Proyek Jet Tempur KFX/IFX |
Meski telah dituangkan dalam kesepakatan, kerja sama antara Korea Selatan dan Indonesia untuk produksi jet tempur generasi 4.5 KFX/IFX terbilang banyak menghadapi tantangan, poin terbesarnya adalah merujuk ke pendanaan dan izin lisensi yang belum diberikan oleh Amerika Serikat selaku penyuplai jeroan di pesawat tempur masa depan tersebut. Harapan tentu harus dijunjung setinggi langit, namun belum lama tersiar kabar bahwa karena ‘faktor’ Indonesia proyek KFX/IFX mungkin mengalami penundaan (lagi).
Mengutip sumber dari koreantimes.co.kr (1/11/2017), seorang anggota oposisi di parlemen menyebut bahwa Indonesia telah gagal membayar biaya tahunan untuk proyek jet tempur ‘join venture’ tersebut. Pernyataan dari anggota parlemen itu kemudian memicu ke khawatiran proyek KFX/IFX dapat mengalami penangguhan.
Kim Jong dae, perwakilan dari Partai Keadilan yang juga anggota Komite Majelis Pertahanan Nasional mengatakana dalam perjanjian, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) selaku mitra dalam proyek KFX/IFX belum melakukan sisa pembayaran sebesar US$124,5 juta ke Korea Selatan pada akhir bulan Oktober lalu. Pembayaran tersebut menurutnya sudah tertuang dalam dokumen yang tertuang di Defense Acquisition Program Administration (DAPA).
“Bila Indonesia tidak membayar tepat waktu, maka mitra pengembangan KFX/IFX yakni Korea Aerospace Industries (KAI) harus menanggung beban 40 persen dari biaya pengembangan,” kata Kim. Adanya kesulitan pendanaan yang dialami KAI juga diperkirakan dapat membahayakan proyek KFX/IFX. Dalam kesepakatan di Januari 2016, Indonesia menyatakan akan menanggung 20 persen biaya pengembangan program KFX/IFX. Pihak KAI pun menyanggupi penyetoran dana 20 persen, sementara sisa 60 persen pendanaan ditanggung oleh pemerintah Korea Selatan.
KAI dilaporkan mengalami kesulitan likuiditas setelah adanya tuduhan korupsi pada mantan manajemennya. Menurut audit dari pemerintah Korea Selatan, obligasi korporasi senilai 600 miliar won dan 290 miliar won di surat kabar perusahaan akan berakhir pada akhir tahun ini. Sebuah laporan internal mengatakan pengeluaran dana KAI mencapai 630 miliar won pada tahun ini, sebagian besar diperuntukkan untuk membayar pinjaman modal.
Mulai April 2016, pihak Indonesia setuju untuk membayar satu persen biaya program setiap tahunnya, dengan kontribusinya naik di atas 2 persen mulai tahun 2017 dan seterusnya. Di tahun 2017 ini, pemerintah Indonesia harus membayar 184 miliar won namun baru dibayar 45,2 miliar won dari 92 miliar won pada paruh pertama tahun ini. Secara keseluruhan Indonesia seharusnya membayar 1,6 triliun won atau setara US$1,33 miliar ke dalam program KFX/IFX.
“Waktu pembiayaan yang tepat sangat penting dalam proyek Litbang yang membutuhkan teknologi mutakhir. Dengan tidak adanya tindakan khusus untuk keterlambatan pembayaran, proyek KFX dapat ditangguhkan,” kata Kim Jong dae. Ia menuduh DAPA telah meremehkan ke khawatiran atas penundaan pembayaran tersebut. Bagi Korea Selatan, KFX digadang sebagai pengganti F-5 E/F Tiger dan F-4 Phantom.
Sementara pihak DAPA mengatakan bahwa isu tersebut akan menjadi agenda pertemuan puncak antara para pemimpin Korea Selatan dan Indonesia. Presiden Jae-in dijadwalkan akan memulai lawatan delapan hari ke Asia Tenggara mulai 8 November mendatang. (Gilang Perdana)
Sumber : http://www.indomiliter.com/