KRI Bima Suci, “Panglima Perang” Baru Para Taruna Angkatan Laut Indonesia - Radar Militer

15 Oktober 2016

KRI Bima Suci, “Panglima Perang” Baru Para Taruna Angkatan Laut Indonesia

KRI Bima Suci
KRI Bima Suci
13 Agustus 2013 silam di perairan Selat Bali, gulungan ombak setinggi empat meter menderu dan menghantam tanpa rasa. Tak memandang kapal itu telah berada di usia senja. Padahal, pelayaran masih belum apa-apa. Pelabuhan tujuan masih jauh di seberang sana. Perlahan membelah ganasnya samudera, di tengah riuhnya para taruna mengawal perjalanan sang legenda.
KRI Dewa Ruci, hari itu sedang berlayar menuju Pelabuhan Freemantle, Perth, Australia Barat.
Dengan segenap kemampuan, awak kapal yang terdiri dari taruna-taruna Angkatan Laut berjuang mengatasi keadaan yang buruk akibat amukan laut hari itu. Lepas dari amukan tinggi gelombang di ujung gerbang wilayah laut nusantara, kapal layar tiang tinggi berusia 60 tahun itu, kembali diuji ketangguhannya. Kali ini, lebih buruk dari sebelumnya.
60 mil laut pantai Shark Bay Australia, Sang Legenda terjebak badai hebat. 140 kadet taruna tak punya pilihan kecuali berdiri dan menantang ganas dan angkernya Samudera Hindia. Mil demi mil dilewati di tengah amukan laut yang membuat kapal sebesar apapun, seperti kotak mainan dihempas kiri dan kanan. Menaiki gelombang, sebelum kembali menghujam di bawah sapuan dewi laut yang menggila.
Tak mau menyerah, Dewa Ruci terus meringsek membelah samudera meskipun harus mengirimkan signal darurat yang direspon dengan cepat oleh pihak keamanan laut Australia. Ditawarkan bantuan, Dewa Ruci dengan gagahnya menjawab tidak, pertanda sekali layar terkembang maka pantang untuk kembali. Semboyan Jalesveva Jayamahe yang berarti Di Laut Kita Jaya, hari itu membuktikan tuah saktinya.
Tiba di Australia, cocor di haluan kapal patah. Tak hanya itu, patung Dewa Ruci di haluan tenggelam oleh ganasnya Samudera Hindia dan terkubur di sana. Beberapa tiang KRI Dewa Ruci ikut patah karena dihantam ombak besar.
Itulah kisah heroik terakhir sebelum KRI Dewa Ruci kembali berlabuh di Dermaga Ujung Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Timur (Koarmatim) Surabaya, dua bulan kemudian tepatnya Senin 7 Oktober 2013.
Hari itu KRI Dewa Ruci secara resmi mengakhiri semua kegiatan pelayaran manca negara. Selesai sudah darma bakti Dewa Ruci yang telah mengharumkan nama Ibu Pertiwi di seantero jagat.
Kapal berukuran 58,5 meter dan lebar 9,5 meter dari kelas Barquentine yang dibangun di H.C. Stulchen & Sohn Hamburg, Jerman dan merupakan satu-satunya kapal layar tiang tinggi produksi galangan kapal itu pada 1952 yang masih laik layar, tidak akan pernah lagi menyapa lautan dunia.
Sejak pertama diluncurkan pada tanggal 24 Januari 1953, kemudian berlayar menuju Indonesia 9 Juli 1953 dibawah pimpinan Kapten A.F. Hottendorf Roosenow sebelum diserahkan kepada Menteri/Panglima Angkatan Laut Laksamana Madya RE. Martadinata, Dewa Ruci telah menjadi kebanggan Ibu Pertiwi.
Dengan 3 tiang utama yaitu tiang Bima, Yudhistira dan Arjuna yang mengikat kokoh 16 buah layar, KRI Dewa Ruci kini sedang mengarungi lautan purna bakti.
Semua cerita heroik akan tersimpan di benak siapa saja yang pernah bertualang dengan Dewa Ruci. Setiap nukilan kisah tentu tak akan lekang ditelan sang waktu, namun tak urung, sebuah pertanyaan langsung mengapung. Akankah kedigjayaan Dewa Ruci terhenti samapi di sana?
17 Oktober 2016 –bulan yang sama saat Dewa Ruci kembali-, sebuah legenda lain yang akan menjaga kesakralan Jalesveva Jayamahe, siap untuk menyapa samudera.
Bima Suci, demikianlah nama Kapal Republik Indonesia yang akan menggantikan KRI Dewa Ruci.
Di dalam perut sebuah galangan yang dibangun oleh pria Spanyol bernama Paulino Freire tahun 1895, di kota Vigo, KRI Bima Suci dirangkai dan dipersiapkan untuk meneruskan legenda dan kejayaan sarana pelatihan taruna TNI Angkatan Laut.
