ISS: Iran Memiliki Keunggulan Militer atas AS dan Sekutunya - Radar Militer

09 November 2019

ISS: Iran Memiliki Keunggulan Militer atas AS dan Sekutunya


Lembaga think tank militer International Institute for Strategic Studies (IISS) dalam laporan terbarunya mengatakan Iran sekarang memiliki keunggulan militer yang efektif atas Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Timur Tengah.
Militer Iran
Militer Iran 
Keunggulan ini bukan karena faktor senjata, tapi pada kemampuannya untuk berperang menggunakan pihak ketiga seperti milisi Syiah dan kelompok pemberontak.
IISS menyimpulkan dalam salah satu penilaian paling rinci tentang strategi dan doktrin Iran di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman, kemampuan pihak ketiga Iran telah menjadi senjata pilihan Teheran.
Studi IISS selama 16 bulan yang disebut "Iran's Networks of Influence" mengklaim bahwa jaringan pihak ketiga lebih penting bagi kekuatan Iran daripada program misil balistik, dugaan program senjata nuklir atau pun pasukan militer konvensionalnya.
IISS melanjutkan, secara keseluruhan, keseimbangan militer konvensional masih berpihak pada AS dan sekutu-sekutunya di kawasan itu. Namun, keseimbangan kekuatan efektif kini mendukung Iran.
Terlepas dari sanksi AS, laporan itu mengatakan, Iran telah menemui sedikit perlawanan internasional untuk strateginya, bahkan jika sekarang menghadapi tantangan baru dari pengunjuk rasa nasionalis anti-Iran di beberapa negara di mana Teheran memiliki pengaruh.
Temuan itu kemungkinan akan memperkuat posisi diplomat Barat yang berpendapat bahwa setiap kesepakatan nuklir baru dengan Iran harus mencakup tidak hanya kendala yang diperbarui pada program nuklir negara itu, tetapi juga komitmen pada perilaku regionalnya.
Jaringan kekuatan pihak ketiga Iran "yang beroperasi secara berbeda di sebagian besar negara" telah dirancang, diperkuat dan dikerahkan oleh Teheran sebagai sarana utama untuk melawan musuh regional dan tekanan internasional. "Kebijakan telah secara konsisten memberikan keuntungan Iran tanpa biaya atau risiko konfrontasi langsung dengan musuh," kata IISS dalam laporannya.
"Iran berperang dan memenangkan perang yang terjadi di antara rakyat, bukan perang antarnegara," lanjut laporan IISS, dikutip The Guardian, Kamis (7/11/2019). "Iran menghindari konflik negara dengan negara yang simetris, mengetahui bahwa itu akan dibasmi. Sebaliknya, ia mengejar peperangan asimetris melalui mitra non-negara."
Laporan itu mengklaim penerapan kekuatan konvensional tidak dapat mengimbangi kemampuan kedaulatan Iran selama 40 tahun terakhir, karena sebagian besar konflik di Timur Tengah tidak didefinisikan oleh perang negara dengan negara yang melibatkan paritas kekuatan yang tunduk pada hukum internasional. "Tetapi sebaliknya rumit dan ruang pertempuran yang padat yang tidak melibatkan aturan hukum atau akuntabilitas, visibilitas rendah dan banyak pemain yang mewakili mosaik kepentingan lokal dan regional," imbuh IISS.
Menurut lembaga tersebut, tidak ada negara yang seaktif atau seefektif Iran dalam konflik regional di zaman modern. IISS bahkan menghitung total biaya untuk ekonomi Iran dari kegiatannya di Suriah, Irak dan Yaman adalah USD 16 miliar, sementara Hizbullah Libanon menerima USD700 juta setiap tahun dari Iran.
Iran telah mengembangkan kemampuannya melalui pasukan ekstrateritorial al-Quds dan mendaftar berbagai milisi "berjumlah 200.000 petempur" dan terlibat dalam konflik "zona abu-abu" yang mempertahankan permusuhan di bawah ambang batas perang negara dengan negara.
Laporan tersebut berargumen bahwa pemikiran ideologis dan strategis Iran dicontohkan dalam pidato yang diberikan setelah serangan terhadap fasilitas minyak Aramco di Arab Saudi pada 14 September 2019. Pidato itu disampaikan oleh perwakilan pemimpin tertinggi di provinsi Razavi Khorasan, Ahmad Alamolhoda.
"Iran saat ini tidak memiliki kendala geografis di masa lalu. Hari ini, Iran juga merupakan Pasukan Mobilisasi Populer Irak, Hizbullah Libanon, Ansarullah di Yaman, Front Nasional Suriah, Jihad Islam Palestina dan Hamas. Semua ini datang untuk mewakili Iran dan karena itu Iran tidak lagi hanya kita. Sayyid dari front (Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah) menyatakan bahwa perlawanan di kawasan itu memiliki satu pemimpin dan pemimpin itu adalah pemimpin tertinggi Revolusi Islam Iran," katanya dalam pidato saat itu.
Laporan IISS mengatakan taktik Iran untuk mendapatkan pengaruh berbeda di masing-masing negara.
Di Irak, Teheran menggunakan pemberontak untuk menyerang tentara AS. Di Suriah, komandan pasukan al-Quds, Qasem Suleimani, mendukung pasukan reguler Suriah untuk memerangi pemberontak multinasional yang didukung oleh AS.
Di Lebanon, hubungan Hizbullah dengan Teheran telah berkembang. Persediaan roket, senjata anti-tank, rudal, dan 25.000 senjata cadangan yang diberikan kepada Hizbullah telah menjadikan kelompok Lebanon itu sebuah pasukan ekspedisi.
Hizbullah "sekarang partai terbesar di Parlemen Lebanon" telah tumbuh karena negara setempat lemah, tidak memiliki legitimasi, komunitas Syiah yang sebagian besar homogen, serta distribusi kekuasaan sektarian yang memungkinkan sekte bersatu untuk memblokir pembuatan kebijakan dan ancaman Israel.
Melawan pengaruh Iran tidak hanya membutuhkan respons lokal, tetapi juga pemahaman tentang kemampuan kedaulatannya secara keseluruhan, yang telah menjadi landasan strategi keamanan regional rezim.
Laporan IISS memperingatkan bahwa pihak ketiga yang secara sederhana tidak disebutkan terang-terangan sebagai "proksi", menunjukkan bahwa Teheran tidak mengharapkan pengembalian ekonomi dari para mitranya, tetapi sebaliknya justru membiayai mereka.
Para penulis laporan itu berpendapat bahwa Iran cukup tangguh untuk melawan gelombang protes anti-Teheran."Tetapi menghadapi kesulitan karena pengaruhnya bergantung pada kelompok-kelompok yang tidak ingin langsung memerintah (seperti Hizbullah di Libanon) atau tidak mampu dan dilengkapi untuk pemerintahan (seperti di Irak)," imbuh IISS. (Muhaimin)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb