![]() |
Tank Stuart |
Ukurannya memang tak sebesar Tank M4 Sherman atau Panser Tiger dan statusnya hanya sekadar tank ringan. Tapi jangan remehkan kemampuan dan pengalaman kendaraan tempur (ranpur) Tank Stuart asal Amerika Serikat (AS) yang turut “makan asam garam” berbagai front Perang Dunia II.
Ranpur yang mengambil nama dari tokoh jenderal masa Perang Saudara AS - J.E.B. Stuart ini mulai diproduksi pada 1941-1944. Tidak hanya bertualang ke “teater” Eropa dan Pasifik, namun ranpur yang punya banyak varian ini pernah “mampir” ke Indonesia.
Tank Stuart varian M3A3 yang awalnya dibawa pasukan sekutu dan kemudian “diwariskan” pada tentara KNIL (Koninklijke Nederlands Indisch Leger) atau Pasukan Kerajaan Hindia-Belanda sebagai ranpur penyokong berbagai bentrokan dengan gerilyawan Indonesia.
Bersama ranpur asal Inggris, Humber Scout Car, tank legendaris AS ini bakal ikut menggemparkan Peringatan Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949 di Yogyakarta, pada 6 Maret 2016 mendatang, dalam sebuah drama teatrikal kolosal bertema “Djokjakarta Benteng Proklamasi”.
Teatrikal ini akan jadi event puncak peringatan 67 tahun SO 1 Maret yang digelar Komunitas Djokjakarta 45 bersama berbagai institusi Pemerintah Kota Yogyakarta, Pemerintah Provinsi DIY, Museum Benteng Vredeburg, Paguyuban Wehrkreise (PWK) III Kota Yogyakarta, serta sejumlah komunitas reenactor (pereka ulang sejarah) se-Indonesia.
Ya, dari sekian negara yang pernah mengoperasikan Tank Stuart, Indonesia punya salah satunya yang masih berfungsi baik, kendati tak lagi jadi ranpur operasional resmi TNI. Tank ini masih tersimpan baik dan dipinjam dari Pusat Pendidikan Kavaleri (Pusdikav) TNI AD di Padalarang, Jawa Barat.
“Teatrikal (SO 1 Maret) bakal dimeriahkan Tank M3A3 Stuart dan Panser Humber Scout dari Pusdikav Padalarang. Rencananya (Stuart dan Humber Scout) diberangkatkan Rabu (2 Maret) pagi,” tutur Ketua Komunitas Djokjakarta 45, Eko Isdianto.
Bukan perkara mudah untuk bisa meminjam tank legendaris ini, melainkan melalui jalan berliku dan perizinan panjang hingga, hingga akhirnya diberi lampu hijau Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono.
“Perjalanan kita dimulai Desember (2015), bersurat ke Korem 072, ke Pangdam IV Diponegoro, Mabes AD/KSAD, Danpusdikav menghubungi link orang dalam yang terkait,” tambahnya.
“Termasuk AsOps Mabes AD (Asisten Operasi Markas Besar Angkatan Darat). Itu yang sulit. Kalau enggak ada link, bisa baru tahun depan diizinkan (peminjaman Tank Stuart),” sambung Eko.
Eko juga bertutur bahwa upaya mereka itu, sempat lebih dulu “diinterogasi”, demi mengorek informasi tujuan peminjaman itu oleh Bagian Intel Korem, Kodim dan Mabes AD. Namun usaha mereka pun tak sia-sia.
“Tank itu sudah tidak masuk kesatuan (aktif), hanya masih berfungsi baik. Oleh karenanya diperbolehkan setelah ada persetujuan dari KSAD,” imbuh Eko.
Ini kedua kalinya Peringatan SO 1 Maret bakal diramaikan ranpur lawas nan legendaris. Pada 2015 lalu, teatrikal peringatan SO 1 Maret sempat “dimeriahkan” kehadiran Dingo Scout Car asal Inggris yang kini disebut Fordlink.
“Fordlink sekarang sudah jadi kendaraan cagar (budaya dan sejarah) koleksi Bintaldam III Siliwangi. Tapi kali ini tidak diikutsertakan karena baru turun mesin,” tandasnya.
Sedikit mengulas Tank Stuart, ranpur yang diawali varian M3 ini punya bobot 13,7 ton, serta panjang 4,33 meter dan lebar 2,47 meter.
Tank ini bisa membawa empat kru yang terdiri dari seorang komandan, penembak senapan mesin Browning M1919A4, driver, serta co-driver.