Kata bhīma dalam bahasa Sanskerta artinya kurang lebih adalah hebat, dahsyat, mengerikan. Nama julukan yang lain adalah Bhīmasena yang berarti panglima perang. Bima memiliki sifat gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta menganggap semua orang sama derajatnya, sehingga dia digambarkan tidak pernah menggunakan bahasa halus (krama inggil) atau pun duduk di depan lawan bicaranya. Bima melakukan kedua hal ini (bicara dengan bahasa krama inggil dan duduk) hanya ketika menjadi seorang resi dalam lakon Bima Suci, dan ketika dia bertemu dengan Dewa Ruci.
Bima juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu: Gelung Pudaksategal, Pupuk Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde Udaraga.
Untuk pertama kalinya semenjak mulai dibangun, KRI Bima Suci akan menampakkan dirinya. Belum sempurna tentunya.
Dari empat tradisi yang melekat pada setiap pembangunan kapal Angkatan Laut yaitu peletakan lunas (keel laying), peluncuran (launching), peresmian kapal (commissioning) dan purnatugas (decommissioning), Bima Suci baru akan memasuki tahapan keduanya.
26 buah layar belum lagi terkembang. Indah dan gagahnya Bima Suci –sesuai dengan arti namanya- belum akan terlihat secara sempurna. Namun bukan berarti Bima Suci tak akan kelihatan gagah. Salutan warna putih sudah tersolek indah di sekujur tubuh Sang Legenda.
Tak berapa lama lagi, Bima Suci akan dilengkap dengan tiga tiang utama, lengkap dengan layar yang akan membawanya ke seluruh antero jagad untuk membanggakan Indonesia di mata dunia.
Dibanding pendahulunya, Bima Suci memiliki sejumlah keunggulan. 26 lembar layar akan terpasang, sementara Dewa Ruci hanya berhiaskan 16 layar.
Demikian pula dengan fasilitas di dalam kapal. Bima Suci dirancang memiliki kelas tempat para taruna belajar dan berlatih selama Operasi Kartika Jala Krida. Kelas apik nan mewah tersebut, bisa menampung 100 orang taruna.
Tak hanya itu, Bima Suci juga memiliki sebuah ballroom bersalutkan nuansa kayu berukuran 11 x 10,5 meter lengkap dengan perangkat multi media.
Keunggulan lain Bima Suci dari “saudara tuanya” adalah kamar-kamar modern untuk 203 personel yang mengawal “Sang Panglima Perang” kemanapun ia berlayar.
Sementara dari dapur pacu, Bima Suci bisa melaju membelah samudera dengan kecepatan 12 knot jika menggunakan mesin. Sedangkan jika ingin “bersantai” dengan layar-layar terkembang gagah, kapal ini bisa melaju lebih cepat yaitu 15 knot. Bima Suci juga sanggup berlayar 30 hari tanpa mengisi bahan bakar.
Dengan 5 buah dek, 7 kompartemen dan 48 blok, KRI Bima Suci siap untuk meneruskan tradisi kejayaan kapal latih tiang tinggi Angkatan Laut Indonesia.
Tak banyak orang yang akan menyaksikan momen dimana Bima Suci “turun ke laut” tanggal 17 Oktober 2016 nanti. Beberapa pejabat tinggi negara termasuk dari TNI AL, pejabat dari galangan Freire serta beberapa individu dari Indonesia akan mendapat kehormatan menyaksikan momen membanggakan tersebut.
Bima Suci akan mejadi “panglima perang” yang baru bagi para taruna Angkatan Laut yang akan berlayar bersamanya. Sejatinya, teruna-teruna muda Indonesia tersebut, pada akhirnya akan mewarisi semua sifat Bima Suci yaitu gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta rendah hati.
Bima Suci segera menyapa samudera, demi kebanggaan Ibu Pertiwi nan mulia. Arungi dunia membawa segumpal asa, tak lain hanya untuk Indonesia. Sapuan gelombang jangan surutkan jiwa, bertarunglah wahai teruna muda. Hempasan angin urung patahkan raga, berdirilah di atas layar nan membahana.
Sumber : http://rayapos.com/kri-bima-suci-panglima-perang-baru-bagi-para-taruna-angkatan-laut-indonesia/2016/10/11/

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb