Pembom Strategis Xian H-6K |
Banyak cara bagi militer China untuk menunjukkan tajinya di kawasan Laut China Selatan (LCS), mulai dari penggelaran kapal induk, drone penyerang (UCAV), kapal selam nuklir, dan kapal perusak dapat dikerahkan sewaktu-waktu untuk ‘menakut-nakuti’ negara yang berselisih dengan Beijing. Seperti baru-baru ini muncul kabar bahwa pembom strategis supersonic Xian H-6 tengah meronda kawasan LCS.
Meski bukan tergolong alutsista baru, Xian H-6 masih dianggap mampu memberi efek deteren, terlebih China mempunyai banyak varian H-6, mulai dari tanker udara, pembom konvensional, anti kapal selam, sampai varian yang punya kapabilitas menghantarkan senjata nuklir. Dengan Xian H-6, militer China masuk urutan ketiga sebagai negara pemilik pembom strategis supersonic, tentunya setelah AS dan Rusia.
Kabar di jejaring sosial yang memperlihatkan pembom H-6 sedang dibayangi jet tempur Sukhoi Su-30 TNI AU menjadi buah pembicaraan di kalangan netizen, pasalnya dalam pergerakannya H-6 selalu mendapat pengawalan dari jet tempur AU China, seperti dalam gambar yang berasal dari capture CCTV.com, nampak jet J-11 (Sukhoi Su-27 buatan China) yang mengawal H-6, sementara di belakangnya ada sosok yang diduga Su-30 TNI AU. Namun, gambar yang memang terlihat janggal tersebut akhirnya mendapatkan tanggapan dari Pusat Penerangan TNI yang mengkonfirmasikan bahwa kabar/gambar tersebut adalah hoax.
Meski polemik telah tuntas. Yang menarik adalah keberadaan Xian H-6 itu sendiri, bagi netizen pecinta alutsista di Tanah Air, tahu betul bahwa H-6 merupakan copy-an dari pembom strategis Tupolev Tu-16 Badger, pembom yang namanya begitu tersohor dan melambungkan nama Indonesia di dekade 60-an. Pasalnya di periode tersebut, baru Indonesia yang mempunyai pembom jarak jauh. Kadar deteren Tu-16 bisa disejajarkan dengan kepemilikan Indonesia atas kapal penjelajah KRI Irian. Adanya Tu-16 yang dioperasikan AURI pada era Perang Dingin tak hanya membuat gentar Belanda, negeri seperti Australia pun tak berdaya saat Tu-16 AURI ‘berani’ menyusup jauh hingga kawasan Alice Spring.
Merujuk ke sejarahnya, China mulai menerima Tu-16 dari Uni Soviet pada awal 1958, berlanjut setahun kemudian China mendapatkan izin untuk memproduksi Tu-16 secara lisensi dari Soviet, dan Tu-16 versi China yang diberi label H-6 diproduksi oleh Xi’an Aircraft Industrial Corporation (XAC). Proses alih teknologi dari Soviet ke China terbilang super cepat, pada tahun 1959 H-6 sudah terbang perdana. Hingga dekade 90-an, Cina terus memproduksi H-6 untuk kebutuhan AU dan AL, kemudian ada yang di ekspor ke Irak dan Mesir. Diperkirakan H-6 dalam berbagai varian sudah diproduksi sampai 180 unit.
Uni Soviet sebagai negara pencipta, telah memensiunkan Tu-16 sejak 1993 dan menggantinya dengan jet bomber yang lebih canggih, seperti Tu-104 dan Tu-124. Sementara China belum bisa ‘move on,’ Negeri Panda justru bertahan pada pengembangan H-6 dalam beberapa varian. Utamanya ada 12 varian yang kemampuannya disesuaikan dengan misi yang diemban, lalu masih ada empat varian (HY-6) yang merupakan jenis bomber tanker untuk aerial refuelling.
Diantara ke-12 varian H-6, Xian H-6K disebut-sebut dalam beberapa jurnal sebagai yang terbaru dan tercanggih. Meski desainnya oldskul, H-6K terbilang pesawat pembom baru, lantaran baru terbang perdana pada 5 Januari 2007, dan mulai resmi dioperasikan AU China pada Oktober 2009, bertepatan dengan 60 Tahun Perayaan HUT Republik Rakyat China.
Dibanding generasi H-6 sebelumnya, Xian H-6K mengalami modifikasi yang cukup mendasar, sebut saja struktur yang diperkuat dengan material komposit, engine inlets yang diperbesar untuk penggunaan mesin Soloviev D-30KP2 turbofan buatan Rusia. Malahan sejak 2009, China telah memproduksi mesin WS-18 yang copy-an dari mesin D-30 untuk H-6K.
Modifikasi pada ruang pilot kini sudah mengadopsi glass cockpit yang dilengkapi large size LCD multi-function display. Itu baru perubahan dari sisi jeroan, dari tampilan luar H-6K juga dipastikan sedikit beda dibanding saudara-saudaranya.
Tengok ke bagian hidung, bila Tu-16 dan generasi H-6 lainnya masih mengadoposi konsep glazed navigator station, maka ‘ruang kaca’ tersebut di H-6K sudah dihilangkan, sebagai gantinya disematkan radome untuk platorm radar. Kemudian ruang bom alias bomb bay di dalam lambung, juga dihilangkan, sebagai gantinya ruang bom diubah sebagai tangki bahan bakar tambahan. Tidak cuma itu saja yang di removed, kubah senapan mesin di bagian bawah bodi (belly turret gun), yang tadinya ditempati kanon NR-23 kaliber 23 mm dilepas dan diganti untuk dudukan sensor surveillance dan radar navigasi untuk menuntun rudal.
Nasib kubah kanon yang dilepas ternyata bukan itu saja, XAC juga mencopot kubah kanon NR-23 di bagian atas pesawat (dorsal turret gun), kemudian disampingnya bila dulu ada kubah untuk observasi, juga dihilangkan. Bahkan posisi kubah di ekor yang fenomenal (NR-23) juga dihilangkan untuk perangkat electronic warfare system. Dengan hilangnya semua arsenal pertahanan diri, maka bobot H-6K menjadi lebih ringan. Toh dalam jalannya operasi, memang pembom strategis ini memang akan selalu dikawal jet tempur.
Walau disana-sini dikurangi, tak berarti H-6K berkurang ‘gahar’-nya. Xian H-6 dapat membawa enam unit rudal jelajah subsonic CJ-10A atau rudal anti kapal supersonic YJ-12 (masing-masing tiga rudal di kiri dan kanan sayap), bisa juga menggotong 6-7 LACM (Land Attack Cruise Missile). Masih ada varian senjata yang bisa digotong, hingga total payload yang disiapkan mencapai 12 ton. Belum lagi, seabreg sensor dan peragkat elektronik diyakini banyak ditanam di H-6K, seperti edge antenna pada sayap vertikal.
Dengan kapasitas bahan bakar tambahan, H-6K memang dirancang untuk misi penyerangan jarak jauh. Kelompok pembom ini digadang sanggup merobek barisan tempur kapal induk AS dan beragam target utama di Asia dan wilayah pesisir AS. Sampai tahun 2015, dipercaya ada sekitar 15 unit H-6K yang dioperasikan dua resimen AU China. (Haryo Adjie)
Spesifikasi Xian H-6K :
- Type: Strategic bomber
- Crew: 4
- Engines: Two D-30KP-2 Thrust 2 x 12.000 kg
- Length: 34,80 meter
- Height: 10,36 meter
- Wing span: 33 meter
- Weight: Maximum take-off 79.00 kg/ Empty aircraft 37.200 kg
- Maximum speed: 1.050 km/h
- Cruising speed: 786 km/h
- Range: 6.000 km
- Combat radius: 3.500 km
- Service ceiling: 12.800 meter
Sumber : http://www.indomiliter.com/