Indonesia masih belum didasari ancaman yang dihadapi sekarang dan di masa depan.
Menurutnya, pradigma yang dianut masih melihat kedalam sehingga mempengaruhi pembelian Alutsista. "Perkembangan Iptek dan industri strategis harus didasari paradigma yang berubah," katanya.
Dia menilai, harus kembalikan industri pertahanan yang lengkap seperti penelitian dan pengembangan industri pertahanan dengan libatkan DPR. Hal itu menurut dia, kalau tidak maka industri pertahanan Indonesia akan tergantung misalnya kriteria senjata apa yang cocok untuk Indonesia. (aen)
Sumber : http://nasional.indopos.co.id/read/2017/04/26/96430/DPR-Bantah-PT-DI-Dituding-Makelar-Alutsista
Menurutnya, PT DI lebih tepat disebut sebagai makelar atau broker perdagangan pesawat. Sebab, hingga saat ini PT DI belum mampu memproduksi pesawat.
"PT DI ini mesti jelas, dia ini broker atau industri pertahanan. Karena selama ini sudah terjadi kebohongan publik, coba Google saja pesawat cougar itu produk China bukan PT DI," kata Connie kepada wartawan.
Connie meminta, agar PT DI lebih terbuka kepada publik bahwa pesawat yang selama ini diklaim hasil produksi ternyata hasil produk luar, dalam hal ini China.
"Jangan ada kebanggaan yang semu, yang membuat kita sesat. Kalau memang PT DI tidak mampu menjadi industri pertahanan, industri sipil saja dulu," tegasnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin membantah hal tersebut. Dia mengatakan, sebagai warga negara Indonesia tidak boleh melontarkan tudingan seperti itu. Seharusnya, mengajak semua pihak ikut mendukung dan mengembangkan industri strategis pertahanan dalam negeri, khususnya mendukung langkah PT DI untuk mengkombinasikan kemampuan yang ada.
"Di PT DI tidak hanya bicara industri strategis pertahanan saja namun industri lain seperti angkutan udara," pungkasnya diacara yang sama.
Dia menjelaskan, selama ini PT DI sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam pengembangan produk-produk Alutsista. PT DI juga sudah menjalin kerjasama dengan beberapa negara seperti Spanyol dan Boeing serta Heli dengan negara Eropa lainnya.
"Jadi begini awasi saja, kalau ada kekurangan kecurangan yang dilakukan 'partner' kita tegakkan secara hukum tapi tidak perlu dibunuh pelan-pelan," ujarnya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai, 'core' bisnis PT DI bukan hanya di industri pertahanan saja namun alat angkut nasional, alat angkut udara seperti heli angkut.
Diamini Mantan Menteri Riset dan Teknologi, AS Hikam. Dia menjelaskan kebijakan politik dan pertahanan Indonesia masih belum didasari ancaman yang dihadapi sekarang dan di masa depan.
Menurutnya, pradigma yang dianut masih melihat kedalam sehingga mempengaruhi pembelian Alutsista. "Perkembangan Iptek dan industri strategis harus didasari paradigma yang berubah," katanya.
Dia menilai, harus kembalikan industri pertahanan yang lengkap seperti penelitian dan pengembangan industri pertahanan dengan libatkan DPR. Hal itu menurut dia, kalau tidak maka industri pertahanan Indonesia akan tergantung misalnya kriteria senjata apa yang cocok untuk Indonesia. (aen)
Sumber : http://nasional.indopos.co.id/read/2017/04/26/96430/DPR-Bantah-PT-DI-Dituding-Makelar-Alutsista