Ranpur ini dilindungi baja setebal 38 milimeter (mm) di body atas, 44 mm di body bawah, serta 25 mm di body samping dan belakang.
Demi kegunaan ofensif, Stuart bermesin Continental W-670-9A tujuh silinder ini dipersenjatai meriam M6 berkaliber 37 mm dan senapan mesin Browning M1919A4.
Di jalanan mulus beraspal, Stuart mampu “berlari” hingga 58 kilometer (km) per jam dan hanya sanggup meluncur 32 km per jam di medan off-road.
Untuk varian M3A3 - yang akan hadir di Yogyakarta nanti, punya penambahan tempat penyangga radio SCR-508 di belakang turet meriam, serta baja yang lebih tebal 20 inci di segenap body-nya.
SO Maret, Pembuktian RI Belum Lenyap dari Peta Dunia
Apa jadinya jika di hari ini, 1 Maret pada 67 tahun silam (1949), tak dilancarkan sebuah ofensif dadakan, sebuah serangan spektakuler yang saat ini, lebih dikenal dengan Serangan Oemoem (SO) 1 Maret?
Mungkin jalannya sejarah bangsa ini akan berbeda. Atau bisa saja negeri ini bakal masih akan berada di bawah ‘ketek’ Belanda.
Pasalnya sejak Negeri Kincir Angin itu melancarkan Agresi Militer II berkode Operatie Kraai (Operasi Gagak) pada 19 Desember 1949, Ibu Kota Republik Indonesia (RI) yang kala itu bertempat di Yogyakarta, berada dalam kuasa Belanda.
Sejak saat itu pula Belanda memaparkan pada dunia, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahwa RI sudah dihapus dari peta dunia. Perlawanan kecil yang mereka hadapi setelah itu juga hanya dianggap aksi-aksi sporadis gerombolan, bukan tentara (TNI).
Resolusi Dewan Keamanan PBB (DK-PBB) yang keluar pada 28 Januari 1949 dan berintikan gencatan senjata, pembebasan tawanan politik RI, serta pengembalian Ibu Kota RI pun ditolak Belanda dengan alasan, RI sebagai negara sudah tak lagi eksis.
Situasi ini turut menjadi fokus pemikiran Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX yang kemudian, menyurati Panglima Besar Jenderal Soedirman, untuk “bertindak” demi menyanggah propaganda Belanda di dunia bahwa RI sudah punah.
Surat yang dikirim pada awal Februari 1949 itu ditindaklanjuti dengan melayangkan instruksi kepada Markas Gubernur Militer III/Divisi III pimpinan Kolonel Bambang Soegeng.
Lewat gagasan penasihat Gubernur Militer III, Overste (Letkol) Dr. Wiliater Hutagalung, disebutkan bahwa serangan terkoordinir ini mesti sampai ke kuping para pembesar internasional. Sebelumnya, sasaran serangan sempat didebatkan, apakah ke Semarang, Solo atau Yogya.
Tapi muncul inisiatif Kolonel Bambang Soegeng, bahwa Yogya-lah yang mesti jadi target, lantaran pada medio Februari-Maret 1949, para utusan UNCI (Komisi PBB untuk Indonesia) dan sejumlah wartawan asing masih mengadakan pertemuan di Hotel Merdeka (sekarang Hotel Inna Garuda).
Singkat kata, rancangan serangan pun sudah tersusun rapi, di mana SO ini akan dilancarkan pada akhir jam malam tanggal 1 Maret, sekira pukul 06.00 pagi. Tapi sebelum itu, masih ada persoalan lain, terkait bagaimana caranya serangan ini bisa sampai ke dunia internasional?
Di sinilah peran Angkatan Udara RI (AURI, kini TNI AU), meski secara kekuatan AURI tak memiliki personel sebesar TNI AD pada waktu itu.
Penuturan perwira komunikasi radio AURI, Kapten Boediardjo (Eks Menteri Penerangan RI 1968-1973) menyatakan bahwa satu malam sebelum serangan, dia didatangi Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang, Kolonel Tahi Bonar Simatupang dengan sebuah teks pernyataan, untuk segera disiarkan pasca-SO 1 Maret.
“Saya menerima teks dan briefing secukupnya, diwanti-wanti untuk menyiapkan besok malamnya, setelah terjadi SO 1 Maret 1949. Tulisan Pak Simatupang tersusun jelas, dalam bahasa Inggris yang bagus dan rapi,” urai Boediardjo dalam buku ‘Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949’ (hal.73).
