Jens Stoltenberg |
Sekretaris Jenderal (Sekjen) North Atlantic Treaty Organization (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, dunia pada saat ini berada di titik paling berbahaya untuk satu generasi ke depan. Dia menyebut, nuklir Korea Utara (Korut), militer Rusia dan teroris ISIS sebagai penyebabnya.
”Ini lebih tidak dapat diprediksi, dan ini lebih sulit karena kita memiliki begitu banyak tantangan pada saat bersamaan,” katanya dalam sebuah wawancara dengan The Guardian.
”Kami memiliki proliferasi senjata pemusnah massal di Korut, kami memiliki teroris (ISIS), ketidakstabilan, dan kami memiliki Rusia yang lebih tegas. Ini adalah dunia yang lebih berbahaya,” lanjut pemimpin NATO yang pernah jadi Perdana Menteri Norwegia antara tahun 2005 hingga 2013 itu.
Komentar Stoltenberg muncul di tengah meningkatnya krisis nuklir di semenanjung Korea, di mana pemerintah Korea Selatan telah menerapkan sistem rudal pertahanan THAAD Amerika Serikat (AS) sebagai tanggapan atas ancaman yang berkembang yang dilakukan oleh kegiatan militer Korut.
Dalam beberapa minggu terakhir, Pyongyang telah meluncurkan rudal balistik yang menerobos wilayah udara Jepang. Rudal yang diuji tembak itu diklaim sebagai permulaan untuk menyerang Guam, wilayah AS di Pasifik.
Di sisi lain Presiden AS Donald Trump mengancam akan merespons Korut dengan “api dan amarah” jika melanjutkan ancamannya. Pada hari Kamis lalu, Trump mengatakan bahwa Washington meningkatkan kekuatan militer.
”Sudah puluhan miliar dolar lebih banyak yang diinvestasikan,” kata Trump. ”Dan setiap hari peralatan baru dikirim, peralatan baru dan bagus, yang terbaik di dunia, yang terbaik di manapun di dunia, sejauh ini.”
”Mudah-mudahan kita tidak harus menggunakannya di Korut. Jika kita menggunakannya di Korut, ini akan menjadi hari yang sangat menyedihkan bagi Korut,” imbuh Trump.
Sekjen NATO mendukung solusi politik untuk krisis di Semenanjung Korea.”Saya pikir yang penting sekarang adalah melihat bagaimana kita dapat menciptakan situasi di mana kita dapat menemukan solusi politik untuk krisis,” ujarnya.
”Pada saat yang sama saya benar-benar mengerti dan mendukung pesan militer yang telah dilaksanakan di wilayah tersebut oleh Korea Selatan dan Jepang sampai batas tertentu, karena mereka memiliki hak untuk membela diri,” lanjut Stoltenberg, yang dilansir Minggu (10/9/2017).
”Mereka memiliki hak untuk merespons saat mereka melihat tindakan agresif ini, saya juga mendukung kehadiran pasukan AS dan kemampuannya di Korea.”
Sementara itu, untuk periode enam hari mulai Kamis depan sekitar 100.000 tentara Rusia diprediksi akan ditempatkan di perbatasan negara tersebut dengan Uni Eropa. Pasukan Rusia dan Belarusia, serta petugas keamanan dan pejabat sipil akan ambil bagian dalam latihan perang yang tercatat sebagai manuver terbesar Moskow sejak Perang Dingin.
Pasukan Rusia akan aktif di wilayah sekitar Laut Baltik, Rusia barat, Belarusia dan Kaliningrad.
”Rusia telah mengatakan bahwa (jumlah pasukan yang dikerahkan) di bawah 13.000 (personel),” kata Stoltenberg.
”Mereka memberi tahu bahwa di dewan NATO-Rusia beberapa minggu yang lalu, itu berguna tapi pada saat yang sama kita telah melihat ketika Rusia mengatakan bahwa sebuah latihan yang memiliki kurang dari 13.000 tentara tidak selalu demikian,” paparnya.
”Kami telah melihat itu di (latihan perang) Zapad 2009 dan 2013—dua latihan Zapad sebelumnya. Masih banyak lagi tentara yang berpartisipasi,” imbuh dia.
Sumber : https://international.sindonews.com/
”Ini lebih tidak dapat diprediksi, dan ini lebih sulit karena kita memiliki begitu banyak tantangan pada saat bersamaan,” katanya dalam sebuah wawancara dengan The Guardian.
”Kami memiliki proliferasi senjata pemusnah massal di Korut, kami memiliki teroris (ISIS), ketidakstabilan, dan kami memiliki Rusia yang lebih tegas. Ini adalah dunia yang lebih berbahaya,” lanjut pemimpin NATO yang pernah jadi Perdana Menteri Norwegia antara tahun 2005 hingga 2013 itu.
Komentar Stoltenberg muncul di tengah meningkatnya krisis nuklir di semenanjung Korea, di mana pemerintah Korea Selatan telah menerapkan sistem rudal pertahanan THAAD Amerika Serikat (AS) sebagai tanggapan atas ancaman yang berkembang yang dilakukan oleh kegiatan militer Korut.
Dalam beberapa minggu terakhir, Pyongyang telah meluncurkan rudal balistik yang menerobos wilayah udara Jepang. Rudal yang diuji tembak itu diklaim sebagai permulaan untuk menyerang Guam, wilayah AS di Pasifik.
Di sisi lain Presiden AS Donald Trump mengancam akan merespons Korut dengan “api dan amarah” jika melanjutkan ancamannya. Pada hari Kamis lalu, Trump mengatakan bahwa Washington meningkatkan kekuatan militer.
”Sudah puluhan miliar dolar lebih banyak yang diinvestasikan,” kata Trump. ”Dan setiap hari peralatan baru dikirim, peralatan baru dan bagus, yang terbaik di dunia, yang terbaik di manapun di dunia, sejauh ini.”
”Mudah-mudahan kita tidak harus menggunakannya di Korut. Jika kita menggunakannya di Korut, ini akan menjadi hari yang sangat menyedihkan bagi Korut,” imbuh Trump.
Sekjen NATO mendukung solusi politik untuk krisis di Semenanjung Korea.”Saya pikir yang penting sekarang adalah melihat bagaimana kita dapat menciptakan situasi di mana kita dapat menemukan solusi politik untuk krisis,” ujarnya.
”Pada saat yang sama saya benar-benar mengerti dan mendukung pesan militer yang telah dilaksanakan di wilayah tersebut oleh Korea Selatan dan Jepang sampai batas tertentu, karena mereka memiliki hak untuk membela diri,” lanjut Stoltenberg, yang dilansir Minggu (10/9/2017).
”Mereka memiliki hak untuk merespons saat mereka melihat tindakan agresif ini, saya juga mendukung kehadiran pasukan AS dan kemampuannya di Korea.”
Sementara itu, untuk periode enam hari mulai Kamis depan sekitar 100.000 tentara Rusia diprediksi akan ditempatkan di perbatasan negara tersebut dengan Uni Eropa. Pasukan Rusia dan Belarusia, serta petugas keamanan dan pejabat sipil akan ambil bagian dalam latihan perang yang tercatat sebagai manuver terbesar Moskow sejak Perang Dingin.
Pasukan Rusia akan aktif di wilayah sekitar Laut Baltik, Rusia barat, Belarusia dan Kaliningrad.
”Rusia telah mengatakan bahwa (jumlah pasukan yang dikerahkan) di bawah 13.000 (personel),” kata Stoltenberg.
”Mereka memberi tahu bahwa di dewan NATO-Rusia beberapa minggu yang lalu, itu berguna tapi pada saat yang sama kita telah melihat ketika Rusia mengatakan bahwa sebuah latihan yang memiliki kurang dari 13.000 tentara tidak selalu demikian,” paparnya.
”Kami telah melihat itu di (latihan perang) Zapad 2009 dan 2013—dua latihan Zapad sebelumnya. Masih banyak lagi tentara yang berpartisipasi,” imbuh dia.
Sumber : https://international.sindonews.com/