Dengan peralatan sedehana dari Radio PC2 di Playen, dekat Wonosari (DIY) itu, tatkala Ibu Kota dikuasai selama enam jam oleh TNI dan rakyat, disiarkanlah teks tersebut yang ditangkap pemancar di Sumatera Utara, hingga bisa di-relay ke Burma (kini Myanmar), New Delhi (India), hingga terdengar pula ke perwakilan RI di sidang DK PBB.
Tidak hanya itu, saat Yogya masih dikuasai, sejumlah anggota PEPOLIT (Pendidikan Politik Tentara) dari Satuan Tentara Pelajar nan tegap-tegap, berseragam perwira TNI dan fasih berbahasa Inggris, Belanda dan Prancis, mendatangi para delegasi UNCI di Hotel Merdeka.
Mereka memaparkan bahwa serangan ini sebagai bukti bahwa TNI dan RI masih ada. Sementara Belanda baru bisa “memulihkan” Yogya siang hari, setelah berhasil mendatangkan Batalion V “Andjing NICA” dan “Gadjah Merah” dari utara Yogyakarta.
Propanda Belanda selama ini pun terbantahkan. Penjelasan Panglima Tentara Belanda, Letjen Simon Hendrik Spoor kepada pemerintah Belanda dan dunia bahwa serangan itu bukan dilakukan TNI pun seolah tak berarti.
Diplomasi Indonesia mulai menguat, lantaran mata dunia terbuka lebar dan sadar, bahwa RI belum sepenuhnya punah. Akan tetapi, bukan berarti Belanda tak bikin perhitungan. Tercatat pada 18 Maret 1949, tentara Belanda melakukan aksi “pembersihan” hingga aksi pembakaran permukiman sipil di Godean.
Belanda memaparkan pada PBB bahwa aksi itu merupakan bentuk “pertahanan” diri Belanda yang kemudian dibantah utusan Indonesia untuk PBB, L.N. Palar. Dalam ketentuannya, DK PBB, sebagaimana dikutip buku ‘Mohammad Roem: Karier Politik & Perjuangannya: 1924-1968’ di hal. 79, kembali mengeluarkan instruksi.
DK-PBB menginstruksikan UNCI untuk menggelar konferensi pendahuluan antara pemerintah RI dan Belanda demi mencapai tiga poin penting: Pengembalian Ibu Kota RI, penghentian tembak-menembak dan rencana Konferensi Meja Bundar (KMB).
nstruksi itu bersedia diterima RI dengan syarat bahwa Belanda harus lebih dulu angkat kaki dari Ibu Kota RI yang akhirnya dituruti Belanda, 29 Juni 1949.
Di sisi lain, “nasib” militer dan klaim Belanda atas penguasaan Indonesia, mengalami pukulan telak lainnya pada bentrokan kolosal terakhir, pada Serangan Oemoem Solo atau Serangan Empat Hari Solo pada 7-10 Agustus 1949.
Di atas semua itu, setidaknya catatan-catatan penting tentang sejarah bangsa ini, terutama mengenai SO 1 Maret, hendak kembali diingatkan komunitas penggiat sejarah, Djokjakarta 45.
Bersama sejumlah instansi pemerintah daerah, seperti Pemerintah Kota Yogyakarta, Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Paguyuban Wehrkreise (PWK) III Kota Yogyakarta, serta Museum Benteng Vredeburg, bakal digelar serangkaian event peringatan sedari tanggal 26 Februari 2016 lalu, hingga 6 Maret 2016 mendatang bertemakan ‘Yogyakarta Benteng Proklamasi’.
“Rangkaiannya dari kerja bakti (membersihkan) Tetenger Keben Kraton Yogyakarta pada 26 Februari, lomba lukis di Museum Benteng Vredeburg, tirakatan (jelang SO 1 Maret), upacara, pembukaan pameran, sampai teatrikal di tanggal 6 Maret,” ungkap Ketua Djokjakarta 45, Eko Isdianto.
“Pada upacara (pagi ini, Selasa 1 Maret 2016) di Plaza Monumen Serangan Umum, rencananya dipimpin Wali Kota (Yogyakarta, Haryadi Suyuti), tapi diusahakan dipimpin Gubernur (DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X). Soal ini, permintaannya sudah via Dinbud DIY, tapi yang sudah pasti siap Wali Kota,” tambahnya.
Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/02/29/18/1324335/tank-legendaris-as-bakal-gemparkan-peringatan-so-1-maret